Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Skenario
SEBUAH ROMANSA PUTIH
EXT. TAMAN - SIANG
Kamera PAN menyisir rerumputan suatu taman hingga merekam dua anak bermain di satu ayunan.
GADIS, 7 tahun, duduk diayunan yang di dorong oleh NALA, 7 tahun. Keduanya adalah anak kembar. Keduanya memakai baju terusan berwarna putih.
Gadis dan Nala makan permen yang mempunyai stik. Gadis tampak tidak suka dengan permennya. Gadis mengeluarkan permen dari mulutnya.
GADIS
Nala. Permen barunya, rasanya
kok aneh, ya?
NALA
Ada rasa asemnya, ya?
GADIS
Iya.
NALA
Tapi aku suka.
GADIS
Aku nggak..
NALA
Ya udah buang aja, kalo nggak suka.
GADIS
Jangaan..
NALA
Katanya nggak suka.
GADIS
Permennya nggak ada lagi.
NALA
Uuh, dasar!
Gadis. Sebentar lagi ganti kamu
yang dorong, ya?
GADIS
Iya. Tapi kamu dorongnya yang
kenceng, dong.
NALA
Okee.
Kali ini Nala mendorong ayunan lebih keras. Semakin keras. Gadis teriak.
GADIS
Akhh.. Nala.. kekencengan..
Nala tetap mendorong ayunan dengan keras. Gadis kembali teriak.
GADIS
Nalaa..
Keduanya tertawa bersama.
EXT. TAMAN - SIANG
DEWI, 13 tahun, mendatangi Gadis dan Nala.
DEWI
Gadis.. Nala.. pulang dulu.
Di panggil ibu..
NALA
Tapi aku belum naik ayunan, kak.
DEWI
Iya. Makan siang dulu.
Ntar diterusin lagi.
NALA
Ahh.. kak Dewi..
DEWI
Iya ntar dilanjutin lagi, Nala.
Ibu sudah nunggu di meja makan.
Ayo Gadis.. Nala..
Dewi berbalik melangkah menjauh dari ayunan.
Gadis dan Nala berhenti bermain ayunan. Nala menarik tangan Gadis turun ayunan. Gadis dan Nala bergandengan tangan.
Nala dan Gadis melangkah terburu menyusul langkah Dewi. Keduanya merangkul Dewi di sisi kanan dan kiri.
Dewi meletakkan kedua tangannya pada pundak Gadis dan Nala.
CUT TO :
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Foto keluarga berukuran besar diletakkan di ruang tengah sebuah rumah. Tampak IBU ROS, 55 tahun, DEWI 25 tahun, GADIS dan NALA 18, berpose duduk di kursi panjang.
Ibu Ros dan Dewi duduk mengapit Gadis dan Nala. Ibu mengenakan kebaya, Dewi, Gadis dan Nala mengenakan baju terusan bermotif dan warna sama, warna biru muda. Gadis dan Dewi tampak berkaca mata. Selama scene ini terdengar sambungan dialog dari scene sebelumnya.
O.S. NALA
Nanti boleh main lagi kan, kak
O.S. DEWI
Iya. Yang penting, sekarang kita
pulang dulu. Ibu sudah nunggu.
O.S. GADIS
Kak Dewi, permen barunya.
kok aneh, ya?
O.S. NALA
Enak kok, menurut aku.
O.S. GADIS
Tapi rasanya asem
O.S. NALA
Tapi enak
O.S. GADIS
Iya. Tapi asem.
O.S. NALA
Iya. Tapi enak.
O.S. DEWI
Rasanya enak tapi asem
atau.. rasanya asem tapi enak..
O.S. NALA - GADIS BERSAMAAN
(setengah teriak)
Rasanya enak tapi asem -
Rasanya asem tapi enak.
O.S. Suara tertawa Gadis, Nala
dan, Dewi bersamaan
CUT TO :
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Bulan hampir purnama menggantung di atas Dukuh Pamijahan.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Areal pemakaman dukuh Pamijahan yang tanpa pagar dan dikelilingi rimbun pepohonan tampak lengang.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Derap tenang air SUNGAI DUKUH yang menangkap cahaya bulan. Sungai dengan air yang jernih hingga tampak dasar dari sungai.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Langkah tanpa alas kaki dari seorang cewek, 18 tahun, kelak kita mengenalnya sebagai PUTIH, menjejaki jalan setapak berbatu di samping pemakaman Pamijahan.
Membelakangi kamera Putih berjalan di jalan setapak samping pemakaman. Sesekali Putih menoleh ke pemakaman. Putih menoleh ke belakang seperti seseorang telah memanggilnya. Putih mengenakan baju terusan sampai bawah lutut berwarna putih. Baju Putih berlengan panjang.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Putih menuruni lerengan tanah liat yang sudah dibentuk berundak-undak menjadi anak tangga.
Putih berdiri berjarak sedepa dari jangkauan aliran Sungai.
Raut pucat Putih langsung tersenyum ketika pertama memandang riak permukaan air. Putih memejamkan mata untuk menikmati aura sungai.
Putih menoleh ke bale bambu yang berada beberapa meter darinya.
Ketika hendak melangkah ke bale, sudut pandang Putih menangkap sesuatu yang tidak biasa.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Seekor ikan mas berwarna merah cerah berenang di tepian sungai dekat kaki si Putih. Bening air dan cahaya bulan menembus hingga dasar sungai, berhasil menampilkan ikan mas
PUTIH
(lirih)
Wii, cantiik!
Putih merapat pada air.
Putih menekuk lutut.
Pemandangan ikan mas terlihat lebih nyata baginya. Sesaat kemudian muncul seekor ikan mas lain, kali ini berwarna hitam.
Dua ikan mas berenang di depan Putih.
Putih mengulurkan tangan. Telapaknya berusaha mengikuti gerak ikan mas warna merah.
Gerak tangan Putih terhenti ketika sebuah suara lirih terdengar muncul dari seberang sungai.
O.S. SUARA TAWA DAN TANGIS.
Putih memandang menyisir perlahan area seberang Sungai.
POV Putih. Pemandangan gelapnya rimbun dedaunan seberang sungai.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Putih kembali menunduk.
Putih kaget dan perlahan menarik tangannya.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Air di sekitar ikan mas hitam berangsur menghitam. Seakan warna sisik ikan mas warna hitam meluntur.
Air makin menghitam, mulai muncul tonjolan kepala dari dalam air.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Putih tersentak.
Putih sontak mundur ketika dengan gerakan lebih cepat si pemilik kepala, Hantu bergaun warna hitam keluar dari dalam air ke hadapan Putih. lkan mas merah terpental dari tubuh Hantu bergaun hitam.
Hantu gaun hitam keluar dari permukaan air mendekat ke arah Putih. Baju basah Hantu gaun hitam terus meneteskan air berwarna pekat.
Putih merangkak mundur untuk menghindar.
Hantu gaun hitam berusaha terus menempel. Hingga Hantu gaun hitam panjang berhasil mengunci posisi Putih yang tidak lagi bisa mundur terhenti oleh dinding lereng.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Si Hantu merapat ke Putih. Si Hantu berjarak setengah langkah dari Putih.
Putih dan Hantu gaun hitam berhadap-hadapan. Suara gemericik aliran sungai seperti menghilang untuk sesaat.
Si Hantu memasang senyum bertaringnya.
Putih tegang memandang wajah si Hantu mendekat.
Sebagian rambut panjang si Hantu menjuntai di depan wajah. Segaris warna merah darah tampak di sudut mata si Hantu gaun hitam.
Hantu gaun hitam menyeringai dan menjulurkan lidah panjangnya mencondongkan tubuh ke arah Putih.
Si Putih spontan menendang bahu si Hantu gaun hitam yang hanya terdorong mundur.
Si Hantu gaun hitam panjang memasang tangan posisi siap mencengkeram dengan kuku-kukunya yang menghitam.
Si Hantu menjulurkan lidah tajamnya, kembali bergerak maju dan langsung mengayunkan cakar hitamnya, Putih cepat merunduk berhasil menghindar dari cakar si Hantu.
Si Putih merangkak cepat ke arah tangga. Putih berusaha sebisanya untuk berdiri, terhuyung berlari ke tangga tanah.
Putih bergegas menaiki tangga. Si Hantu memekik sangat keras di sela Putih menjejaki tangga.
Putih menyempatkan menoleh di sela menaiki anak tangga.
POV Putih. Angin berputar keras di tempat dimana Hantu yang menyerangnya tadi berdiri. Si hantu sudah menghilang.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Putih menunduk dengan ekspresi wajah bertanya tanya. Putih kembali menoleh ke bawah ke tempat hantu menyerangnya tadi.
Putih meninggalkan areal sungai.
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama, 25 tahun, keluar kamar. Gama meregangkan tubuh dan diakhiri hela napas panjang.
Gama mengangkat mug kopi susunya dari atas meja makan. Gama melihat isi mug kopi hampir kosong. Gama menyesap sisa-sisa kopi. Gama meletakkan mug ke atas meja, berjalan masuk ke kamar.
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama menatap layar pentium empatnya dengan mata jenuh. Gama mematikan layar.
Tampak 6 pigura berisi sampul novel bertema horor Gama tergantung berjejer di dinding di atas layar monitor. Judul pada sampul diantaranya, Lembah Bersuara, Misteri Rumah Bersumur Dua, Purnama dan Ki Kusumo, Jejak Peninggalan Lurah Menjangan, Gagak Berparuh Putih, Lumbung Kosong.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Gama keluar rumah. Tidak jauh meninggalkan rumah menoleh ke arah rumah Bibik. Agak lama Gama menoleh, sebelum kembali melanjutkan langkah ke gang makam.
EXT. WARUNG BU PIYE - MALAM
Dari arah gang makam, Gama mendekat ke warung dan menghampiri Bu Piye yang tengah di dalam warung.
GAMA
Bu Piye, kopi ya..
BU PIYE
Yang biasanya?
GAMA
Ya, Buk. Yang biasanya
Gama duduk di meja panjang beratap langit yang berada beberapa meter di depan warung Bu Piye. Gama menyalakan satu rokok.
Tampak terlihat sebuah motor terparkir bersandar pada salah satu dinding warung.
EXT. PEMAKAMAN - MALAM
Di tengah-tengah pemakaman, BIBIK, 55 tahun, penjaga pemakaman menemani Putih di salah satu pohon kamboja. Putih hanya menatap kosong jauh ke arah kegelapan pohon-pohon sekeliling pemakaman. Bibik melirik Putih dan sesekali ikut melihat ke arah pepohonan.
BIBIK
Eem.. akhir-akhir ini, Bibik lihat
kamu jadi sering muram.
BIBIK
(hati-hati)
Sekarang kamu jadi banyak diam?
Putih menoleh ke arah berlawanan dengan posisi Bibik duduk.
EXT. PEMAKAMAN - MALAM
Putih berjalan di sela sela nisan ke arah jalan setapak.
Bibik duduk melihat ke arah Putih yang sudah jauh.
BIBIK
Apa dia kembali mengenang
kebersamaannya dengan Gama?
BIBIK
(Seraya berdiri kepayahan)
Aku lebih senang dia tanpa bayang
bayang Gama. Harapan kembali
bersama Gama akan menyakitinya.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Secercah terang mulai muncul di timur langit dukuh Pamijahan.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih berdiri di ambang pintu depan rumah Bibik, menilik lampu bolam menggantung di rumah besar yang belum dimatikan. Bahu kanan Putih menempel lemah pada kusen pintu.
EXT. RUMAH IBU ROS - SIANG
POV Putih. Lampu bolam teras rumah yang berlantai dua dengan cat warna gading yang masih menyala.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih beralih menerawang jauh ke arah rumah Gama.
EXT. RUMAH GAMA - SIANG
POV Putih. Rumah sederhana milik Gama.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih membidik lama detail rumah Gama sebelum datang suara dari arah belakang menggugah lamunannya.
O.S. BIBIK
Lupakan Gama..
Bibik penjaga pemakaman berdiri di pintu kamar depan.
BIBIK
Bibik nggak ingin kamu kembali membayangkan Gama.
Bibik membelakangi kamera merapat ke Putih. Bibik berdiri di samping-belakang mengawal Putih.
BIBIK
Bibik tahu kamu bisa.
PUTIH
Aku sudah melupakannya, Bik.
(menekan suaranya)
Sudah... melupakannya.
Bibik hendak menyentuhkan telapaknya pada pundak Putih tapi urung. Bibik sangsi dan menurunkan kembali tangannya.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
BIBIK
Untuk sementara, yang bisa kamu lakukan adalah berusaha untuk melupakan dan memaafkan masa lalu kamu.
Putih tertunduk dari sebelumnya memandang rumah besar.
BIBIK
Mengingatnya hanya akan menyakitimu.
PUTIH
Bik..
BIBIK
Ya, sayang?
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih berbalik menghadap Bibik tetapi tidak berani menatap langsung mata Bibik.
PUTIH
Menurut Bibik, apa dia sudah
melupakan aku?
BIBIK
Seandainya Gama masih ingat dan
cinta, tapi dunia kalian sudah
nggak lagi sama, sayang..
PUTIH
Gitu ya, Bik.
Suara Putih hampir senyap.
Putih bergegas ke kamar belakang.
Bibik tertunduk lesu. Bibik penjaga pemakaman yang menoleh jauh ke arah rumah Ari.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Sebuah minivan merapat ke depan rumah besar. OKI, 30 tahun, pembantu di rumah besar, keluar dari pintu tengah membawa dua tas kresek besar berisi belanjaan. Oki masuk rumah.
JIMI, 27 tahun, sopir keluarga, meludahkan permen karetnya keluar jendela, sebelum memutar balik mobil di samping rumah.
Jimi melongokkan wajahnya ke spion, memastikan rambut klimisnya tidak berantakan.
lbu Ros, 55 tahun, keluar rumah dan masuk ke mobil yang telah kembali terparkir halaman. Ibu Ros, duduk di kursi depan samping Jimi. Tak lama kemudian, Dewi, 25 tahun, anak pertama Ibu Ros, mengenakan seragam satu instansi perbankan swasta, menyusul Ibu Ros keluar rumah masuk pintu tengah minivan. Sesaat kemudian, minivan meninggalkan halaman rumah besar.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Di pintu depan rumahnya, Bibik penjaga pemakaman menyempatkan diri mengenakan kalung berliontin kayu. Bibik merapikan rambut panjangnya yang selalu terurai sebelum keluar rumah. Satu tangannya menjepit rokok yang baru dibakar.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Bibik keluar rumah berpapasan dengan Nala, 18 tahun, anak bungsu Ibu Ros, keluar dari pintu rumah besar. Nala mengenakan seragam sekolah abu-abu dan tas hitam di bahu, Tangan kanan Nala menenteng rantang susun.
Bibik melempar senyum pada Nala. Nala membalas balik dengan juga tersenyum.
BIBIK
Berangkat?
NALA
Ya, Bik.
Nala melangkahkan kaki lebih cepat meninggalkan Bibik.
EXT. JALAN SETAPAK DUKUH - MALAM
Dari belakang, Bibik memperhatikan Nala mampir ke rumah Gama.
Ketika hampir masuk rumah Gama yang pintunya terbuka, Nala menyempatkan menoleh ke Bibik.
(Berjalan sembari menunduk)
BIBIK
Mungkin ini sudah jalannya.
Bibik menghela napas panjang.
Bibik melanjutkan langkah kakinya melewati (tanpa menengok) rumah Gama ke arah gapura gang makam.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Gama keluar kamar mandi dengan handuk membelit tubuhnya.
Gama mendapati Nala di dapur menuangkan air panas ke mug kopinya. Gama langsung mengembangkan senyum.
Nala seketika menoleh mendengar suara sandal basah Gama.
NALA
Merebus air kok ditingal-tinggal! Airnya
kering, nggak bisa minum kopi, kak Gama!
Penglihatan Gama langsung tertuju pada rantang di atas meja makannya yang berbentuk bulat.
GAMA
Apaan nih?
Gama membuka tutup rantang.
GAMA
Wiih, nasi goreng.
NALA
Yang masak aku loh, kak.
GAMA
Wah, mudah-mudahan enak, nih.
NALA
Dicicipin dulu dong, baru komentar..
GAMA
OK. Aku ganti baju dulu.
Belum jauh dari meja makan, Gama kembali menengok.
GAMA
Ses Oki pulang kampung lagi ya,
kok kamu yang masak?
Nala membawa kopi ke meja makan bulat. Memindahkan tas sekolahnya dari atas meja menggantungnya di sandaran kursi.
NALA
Hari ini itu, pagi-pagi Ses Oki sudah
berangkat ke pasar buat
belanja mingguan.
GAMA
Belanja mingguan?
NALA
Hmm..
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Nala mengaduk kopi di depannya.
Nala melihat Gama yang mulai mengenakan kaos singlet.
NALA
Kak Gama, ada salam dari ibu.
Nala menyampaikan pesan tetapi pandangannya tertuju mug kopi. Spontan Gama menoleh pada Nala.
GAMA
(ragu)
Ee.. oh ya, salamin balik, ya.
Gama memandang lama Nala sebelum memasang kemeja ke tubuhnya.
EXT. WARUNG BU PIYE - SIANG
Bibik penjaga pemakaman menunggui Bu Piye, memasukkan bunga ke dalam kantong plastik.
BU PIYE
Apalagi, Bik?
Bu Piye memasukkan sebungkus rokok kretek ke dalam kantong kedua.
BIBIK
Sudah. Berapa, Bu?
BU PIYE
Semuanya, jadi dua puluh.
Bibik menyerahkan beberapa uang lembaran pada Bu Piye.
Deni, 27 tahun, mengendarai motornya dan berhenti di depan meja panjang warung Bu Piye.
Bibik berbalik melihat kepada Deni. Deni langsung menyapa Bibik.
DENI
Belanja Bik?
Bibik merapat ke Deni.
BIBIK
Iya, Den. Ini.
Bibik mengangkat kantong berisi bunganya.
BIBIK
Ada apa Den?
DENI
Biasa Bik, ini ada titipan dari Abah.
Deni menyodorkan lipatan uang kertas kepada Bibik.
BIBIK
Oh, ya. Lama Abah kamu belum ke makam ibu kamu lagi.
DENI
Iya, Bik. Di toko lagi sibuk-sibuknya,
kalau sudah agak longgar mungkin
bisa ke makam lagi. Saya juga ini
nggak bisa lama lama.
BIBIK
Oh gitu.
DENI
Iya, Bik. Saya pamit dulu, Bik.
Balik ke toko.
BIBIK
Iya, Den. Terima kasih ini.
DENI
Sama sama, Bik. Saya yang
terima kasih. Bibik masih mau mengurus makam ibu.
Mari Bi, ya?
BIBIK
Ya, Den.
Deni membawa motor kembali ke arah dia datang. Bibik ikut meninggalkan warung.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Di meja makan, Gama mencecap nasi goreng menyendokinya langsung dari rantang.
Gama kini telah berbalut setelan kemeja rapi.
Nala mengeluarkan map plastik berisi draft novel dari dalam tas Gama. Nala membaca judul dan mulai membalik halaman per halaman membaca sekilas novel.
NALA
Eh, gimana nasi gorengnya, kak.
Dari tadi anteng-anteng aja?
GAMA
(menelan isi mulutnya)
Ee, lumayan, aku suka. Nasi goreng
kamu rasanya seperti nasi yang...
digoreng... gurihnya gimana gitu.
Ada bumbu-bumbunya gitu, ya?!
NALA
(sebal)
Ditanyain serius-serius?
GAMA
(Senyum)
Nasi gorengnya enak. Gak rugi ibu kamu punya rumah makan. Besok bawa lagi, ya?
NALA
Malees...!
Gama mengulum senyum. Sebatang rokok kretek Gama keluarkan dari bungkus. Meraba kantong kehilangan korek dipandangan.
GAMA
Duduk didepan, yuk..
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Di ruang tamu, Gama mencicip kopi panas. Nala mengibas-kibas sebal asap rokok Gama yang mampir ke wajahnya.
Gama mengamati jam dinding.
GAMA
Kamu nggak telat, jam segini
belum berangkat?
NALA
Jam pertama olahraga,
malas mau ikut.
GAMA
Kebiasaan jeleknya kambuhl! Kamu
tuh, berangkat sekolahnya jangan
naik mobil, tapi digendong. Biar
tambah rajin.
NALA
(sarkas)
Jamu gendong?
Nala penasaran melihat cara Gama menikmati kopi. Nala membajak kopi Gama.
GAMA
Pelan-pelan masih panas. Kamu
nggak biasa minum yang panas.
Baru menempelkan bibirnya dengan bibir mug, Nala kaget dan melepas pegangan mug.
NALA
Aduh.. Hah panas!
GAMA
Tuh, kan?
Nala menggeser kaki menjauh dari genangan kopi tumpah.
NALA
Kak... Gelasnya...
GAMA
Baju kamu nggak kena?
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Gama menenteng mug kosongnya ke dapur.
Gama kembali ke ruang depan dengan menyematkan topi warna hijau pupus, penutup rambutnya yang mulai lebat. Gama membawa serta tas miliknya dan tas Nala.
NALA
Maaf ya, kak. Besok aku bawain
nasi goreng yang lebih enak deh,
buat ganti kopinya.
GAMA
Janji ya?!
NALA
Iya. Memangnya aku pernah bohong
ke kak Gama.
Gama menyerahkan tas kepada Nala.
GAMA
Sering, kalee..
NALA
(nyengir)
Ya, kalo kepepet apa boleh buat, kak.
GAMA
Kamu mah, banyak kepepetnya..
NALA
Mm iya, bener.
Keduanya tertawa kecil bersama.
GAMA
Ayo jalan..
Gama dan Nala menggendong tas masing masing untuk kemudian keluar rumah. Pintu tertutup dan dikunci dari luar.
O.S. NALA
Tapi aku baik kan ke Kak Gama.
O.S. GAMA
Gak juga..
O.S. NALA
Baik kalee..
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Rumah Bibi tampak lengang. Pintu rumah Bibik dalam keadaan terbuka.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Bibik berdiri di pintu melihat kamar Putih kosong. Putih meninggalkan kamarnya.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Langkah kaki Putih berjalan keluar dari kegelapan ruang depan menuju ruang tengah yang lebih terang.
Putih menghampiri meja makan seraya menerawang sekeliling ruangan.
Putih melihat sekeliling ruang tengah yang terhubung dengan meja makan dan dapur.
Putih melihat ke arah tangga dari bawah hingga atas. Putih mendekat ke tangga.
Kaki Putih berjinjit setiap menginjakkan kaki di anak tangga.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih berjalan di balkon lantai dua. Di depan kamar Dewi, Putih menghentikan langkahnya.
Putih mengurungkan niat membuka pintu kamar Dewi ketika menoleh ke arah pintu kamar Nala yang setengah terbuka. Putih bergeser dari kamar Dewi.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih memasuki kamar. Pandangan pertamanya tertuju pada tempat tidur.
Putih memandang langit-langit kamar baerjalan ke tempat tidur. Putih memeriksa kolong tempat tidur.
Wajah Putih mencari sesuatu di kolong tempat tidur.
Putih duduk di bibir tempat tidur. Putih memandangi lama meja rias.
Putih bangkit dari duduk bergerak ke meja rias. Putih penasaran dengan bentuk meja rias dengan mengelus tepian bingkai cermin.
Putih mendadak tegang.
tendengar desahan dari dalam lemari di samping meja rias. Belum hilang ketegangan Putih, kali ini terdengar samar benda terbentur di dalam lemari.
Putih menjauh dari meja rias dengan terus mengawasi pintu lemari.
Putih kaget.
Sebuah tangan keluar perlahan dari dalam lemari.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Pintu lemari mengeluarkan suara berderit terdorong oleh lengan pemilik tangan.
Kepala dengan rambut panjang terurai hingga menyentuh lantai, mendorong pintu lebih lebar.
Langkah Putih tercekat untuk maju, mendadak keras untuk bergerak.
PUTIH
Bibik..
Si Hantu gaun hitam itu memiringkan kepalanya untuk melirik ke arah Putih.
Dua tangan si Hantu mulai menapak di lantai. Si Hantu merintih kesakitan setiap kali bergerak untuk keluar dari lemari, terdengar suara tulang remuk dari tubuh si Hantu. Rongga mulut menganga yang merintih.
Putih sangat ketakutan, tidak berani menoleh, lengannya membantu kakinya untuk melangkah.
Si Hantu merangkak keluar lemari hingga kurang dari dua langkah dari kaki si Putih.
Putih membuat langkah maju pertama. Cakar keruh si Hantu tidak jauh dari kaki si Putih.
Setelah langkah pertamanya, kaki si Putih terasa lebih ringan untuk melaju. Si Putih langsung bergegas berjalan cepat ke pintu kamar, sesekali melirik ke belakang. Si hantu tampak berbalik merangkak menuju lemari yang terbuka.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di balkon Putih berhasil keluar kamar.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Putih berjalan menuju ke pemakaman. Putih masih menyimpan tanya tentang rumahnya.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di kamar Dewi, Nala perlahan mulai terjaga.
Nala melihat Dewi yang tertidur di sofa.
Nala turun dari tempat tidur, mengambil selimut yang tadi ia pakai kemudian mengenakannya pada Dewi.
Nala keluar kamar Dewi.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di kamarnya, Nala meniupkan hawa panas dari mulut pada kedua telapak tangannya sebelum membuka lemari pakaian miliknya.
Dua baju yang digantung pada hanger terjatuh di kakinya. Nala mengambil kedua baju itu dan mengembalikannya ke palang gantungan hanger. Nala mengambil satu sweater untuk menghangatkan tubuhnya.
Nala mengamati isi lemari sambil mengenakan sweater.
Nala duduk di bibir tempat tidur.
Nala duduk dan menunduk lama untuk kemudian menoleh ke pintu kamar. Rambutnya menutupi sebagian besar wajahnya.
Lampu kamar Nala padam.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Bibik penjaga pemakaman keluar rumah membawa ember berisi baju cucian.
Bibik keluar rumah berbarengan dengan Ibu Ros muncul dari dalam rumahnya. Ibu Ros tampak mengapit tas kecilnya.
Pandangan Ibu Ros dan Bibik saling bertemu. Keduanya saling memberikan tatapan tidak simpatik.
Ibu Ros masuk mobil dan duduk di kursi depan. Ibu Ros memandang ke arah Bibik yang tengah menjemur di samping rumah.
Pandangan Ibu bertemu tatapan Bibik untuk kedua kalinya. Keduanya melempar pandangan tak simpatik.
Selesai menjemur, Bibik beringsut ke dalam rumah.
Nala dan Dewi keluar rumah besar untuk kemudian masuk mobil, keduanya duduk di kursi tengah.
Minivan mulai meluncur meninggalkan halaman rumah besar.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Minivan berjalan di depan rumah Gama. Pintu rumah Gama tampak terbuka.
INT. MOBIL IBU ROS - MALAM
Di dalam mobil Nala menoleh ke rumah Gama. Dewi menarik kepala Nala untuk menyandarkannya di bahunya.
Dewi melihat Ibu Ros, tidak mengawasi gerak-gerik di kursi belakang.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Minivan berbelok mulai meninggalkan gang makam.
Mobil keluarga melintasi jalanan utama Dukuh Pamijahan dan mendapat pemandangan baru, hamparan pepohonan dan persawahan berlatar belakang bukit Pamijahan.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Bibik penjaga pemakaman memasuki gang makam sepulang membeli bunga dari warung Bu Piye.
Bibik menghentikan langkahnya ketika hampir melewati rumah Gama. Bibik melihat Nala yang siang ini sudah tidak berseragam putih-abu, yang tampaknya sudah cukup lama berdiri di depan pintu Gama.
Nala menggoyang-goyang handle pintu rumah Gama yang bernomor tujuh itu.
NALA
(setengah teriak)
Kak Gama....!
Nala mengetuk-ketuk pintu rumah Gama.
NALA
Kak Gama kemana lagi, ya?
Bibik menjentikkan abu rokoknya dan merapat ke Nala.
BIBIK
Gama pasti sedang keluar.
Nala kaget menoleh ke Bibik
NALA
Oh iya, Bibik. Kak Gama sedang
keluar ya, Bik? Kalo gitu saya
pulang aja.
Nala bergegas meninggalkan halaman rumah Gama. Nala melangkahkan kaki relatif lebih cepat.
Nala menyempatkan menengok ke dalam rumah Bibik sebelum masuk rumah.
Bibik hanya melihatnya dari jauh.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih keluar kamar kemudian menuju pintu depan dan berdiri di sebelah dalam bibir pintu.
Putih memandang lampu rumah Ibu Ros.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
POV Putih. Lampu bolam rumah Ibu Ros belum menyala.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih terlihat patah arang.
Bibik keluar dari kamar depan dan mengawasi Putih.
Putih berbalik melewati Bibik, sebelum beranjak kembali ke kamar belakang dengan kecewa. Bibik memejamkan mata. Bibik menunduk pasrah.
Bibik mendekat ke pintu depan. Bibik berdiri satu meter dari bibir pintu.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Bibik membelakangi kamera memandang rumah tetangganya.
BIBIK
Waktu terus jalan. Mau atau tidak,
hari itu akan segera datang.
Mau atau tidak, dia akan
mendapati Gama menemukan
penggantinya.
Tidak lama. Tidak jauh.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Ibu Ros keluar kamar. Ibu Ros menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Jimi yang sedari awal menunggu Ibu Ros.
IBU ROS
Jangan boros-boros kamu, Jim.
Jimi
Iya Mbak.
Jimi mencium tangan Ibu Ros.
JIMI
Saya pamit, mbak.
IBU ROS
Hmm.
Jimi meninggalkan Ibu Ros ke arah ruang depan. Jimi keluar rumah besar.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Ibu mendatangi meja makan. Sudah ada yang Dewi tengah menyantap makan malamnya. Ibu melanjutkan makan malamnya. Dewi tampak belum melepas seragam biru tuanya.
IBU ROS
Nala masih sering main ke tempat
Gama?
Dewi tampak malas menjawab pertanyaan Ibu Ros, Dewi mendorong kaca matanya yang turun.
IBU ROS
Memang bandel anak itu! Nggak
pernah bisa dibilangin!
DEWI
Tapi Dewi rasa, Gama baik
sama Nala.
IBU ROS
Alaah. Pasti baik yang ada maunya?
Cewek mana yang nggak
dibaikin sama si Gama.
CUT TO :
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Di dalam kamarnya. Putih duduk di bibir tempat tidur menoleh ke pintu. Putih kembali menunduk.
CUT TO :
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
IBU ROS
Kamu sekali kali ngobrol sama
Jimi. Sering tanya ke Jimi.
Biar kamu tahu siapa Gama sebenarnya. Seperti apa
kelakuan Gama.
Dewi hanya melirik sekilas Ibu Ros.
IBU ROS
Lagian bocah nggak ada kerjaan
ditemenin, apa bagusnya?
Dewi meraih gelas minumnya.
IBU ROS
Kamu nggak lihat? Gama tiap hari
kerjaannya nongkrong di rumah.
Nggak ada kerjaannya.
DEWI
Gama itu bikin novel, wajar kalo
tiap hari dia ada di rumah.
IBU ROS
Sudah, kamu nggak usah belain Gama,
Ibu tahu semuanya. Kamu nggak
perlu susah-susah bohong sama ibu.
DEWI
Novel Gama sudah ada beberapa
yang diterbitin.
IBU ROS
Ckk. Novel nggak ada uangnya aja
dibanggain. Nyari kerja yang jelas
gitu, loh? Yang nyata. Yang kelihatan
mata. Yang ada duitnya.
Dewi menyesap tepian gelas air putihnya.
IBU ROS
Kamu kakaknya yang perhatian gituloh
sama Nala. Jangan boleh main ke
tempat Gama. Makanya, kamu sekali
kali ngobrol sama Jimi, biar kamu
lebih peduli sama Nala.
DEWI
Tapi ibu juga harus mengerti
perasaan Nala, nggak bisa tiba-tiba
ibu melarang Nala dekat dengan Gama.
Dewi berbicara tidak memandang kepada Ibu Ros, tapi pada isi di piring di depannya. Dewi menyentuh nasi nasi di piringnya dengan ujung sendoknya.
IBU ROS
(meraih gelas)
Tiba-tiba gimana? Ibu itu sudah
sering ngomong sama Nala, tapi
apa adikmu itu pernah mau dengar
omongan ibu. Pernah?
DEWI
Ya Ibu ngomongnya sambil marah,
siapa yang mau denger? Dewi aja
malas kalo Ibu sudah mulai sewot.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Dewi meletakkan sendok-garpu. Dewi berdiri berniat meninggalkan meja makan.
IBU ROS
Mau kemana kamu?
DEWI
Mandi trus tidur. Dewi capek banget.
Kantor lagi sibuk sibuknya hari ini.
IBU ROS
Jangan lupa bilang Nala, nggak usah
main ke tempat Gama.
Pesan Ibu Ros pada Dewi yang belum sempat menjejakkan kaki ke arah anak tangga.
DEWI
Iya Bu. Iya...
Dewi melangkah menaiki anak tangga.
Ibu Ros meraih gelas dan meneguk isinya hingga habis.
IBU ROS
Jangan sampai kejadian dengan Gadis terulang lagi.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
POV Dari luar rumah Bibik. Putih masih duduk di tempat tidur, memandang keluar jendela.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Dewi sudah terlihat segar dan salin dengan piyama tidur terusan merah muda. Dewi memasuki kamar Nala. Nala tengah membaca draft terbaru novel Gama di atas kasur.
DEWI
Lagi ngapain?
Dewi duduk bersampingan dengan Nala.
DEWI
Apa ini?
Dewi mengambil draft novel dari pangkuan Nala.
NALA
(datar)
Novel kak Gama yang baru.
DEWI
Gimana, bagus?
Dewi membolak balik sekilas halaman draft novel.
NALA
Nggak tahu, baru mulai baca, kak.
Nala menyandarkan kepalanya pada bahu Dewi.
NALA
Kak Dewi…?
DEWI
Hmm…
NALA
Setiap aku deket sama kak Gama,
kok rasanya aneh, ya?
DEWI
Aneh?
NALA
Iya. Kadang aku cemburu, merasa
kak Gama sudah ada yang punya.
DEWI
(tegas)
Gama sudah punya pacar? Kamu
dianggap apa? Kalo gitu kamu
nggak usah nemuin Gama lagi.
NALA
Bukan gitu, kak.
DEWI
Trus, maksud kamu apa?
NALA
Waktu aku print novel. Aku nemuin
foto di kolong meja kamar Gama.
Foto-foto kak Gama bareng teman-
temannya. Ada yang bareng cewek
juga dan terlihat akrab.
DEWI
(senyum)
Kamu cemburu sama foto,
cemburu sama gambar?
NALA
Perasaan aku aneh aja, aku merasa
nggak pantas jadi cewek kak Gama.
DEWI
Kamu nggak usah mikir yang macam-
macam. Kalo bener Gama masih cinta
sama ceweknya yang dulu, nggak
mungkin dia ngasih kamu harapan
buat dekat sama dia.
NALA
Kalo ada cewek yang lebih cantik
dari aku, kira-kira kak Gama ninggalin
aku nggak ya? Seperti ayah ninggalin ibu.
DEWI
Ayah itu ninggalin ibu bukan
karena perempuan lain. Kan kamu
tahu sendiri, mereka sudah nggak
cocok lagi. Mereka sering tengkar
hanya karena masalah yang sepele.
Dari semua cerita kamu tentang
Gama selama ini. Kak Dewi rasa,
Gama baik.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Nala telah berpindah duduk di depan meja rias. Nala memandangi tampilan dirinya di dalam cermin.
NALA
Kak Dewi, aku cantik nggak, sih?
Dewi turun dari tempat tidur dan menghampiri Nala. Dewi membungkukkan tubuh untuk merangkul Nala dari belakang. Dewi berbicara pada Nala di dalam cermin.
DEWI
Nala dengar, ya. Seumpama aku jadi
cowok dan kita bukan saudara,
mungkin sudah lama aku pacarin kamu.
NALA
Hihihi, kak Dewi bisa aja.
Yaudah, kita pacaran aja, kak.
DEWI
Trus Gama gimana?
NALA
Kak Gama jadi pacar kedua.
DEWI
Ih, adik aku kok jahat, ya?
Dewi menggelitik Nala untuk tertawa bareng.
Dewi meletakkan kedua telapaknya di bahu Nala.
DEWI
Nala..
NALA
Ya, kak?
DEWI
Kalo ibu mulai mengungkit masalah
Gama. Kamu nggak usah membantah
apapun perkataan Ibu. Belakangan
ini Ibu lagi gampang kebawa emosi.
NALA
Aku perhatiin sejak Ibu dekat
dengan Jimi, Ibu jadi sering marah.
DEWI
Iya. Tapi kamu nggak usah ikut
campur urusan Ibu sama Jimi, ya? Kamu nggak usah bahas bahas
Jimi di depan ibu.
Nala hanya mengangguk menjawab pinta Dewi.
Dewi melirik pijar lampu kamar Nala yang sudah terlihat redup.
DEWI
Baca novel Gama di kamar Kak
Dewi aja ya, lampu kamar kamu
kurang terang!
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Dewi mengambil kembali draft novel Gama yang ia tinggalkan di atas tempat tidur. Dewi menjejak menuju pintu kamar, Nala membuntuti.
DEWI
Minggu besok kamu ikut, kan?
Nala merangkul pinggang Dewi.
NALA
Ya pasti ikut, kak. Aku udah
kangen luluran.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Pemandangan malam hari pemakaman Dukuh Pamijahan tampak lengang.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Bibik berdiri di pintu depan. Bibik hanya diam melihat Putih membelakangi rumahnya berangkat ke rumah Gama.
Bibik menoleh untuk memandang pintu rumah besar.
BIBIK
(Menghela napas panjang)
Aku nggak bisa membayangkan,
bagaimana jika satu hari nanti
semesta mengijinkannya melihat
Gama dengan..
BIBIK
(meragu)
Bagaimana jika suatu hari dia
melihatnya..
Kembali memandang ke arah Putih yang semakin dekat dengan rumah Gama.
EXT. RUMAH GAMA - MALAM
Putih berdiri di depan pintu rumah Gama. Putih mengintip melalui kaca pintu
INT. RUMAH GAMA - MALAM
POV Putih. Gama yang bercelana tiga perempat, tertidur di kursi panjang ruang tamu. Gama tidur melingkar dan menyelipkan kedua telapak tangan diantara dua lutut.
EXT. RUMAH GAMA - MALAM
Putih tampak bahagia tapi disaat yang sama, ada rasa kecewa memandang ke dalam rumah Gama.
Putih menempelkan telapaknya pada kaca pintu dan merapatkan jarak pandangannya pada kaca.
POV Putih. Gama masih belum bergerak dari posisi tidurnya.
PUTIH
Aku nggak mau lupa, Bik.
Putih menoleh ke rumah Bibik.
PUTIH
Ijinkan aku masuk, Bik.
PUTIH
Tapi, apa aku masih diingat, Bik?
Apa aku dilupakan demi yang lain?
Tapi siapa, Bik?
Putih menunduk dan mundur selangkah.
PUTIH
Jangan-jangan…
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama perlahan membuka mata.
EXT. RUMAH GAMA - MALAM
Putih panik berpaling dari kaca pintu rumah Gama. Putih buru-buru menjauhi rumah Gama.
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama terbangun dari tidur. Gama bangkit duduk. Gama menelanjangi seisi ruang tamu dengan raut wajah tanya.
Gama menoleh ke arah ruang makan. Tidak ada siapapun.
Gama masih mencari pemicu perasaan.
EXT. RUMAH GAMA - MALAM
Pintu depan rumah Gama terbuka dari dalam. Gama keluar rumah berdiri di bibir pintu. Mata Gama menyusuri sekeliling bagian depan rumah.
Pandangan Gama menyisir sepanjang jalan setapak gang makam. Tak ada sesuatu atau siapapun berada di sekitaran rumah Gama.
EXT. PEKARANGAN - MALAM
Putih bersembunyi di salah satu pohon besar seberang jauh rumah Gama. Tampak Gama masih berdiri di pintu rumahnya masih mencari sesuatu.
EXT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama mengucek mata menggunakan jempol dan telunjuk tangan kanan untuk kemudian memandang ke arah rumah Bibik.
Rumah Bibik tampak lengang.
Gama memikirkan sesuatu sebelum masuk rumah dan menutup pintu dari dalam..
EXT. PEKARANGAN - MALAM
Di balik pohon, Putih berbalik setelah melihat Gama masuk rumah.
Putih duduk di tempatnya berdiri.
PUTIH
(berbisik)
Baiklah. Aku nggak akan ke
rumahnya, Bik.
Nggak akan lagi..
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Dewi berdiri di pintu kamar Nala menunggu Nala merapikan dandanan di depan cermin. Dewi dan Nala kompak memakai setelan berwarna terang.
DEWI
Nala ayo buruan, ibu sudah nunggu.
NALA
Memangnya, salonnya sudah buka,
ini masih pagi?
DEWI
Ya kan kita ke rumah makan dulu.
Ibu suruh aku untuk cek pembukuan
rumah makan.
NALA
Sepertinya yang nggak sabar bukan
ibu, tapi kak Dewi, nih?
DEWI
Iya deh, Kak Dewi ngaku. Kak Iwan
tadi telpon, katanya dia sudah
berangkat. Kita ketemuan di
rumah makan.
NALA
Tuh kan, apa aku bilang. Cie..
kak Dewi sudah ditelpon.
DEWI
Ya kan kak Dewi juga pingin
pacaran.
Nala melonggarkan sedikit lilitan gaun bersabuknya.
Nala langsung menyamperi dan merangkul Dewi untuk meninggalkan kamar.
NALA
Ciee kak Dewi sudah ditelpon..
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
POV seseorang berjalan keluar kamar Putih berhenti di depan kamar depan, memandang lama isi kamar yang kosong.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Putih berdiri di pintu depan sebelah dalam. Pandangan Putih terpaku pada foto masa kecil Gama di dinding. Putih mendekat perlahan ke dinding foto.
Putih melirik ke arah ruang tengah. Kepulan tipis asap rokok tertiup keluar dari dalam kamar.
Putih memandang dinding di balik Gama berada. Langkah Putih tersendat-sendat meragu untuk maju.
Putih menghayati sekali lagi foto Gama untuk menguatkan diri.
PUTIH
Ehh…!
Putih kaget.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Bersamaan dengan itu, Gama yang tengah duduk di depan layar, menoleh ke pintu, merasakan kedatangan seseorang.
Gama meletakkan rokok di asbak di atas meja. Gama keluar kamar.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Gama mendapati ruang depan kosong. Gama melihat pintu, ia merasakan aura seseorang baru saja keluar melewati pintu.
Gama berjalan ke pintu. Gama memandang sekeliling rumah, tidak tampak seorangpun.
Gama meraba bungkus rokok di saku celana tiga perempat. Gama membakar satu batang.
Gama berbalik masuk.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Ketika di batas ruang depan dan ruang tengah, Gama kembali menoleh ke pintu depan.
EXT. RUMAH GAMA - SIANG
Sementara itu, Putih hanya bisa menunduk dan bersandar pada dinding samping rumah Gama.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Bibik memasuki kamar Putih, menemui Putih yang tertunduk di dekat kaca.
Ada apa, sayang?
Bibik merapat mendampingi Putih. Bibi meragu untuk menyentuh pundak Putih dan menurunkan kembali tangannya.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Di kamarnya, mata Gama hanya menatap kosong layar monitor.
EXT. WARUNG BU PIYE - SIANG
Gama berdiri di warung Bu Piye. Menunggu Bu Piye membungkus bunga ke daun pisang.
INT. MOBIL IWAN - SIANG
Sedan Iwan melintasi jalanan beraspal Dukuh Pamijahan. Dewi duduk di samping Iwan, sedang Nala duduk sendiri di jok belakang.
DEWI
Bener, kamu nggak ikut ke
rumah kak Iwan?
NALA
Iya, aku pulang aja.
Dewi tersenyum.
DEWI
Kamu diturunin di depan
gang aja, ya?
PUTIH
(datar)
Oke. Kakak..
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Nala berjalan di jalan setapak mendekat ke rumah Gama. Nala melihat lurus pada Bibik yang berjalan sendiri ke arah pemakaman.
Bibi tampak membawa bungkusan warna hitam dan mengepulkan asap rokok.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
NALA
O.S. Kak Gama...!
Teriakan ceria Nala membuyarkan konsentrasi Gama memandang layar monitor. Gama bersandar di kursi untuk menghela napas panjang.
GAMA
Dari mana, habis jalan?
Tanya Gama datar begitu Nala duduk di kasur di belakangnya.
NALA
Iya, jalan bareng kak Dewi sama
kak Iwan.
Nala memperhatikan topi Gama di meja samping monitor. Topi tampak robek.
NALA
Itu kenapa, kak?”
GAMA
(menoleh)
Apanya?
Nala meraih topi, memeriksa bagian topi yang menganga.
GAMA
Oh. Topi. Kemarin di kantor dipakai
Joni. Balik-balik sudah sobek.
NALA
Trus?
GAMA
Trus, ya sobek gitu, sobek.
NALA
(sebal)
Maksud aku, nggak diganti? Enak
di Joni. Bisa kebiasaan.
GAMA
Sobek sedikit, topinya juga masih
bisa dipakai.
NALA
Tapi kak Gama tegas dikit. Biar
nggak nglunjak. Minta ganti topinya.
GAMA
Itu kan topi kamu yang beliin. Kalo
aku minta ganti topi ke Joni. Berarti
ntar aku pake topi dari Joni terus.
Nggak lagi topi itu?
Nala terdiam memandang lama topi Gama.
GAMA
Bikinin aku kopi, Nala.
Nala tidak menjawab pinta Gama,
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
POV seseorang di dalam rumah Bibi melihat pada Gama dan Nala yang melewati rumah Bibik berjalan ke arah pemakaman dan sungai.
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Tangan Nala memegangi pangkal rating patah dan memainkan ujungnya pada permukaan air sungai.
Gama merebahkan diri di bale bambu memandang ke langit. Gama menggunakan lengannya sendiri sebagai bantal.
NALA
Kak Gama novelnya sudah jadi,
sebentar lagi uangnya banyak, nih.
Aku cuma mau ngasih tahu, kalo sebentar lagi ada yang ulang
tahun..
GAMA
Tunggu sebentar..
…jangan-jangan bawa nasi goreng
ke rumah kemarin, karena ada
maunya?
NALA
Ya nggaklah, itu karena aku baik aja
sama kak Gama. Kak Gama kan
bilang ke kantor penerbitnya pagi,
jadi aku sengaja bawain nasi goreng
biar kak Gama sempat sarapan dulu,
dari pada cuma ngopi, ngrokok.
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Nala menenggelamkan daun hanyut menggunakan tongkat dari rantingnya.
NALA
Tapi kalau nggak mau ngasih juga
nggak apa-apa, aku nggak maksa.
GAMA
Ehm. Iya bercanda.
Kamu maunya apa?
NALA
Bener mau ngasih?”
GAMA
Iya. Bener. Kamu pinginnya
hadiah apa?
Nala terlihat sangat senang hingga reflek membuang ranting dengan cara melempar ke aliran sungai.
Nala mengambil batang ranting lain yang tergeletak di bawah sisi bale bambu.
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
NALA
Apa, ya? Ehh, aku pinginnya cincin.
Seperti punya kak Dewi. Ada inisial
namanya.
GAMA
Pesen dulu?
NALA
Iya, aku tahu tempatnya. Sebelum
perawatan tadi, aku dan kak Dewi
mampir ke toko emas. Kak Dewi
mengambil cincin yang sudah dia
pesan bareng kak Iwan dua minggu sebelumnya.
Aku suka cincin kak Dewi, tapi aku
nolak waktu kak Dewi nawarin. Aku
pinginnya kak Gama yang beli buat aku.
Ya, kak?
GAMA
Boleh deh, ntar diusahain.
NALA
Asik. Aku punya cincin seperti punya
kak Dewi…Kak Gama baik, deh..
Nala melihat sesuatu di aliran sungai.
Kak ada bangkai ikan, kasian ya?
Nala mendorong-dorong tubuh ikan mas mati yang mengambang dengan tongkat ranting ke arah tengah aliran sungai.
NALA
Itu ada ikan mati?
Gama bangkit duduk, ikut melihat yang Nala lihat. Gama meremas tangannya yang kebas lama tertindih.
NALA
Kak serius tanya. Kalo manusia
meninggal kita sebutnya mayat,
trus binatang bangkai.
Trus kalo tumbuhan apa?
GAMA
Heh tumbuhan? Tumbuhan apa, ya?
NALA
Bangkai juga?
GAMA
(mengernyitkan dahi)
Eh, istilah buat tumbuhan mati…
...tumbuhan mati kalo nggak salah,
disebut sayur?
NALA
Kok sayuur? Ngawur! Ngasal, kebiasaan nih kak Gama!
GAMA
Ngomongku ngasal kan belajar dari kamu.
NALA!
Enak aja!
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Nala memukulkan ranting pada aliran sungai yang menyebabkan lengan Gama terciprat air.
Gama mengusap lengannya, memandangi gemas Nala. Nala membalas dengan mimik menantang.
Gama bergegas turun bale, menangkap tangan Nala yang hendak lari. Nala sontak berteriak.
NALA
Aaahk.. oke maaf, maaf!
Gama menggendong Nala lebih ke tengah sungai. Kak Gama. Aku habis perawatan ini!
NALA
Oh, abis luluran, ya?
Gama mengayunkan tubuh Nala seperti hendak melempar tubuh Nala ke air. Nala kembali teriak.
Gama menurunkan tubuh Nala di pinggiran aliran air. Menyebabkan kaki dan bagian bawah rok Nala tercelup air.
NALA
Tuh kan jadinya basah. Kak Gama
jahat. Lulurku di kaki jadi luntur, tuh.
…Ayo tanggung jawab!
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Gama hanya meringis, menjauh beranjak meninggalkan sungai.
GAMA
Tadi bilang, lulurnya palsu?”
Nala menyusul Gama, menyikut pelan pinggang Gama.
NALA
iya, ya. Baunya aneh..
..kok bisa gitu, ya?
EXT. WARUNG BU PIYE - MALAM
Bu Piye menyajikan segelas kopi hitam ke meja panjang untuk Gama.
BU PIYE
Bener. Ini bunganya dua bungkus?
GAMA
(memaksa untuk senyum)
Iya, Bu. Dua bungkus.
Bu Piye kembali ke dalam warung. Mengambil daun pisang untuk diisi dengan bunga sambil pandangannya tidak lepas dari Gama.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Di kamarnya, Putih duduk di atas kasur, setengah merangkul lututnya. Putih duduk menghadap jendela.
Bibik yang duduk di samping Putih berkali-kali hanya bisa menghela udara melirik Putih yang murung.
EXT. PASAR DUKUH - SIANG
Gama memarkir motor di sela motor yang berjejer di parkiran depan pusat ruko Dukuh Pamijahan.
NALA
Bu Piye orangnya baik, ya. Kak
Gama sering pinjam motor, tapi Bu
Piye nggak pernah sewot?
Gama tidak merespon pertanyaan Nala.
NALA
Kak Gama hari ini kelihatan ceria.
Nggak seperti kemarin, jutek.
Aku jadi curiga?
GAMA
Jutek salah, ceria dikritik. Ah
sudahlah namanya juga Nala?
NALA
Apa maksud kak Gama, namanya
juga Nala?
Jawab!
Nala meremas lengan Gama.
GAMA
Nggak ada. Hehe, galak banget!
Nala hanya melengu.
INT. PASAR DUKUH - SIANG
Gama dan Nala duduk di meja tengah di dalam salah satu ruko menyajikan beraneka menu berbahan utama es.
GAMA
Novelku sudah dibaca? Gimana,
bagus?
NALA
(senyum)
Hm, baru baca sampai tengah nggak
diterusin. Kak Dewi yang sudah baca
sampai tamat.
GAMA
(melengu)
Kak Dewi yang baca sampai tamat!
Mengecewakan!
Mas pemilik ruko mengantarkan dua mangkuk es durian ke meja Gama dan Nala, menyela perbicangan mereka.
Nala mencicip kuah es durian.
NALA
Kak Gama kalo bikin cerita muter-muter, jadi bingung bacanya, males mau terusin sampai habis. Aku kasih novelnya ke kak Dewi aja, kan kak Dewi juga pingin baca.
GAMA
Kalau kamu mau baca sampai selesai, baru tahu indah alur ceritanya gimana.
NALA
Kata kak Dewi ceritanya bagus sih, tapi aku terlanjur males mau tamatin baca. Nggak ada romantis romantisnya.
GAMA
Uh alasan.
Nala mengaduk durian berenang di kuahnya. Keduanya mulai kompak menyendok es dan melumerkannya di lidah.
NALA
Kak Gama nulis yang ada romantisnya sekali-kali. Ntar aku baca.
Nala mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya.
GAMA
Aku lagi seneng nulis yang serem.
NALA
Kak Gama kan pintar ngegombal tuh, aku yakin kak Gama bisa bikin cerita romantis bagus.
GAMA
Pintar ngegombal? Nih gombal!
Gama melempar mangkok Nala dengan roti tawar yang ia potong.
INT. PASAR DUKUH - SIANG
NALA
Eh kalau kak Gama butuh inspirasi
kan ada aku. Kata kak Gama aku lumayan manis, bayangin aku aja.
GAMA
Kamu galak gitu kok, dimana
romantisnya?
NALA
(menengadah)
Memangnya aku galak, ya? Pantas
di sekolah tadi, aku merasa
mencakar seseorang.
Gama tersedak.
NALA
Bercanda, kak. Anaknya orang, nggak
ikut ngasih makan, nggak ikut
mandiin, main cakar-cakar aja.
Gama dan Nala melanjutkan usaha mengkandaskan isi mangkuk.
Nala mencuil daging durian terakhir. Nala menoleh ke arah ruko gado-gado.
NALA
Kak, ruko godo-gadonya sudah
sepi?
Gama ikut menoleh ke warung gado-gado. Gama meraba saku celana.
GAMA
Aku bayar esnya. Kamu tunggu
disini dulu.
Gama bersendawa panjang mengosongkan udara di perut.
Nala memperhatikan Gama yang berdiri di meja kasir. Nala memelintir ujung rambut sebahunya.
EXT. WARUNG BU PIYE - SIANG
BU PIYE
(sinis)
Pelanggan setia datang..
Bu Piye langsung memicingkan matanya, melihat melalui ekor matanya pada kedatangan seorang Ibu pelanggannya.
BU PELANGGAN
Sayurnya masih banyak, Bu Piye?
Si Ibu memilih-pilah tumpukan sayur di meja depan warung. Si Ibu tampak tertarik melihat ayam potong di samping sayuran.
BU PELANGGAN
Ayamnya berapa duit, Bu?
BU PIYE
Ayam lima belas.
Si Ibu memasang wajah kecewa.
BU PELANGGAN
Mahal juga, ya. Padahal bulunya
nggak bisa dimakan?
BU PIYE
Nah loh!
BU PELANGGAN
Kalau setengahnya?
BU PIYE
Setengah, jatuhnya delapan ribu.
BU PELANGGAN
Nggak usah deh. Bungkusin saya
ikan tongkol, kentang, sama
sawinya aja seikat, Bu.
Bu Piye memasukkan belanjaan ibu pelanggannya ke tas kresek dengan dongkol. Sementara, si Ibu menerawang ke dalam warung. Pandangan si Ibu menyisir isi warung mencari sesuatu.
BU PIYE
Semua jadi tujuhbelas...
Setelah membayar belanjaannya, si Ibu kembali melirik meja sayur.
BU PELANGGAN
Bu Piye, harga ayamnya nggak bisa
kurang lagi, nih? Sudah siang ini.
Daripada gak ada yang beli..
BU PIYE
(ketus)
Ayamnya nggak dijual!
Si Ibu menunjuk sahdu pada ayam potong.
BU PELANGGAN
Nggak dijual? Trus ini?
BU PIYE
Itu mau aku bikin sabuk!
BU PELANGGAN
Saabuk?
BU PIYE
Iya, sabuk kulit!
Sabuk kulit ayam! Puaas?!
BU PELANGGAN
Heh, kok gitu?
Si Ibu menyingkir dari warung.
BU PELANGGAN
Memangnya bisa, ya? Memang
bisa, gitu?
(melirik warung Bu Piye)
Cihh, sabuk? Dompet kalee!
EXT. WARUNG BU PIYE - SIANG
Bibik menyerahkan beberapa uang lembaran kepada Bu Piye. Dan menerima bungkusan kresek dari Bu Piye.
BIBIK
Terima kasih ya, Bu..
BU PIYE
Iya. Bik.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Memasuki gang makam, Bibik melihat dari jauh tampak Gama yang membonceng Nala yang meminjam motor Bu Piye. Bibik menggeleng pelan melanjutkan langkahnya.
Gama dan Nala ke warung Bu Piye.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Di kamarnya, Nala rebahan dan merangkul guling.
NALA
(lirih)
Foto siapa, ya?
Nala memeluk setengah meremas ujung guling.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di atas kasurnya, ibu Ros duduk membelakangi Jimi. Ibu Ros mendapat pijatan tangan Jimi di punggung.
IBU ROS
Sekalian dikerik, Jim!
Malam ini Ibu Ros tampak lelah.
JIMI
Ya, Mbak.
IBU ROS
Sekarang aku jadi sering masuk angin.
JIMI
Jimi perhatiin Mbak Ros sering
telat makan. Jadinya gampang
masuk angin.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Jimi keluar pintu kamar Ibu Ros. Jimi menoleh ke suara mesin jus di dapur, Nala berdiri di sana. Jimi langsung mendekat.
JIMI
Bikin apa?
Nala hanya diam. Jimi menaruh telapaknya di bahu Nala.
JIMI
Kayaknya enak.
Nala langsung menepis kasar tangan Jimi.
NALA
Apaan, sih?!
Ibu Ros keluar kamar sambil merapikan baju, langsung melihat ke arah dapur.
Jimi salah tingkah. Jimi buru-buru membuka kulkas. Jimi mengambil satu jeruk.
Jimi merapikan rambut klimis mendatangi meja makan, tempat dimana Ibu Ros tuju.
Jimi mengupas jeruk, menaruh kulitnya pada piring kosong bekas makannya tadi.
IBU ROS
Kamu masih sering ke tempat Gama?
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Nala menjadi ragu untuk membawa gelas berisi jus. Nala meletakkan lagi gelas.
IBU ROS
Ibu heran sama kamu, apa sih yang
kamu cari dari dia? Bisa nulis novel?
Kerja itu yang nyata gituloh. Biar
enak dilihat mata. Nulis novel?
IBU ROS
Tapi banyak yang suka novel kak
Gama. Buktinya dia disuruh bikin
novel terus sama bosnya.
Ibu Ros berdehem.
IBU ROS
Ya ya ya. Terserah. Kalo Ibu ngomong
ini, ngomong itu. Itu intinya Ibu nggak
suka kamu terus main ke tempat
Gama? Ngerti nggak sih kamu?
Ibu nggak pingin dengar atau melihat
kamu ketemu Gama.
NALA
Kak Gama baik sama aku. Nggak
ada yang salah sama kak Gama.
IBU ROS
Iya, Gama baik. Tapi apa kamu pikir
Gama cuma baik sama kamu?
Nala enggan menanggapi.
IBU ROS
Kamu itu masih hijau, masih polos,
nggak ngerti permainan Gama.
Nih ada Jimi. Tanya Jimi. Kayak apa
Gama itu!
NALA
Seenggaknya kak Gama lebih baik
daripada si Jimi.
IBU ROS
Apa maksud kamu membandingkan
Gama dengan Jimi. Hah?
Ibu Ros terusik.
IBU ROS
Seenggaknya Jimi anaknya nurut.
Rajin, disuruh apa aja mau.
Nala meninggalkan gelas jus yang masih utuh di meja dapur. Nala lekas menjejaki tangga ke lantai dua.
IBU ROS
Mau kemana kamu? Nggak usah
ke tempat Gama lagi. Awas kamu
ke tempat Gama.
Ibu Ros menyampaikan pesan terakhirnya pada Nala yang baru sampai di anak tangga pertama.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Ibu Ros membetulkan posisi kerah baju yang belum rapi sempurna. Ibu Ros meraih cangkir teh.
JIMI
Kerja kok nulis, ya mbak?
Ibu Ros menatap Jimi dengan raut gemas.
IBU ROS
Kamu pikir nulis novel gampang.
Apa kamu bisa?
Jimi hanya tersenyum pahit.
IBU ROS
Ngomong itu dipikir dulu. Jangan
asal. Kamu itu selain nyupir,
bisanya apa? Hah? Minta duit?
Sana. Bikinin aku teh panas.
Tanpa perlawanan Jimi bergegas menuju dapur.
JIMI
Iya, mbak..
EXT. PEMAKAMAN DUKUH - MALAM
Putih bersandar di pohon beringin besar di tengah pemakaman. Bibik duduk mendampingi. Beberapa kali Bibik melirik Putih yang terus terdiam.
Bibik teringat sesuatu.
BIBIK
Sayang...
Putih menoleh pada Bibik.
PUTIH
Ya, Bik?
BIBIK
Bibik punya puisi. Kamu mau dengar,
nggak?
Putih meragu mengiyakan permintaan Bibik.
PUISI
Eh Puisi? Boleh, Bik.
Bibik memandang ke arah jauh.
BIBIK
Diam mendengar sunyi... detaknya penuhi sang sepi…
Bibik mendadak menghentikan pembacaan puisi. Bibik berdehem.
BIBIK
Hm, Bibik grogi.
Putih hanya melempar tersenyum.
Bibik menghela napas panjang sebelum kembali membacakan puisi.
BIBIK
…diam mendengar sunyi
detaknya penuhi sang sepi
mengukir bisu
heningnya selalu bersahutan
raih angan yang
kerap melayang
ku harus terbangun dari imaji
hantarkan benak pada terang
mengisi relung hampa di dalam
dengan warna benderang
dengan warna dari nuansa
penyejuk langkah
warna yang semerbakkan rasa
bening terangi jiwa
…sekian dan terima kasih.
Putih spontan bertepuk tangan senang.
PUTIH
Wiiih keren, Bibik. Aku suka.
Bibik tersipu oleh sanjungan Putih.
BIBIK
Terima kasih…
PUTIH
Diam-diam Bibik hebat juga. Puisi
Bibik bagus sekali.
EXT. PEMAKAMAN DUKUH - MALAM
Bibik kali ini terdiam
BIBIK
Ehm, sayang...
Bibik kembali berdehem gugup.
BIBIK
Sebenernya, puisi yang baru
kamu dengar…
PUTIH
Kenapa, Bik?
BIBIK
Puisi ini. Puisi ini dari kertas yang
Bibik temuin di depan rumah
Gama. Bibik sengaja mengingat
isinya buat kamu.
Maafkan Bibik, ya. Bibik nggak
jujur sama kamu.
Bibik tersenyum pahit berharap Putih tidak terlalu kecewa.
PUTIH
Nggak apa-apa kok Bik, aku tetap
suka. Baca lagi ya, Bik? Aku pingin
denger lagi.
Raut wajah kosong Putih sejak sore tadi berubah sepenuhnya.
BIBIK
Sambil berdiri, ya?
PUTIH
Berdiri? Boleh..
Dari POV seseorang di jalan setapak pemakaman. Bibi terlihat berdiri dan menghadap Bibi. Bibi mulai membaca puisi.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Dewi mengenakan seragam kerja di balik pintu lemari yang terbuka. Sesekali Dewi melirik Nala yang duduk bersila, termenung di atas tempat tidur.
Dewi merangkul pundak Nala.
DEWI
Kamu pikir dulu lagi, jangan
buru-buru memutuskan. Ya?
Dewi meletakkan telapaknya pada pundak Nala.
DEWI
Kamu sekarang mandi, biar segar.
Sudah siang juga, kamu nanti telat.
Kak Dewi ini juga sudah telat.
Ntar malam kita ngomong lagi. Enaknya gimana? Kamu ke
tempat ayah apa tetap di
sini? Ya?
Dewi memasang kacamata.
DEWI
Kamu mandi. Kak Dewi tunggu di
meja makan, hari ini kita berangkat
bareng kak Iwan. Ibu sudah telat
buat buka rumah makan.
Nala memandangi kecewa pintu kamar yang baru saja mengantar kakaknya keluar.
Dengan gerak lambat Nala turun dari tempat tidur.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
POV seseorang di ruang tamu rumah Bibik. Dewi dan Nala keluar rumah besar. Masuk pintu belakang mobil pacar Iwan. Tak lama mobil meninggalkan latar rumah besar.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Nala keluar rumah. Nala sudah tidak berseragam. Mengenakan baju terusan warna hijau muda.
Nala berhenti melangkah ke arah rumah Nala untuk melihat pintu dan bagian dalam rumah Bibik. Nala berjalan pelan sembari terus melihat ke dalam rumah Bibik. Nala kembali melanjutkan langkahnya ke arah rumah Gama.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Di depan rumah Gama. Nala coba membuka pintu tetapi pintu terkunci. Nala memutar handel pintu sembari memanggili Gama.
NALA
Kak Gama, bukaa! Kak..
Kali ini Nala mengetuk ketuk pintu.
NALA
Kak Gamaa..!
Nala mengetuk untuk kesekian kalinya sebelum menyadari Gama muncul dari arah gapura. Kedua tangan Gama menjinjing kantong belanjaan dari Bu Piye.
GAMA
Sudah lama?
Nala menekuk muka tidak menjawab pertanyaan Gama.
Gama mempercepat prosesi membuka pintu. Gama buru-buru masuk, Nala membuntuti.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Gama dan Nala memasuki ruang tengah. Sesampai di meja makan, Nala langsung memeluk tubuh Gama dari belakang. Gama belum sempat meletakkan belanjaan ke atas meja.
Gama bingung. Gama meletakkan belanjaan di atas meja makan.
GAMA
Nala, kamu kenapa?
Nala lepas, ini...!
Gama berusaha melonggarkan tangan Nala melingkar di tubuhnya, tapi Nala memeluk lebih erat. Nala menyandarkan kepala pada punggung Gama.
Gama jadi kikuk Nala memeluknya lama.
GAMA
Nala lepas... Aku kentut, ya?
Nala tetap pada lakunya.
GAMA
Tuh kan, kamu meluknya ke perut,
racunnya jadi keluar..
Nala melepas pelukan, berganti memukul punggung Gama.
NALA
Ih, jahat banget!
Nala masuk kamar Gama dan mengunci pintu dari dalam. Gama bertambah bingung.
GAMA
Nala kamu kenapa sih? Aneh banget.
Gama melihat ke dalam bungkus tas belanjaan.
GAMA
Nala, aku bikinin mie, ya?!
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Dari dapur, Gama membawa dan meletakkan mie di atas meja makan. Tampak kopi sudah ada di atas meja makan.
Gama mengetuk pintu kamarnya.
GAMA
Nala buka! Nala!
Gama menoleh ke arah pintu depan.
GAMA
Hei. Aku keluar sebentar, ya. Ke
warung Bu Piye. Ini belanjaannya
ada yang kurang.
Pintu kamar dibuka dari dalam.
Nala masih dengan muka ditekuk, langsung menuju meja bundar. Gama ikut duduk.
Gama mengaduk kopi yang masih panas seraya memperhatikan murung Nala.
GAMA
Kamu hari ini lucu, datang-datang
langsung meluk. Ditanyain, nggak
jawab.
Nala mengangkat sendok, memainkan mie tanpa kuah di mangkuk.
GAMA
Kemarin, kamu bawa nasi goreng
buat aku. Sekarang aku bikinin
kamu mie goreng. Jadi sepertinya
kita impas.
Gama mendorong mangkuk lebih dekat ke depan Nala. Nala semakin menekuk muka.
GAMA
Impas gimana?
GAMA
Ya, impas itu… ya impas.
Nala kembali diam untuk menangkap maksud Gama.
NALA
(ragu)
Kak Gama nggak jadi beli...
Ah, sudahlah. Aku juga sudah
males mau datang ke sini tadi!
Nala berdiri meninggalkan meja makan. Gama langsung meraih lengan Nala, menahan langkah Nala.
GAMA
Eh Nala, hari ini kamu jutek
banget, ya?
Gama mengembalikan Nala ke posisi duduk.
NALA
Ya kak Gama, pinter banget kalau
disuruh cari gara-gara!
GAMA
Tungguin sebentar. Aku ke kamar
dulu. Kamarku kamu acak acak,
nggak?
Gama meninggalkan meja bundar untuk masuk kamar.
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Sejurus kemudian, Gama kembali kehadapan Nala membawa sebuah gelang. Gama menyodorkan gelang.
GAMA
Nih, buat ngilangin jutek kamu.
Melihat gelang di tangan Gama, air muka Nala langsung berubah.
NALA
.... wiihh, cantik...!
Gama mengalungkan gelang di pergelangan tangan kiri Nala. Nala memutar keliling gelang, mengamati pola ukirannya. Nala sangat menyukainya.
NALA
Keren, kak! Keren!
Nala tidak berhenti mengumbar wajah senyum. Gama ikut senang. Nala menggunakan jari telunjuknya, mengelus liontin gelang berbentuk bayangan daun, agar lebih berkilau.
NALA
Wiih, cantik. Gelangnya keren, kak!
GAMA
Keren, kan?
NALA
Keren. Gelangnya bagus banget!
GAMA
Gimana? Cincinnya nggak jadi, ya?
NALA
Ya deh, ini aja. Lebih cantik.
Nala memamerkan gelang barunya.
NALA
Kok kak Gama bisa punya gelang?
GAMA
Rahasia dong…
Gama mengecup bibir mug kopi panasnya.
NALA
Serius tanya, kak...
Nala menekan suara butuh jawaban.
GAMA
Sudah. Nggak usah dibahas. Kalau
kamu memang suka. Kamu
pakai aja.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Gama dan Nala memasuki gang makam.
GAMA
Besok aku ke kantor penerbit lagi,
bawa nasi goreng kayak kemarin,
ya. Kalau nggak, gelangnya aku
minta lagi.
NALA
Ok. Kalo gitu, mulai besok aku
nggak ke rumah kak Gama lagi.
Gama mempererat rangkulannya pada bahu Nala.
GAMA
Wah, besok nggak ada yang
numpahin kopiku lagi, nih?
NALA
(terkekeh)
Dipikir-pikir dulu, deh.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Memasuki ruang tengah, Nala melihat Ibu Ros sudah duduk di ruang makan, melihat tajam ke arahnya.
IBU ROS
Dari mana kamu?
Tanya Ibu Ros ketika Nala mulai dekat dengan tangga. Nala berhenti melangkah..
NALA
Rumah kak Gama…
Jawaban Nala lemah, Ibu Ros hampir-hampir tidak mendengar ucapan Nala.
IBU ROS
Rumah Gama?!
Ibu Ros meninggalkan tempat duduknya langsung menghampiri Nala.
IBU ROS
Rupanya kamu benar-benar berani
nggak menuruti omongan ibu.
Harus berapa kali lagi ibu ngomong.
Ibu Ros menggengam lengan Nala.
IBU ROS
Kamu nggak mau mendengar
omongan ibu lagi, hah? Kamu
sudah nggak menganggap lagi
omongan Ibu, hah?
Nala mundur menjejaki satu anak tangga.
NALA
Nala nggak pingin berani sama ibu,
tapi apa yang Nala lakukan selalu
salah di mata ibu.
IBU ROS
Oh. Jadi kamu bergaul dengan
Gama itu benar?
Setengah mendorong, Ibu Ros melepaskan genggamannya pada lengan Nala.
NALA
Kenapa Ibu selalu curiga sama kak
Gama. Ibu nggak tahu seperti apa
kak Gama.
Nala yang hanya berani melihat ke lengan Ibu Ros.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Jari-jari tangan kanan Nala menggenggam kuat-kuat gelang di dalam kantung baju terusannya.
IBU ROS
Lihat, kan! Lihat. Sekarang kamu
sudah berani membantah!
Siapa lagi yang ngajarin, kalo
bukan si Gama?
Nala enggan membantah.
IBU ROS
Ibu tegaskan sekali lagi. Ini yang
terakhir. Kalau kamu tinggal di sini,
ikuti aturan Ibu.
Kalau nggak, kamu bisa pergi dari
rumah ini. Kamu bebas, dan ibu
nggak akan peduli lagi. Ibu sudah
capek.
Ibu Ros mengacungkan jari telunjuk pada Nala.
IBU ROS
Dan jangan lagi membantah Ibu.
Ibu nggak suka! Ingat itu!
Nala berbalik bergegas menaiki tangga. Ibu Ros berpaling dari melihat Nala.
Ibu Ros langsung masuk kamar, menutup pintu dengan membantingnya.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Nala memasuki kamar Dewi, melihat tempat tidur yang kosong. Nala berbalik keluar, sejurus kemudian kembali masuk. Nala merapat ke tempat tidur dan membanting tubuhnya di atas tempat tidur.
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Gama gagal fokus, berpaling dari kertas catatan ditangannya dan menyandarkan diri di sandaran kursi.
Gama meletakkan kertas catatan untuk menyeruput kopi
GAMA
Tinggal endingnya?
Gama menggaruk kepala kasar, kesal belum menemukan ending ceritanya. Gama menoleh ke kaca pintu untuk menghela napas panjang.
Gama membakar satu rokok kemudian masuk ke kamar.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Putih dan Bibik duduk berdampingan di atas bale bambu.
PUTIH
Bik. Aku kangen rumahku.
BIBIK
Sebaiknya kamu nggak usah pergi
ke sana.
PUTIH
Aku mau cari gelangku..
BIBIK
Gelang itu sudah dikembalikan
ke Gama. Bibik melihatnya sendiri.
Putih tertunduk.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih keluar kamar Nala. Putih berjalan di balkon kemudian ke tangga. Putih menuruni anak tangga.
Putih menghentikan langkahnya di anak tangga paling bawah. Suara gemericing gelang dari langkah sosok di ruang tamu mengundang rasa takut Putih.
Putih bimbang untuk kembali ke atas. Putih memandang ke ruang makan, la bergerak ke arah meja makan seraya mengawasi situasi ruang tamu.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih bersembunyi di balik meja makan.
Dari gelap ruang tamu, langkah kaki si Hantu bergaun warna hitam itu mulai memasuki ruang makan. Suara gemerincing gelang makin keras memekakkan ruangan.
PUTIH
(lirih)
Gelang itu?
Putih merunduk, mengintip gerak-gerik Hantu dari bawah meja.
Si Hantu menapaki anak tangga. Putih hanya dapat melihat hingga bagian pinggang si Hantu. Pandangannya terbatas, tertutup meja.
Langkah kaki Hantu mendadak berhenti di anak tangga keempat. Putih cemas, Si Hantu berbalik turun. Langkah si Hantu berbelok ke meja makan.
Putih kembali ke posisi duduk, Putih ketakutan.
Si Hantu keras memekik keras.
Hantu semakin dekat dengannya, Putih bergeser dan siap lari.
Putih berhenti bergeser ketika ia melihat ceceran darah di dekatnya. Putih semakin tersudut.
Putih bergeser kembali ke posisi semula, menutup penglihatannya dan pendengarannya.
NALA
Bibik...
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Selang beberapa lama tidak terjadi apa-apa. Hening.
Putih bertanya-tanya kenapa suasana tiba-tiba hening.
Putih menunduk, ia tidak lagi melihat kaki si Hantu di depan meja makan. Tangga juga tampak kosong. Putih tidak tahu kemana si Hantu pergi.
Putih memberanikan diri perlahan berdiri dengan pandangan waspada ke arah ruang tamu.
Kepala Putih muncul dari balik meja makan. Pandangannya mulai bebas, tapi ia merasa ada yang mengawasinya. Putih menoleh ke lantai atas.
Putih kaget, di lantai dua Si Hantu berdiri sedang mengawasinya. Tatapan dingin si Hantu bertemu dengan pandangan takut Putih.
Si Hantu langsung bergerak turun. Suara gemerincing gelang terdengar sangat keras pada langkah pertama Hantu. Putih bergegas lari.
NALA
Akh...Bibik!
Kaki Putih terpeleset di langkah ketiga, Putih berusaha bangkit melanjutkan larinya. Si Hantu hampir sampai ke lantai satu.
Si Hantu bergerak lebih cepat dan berjarak dua langkah dengan Putih.
Ketika Putih berlari memasuki ruang tamu, si Hantu mendadak berhenti mengejar.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Si Putih dibuat kaget, di ruang tamu Putih melihat siluet sosok bayangan hitam telah berdiri di pintu depan yang terbuka. Bayangan samar hitam di depan pintu seperti sudah menunggunya. Putih lebih memilih melanjutkan langkahnya maju dari pada berhenti atau kembali ke ruang makan.
Beruntung, siluet hitam itu adalah Bibik.
Putih berlari melewati Bibik.
Bibik masih berdiri menghadap ke dalam ruang tengah.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Putih tergesa memasuki rumah Bibik dan langsung menuju kamar belakang.
Putih terduduk lemas di bibir tempat tidurnya.
EXT. PEMAKAMAN DUKUH - SIANG
Pemakaman tampak lengang. Jalan setapak menuju gapura gang makam juga lengang.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Gama yang kini berambut cepak dan mengenakan topi warna hijau pupus lawasnya. Dari arah warung Bu Piye, Gama berjalan melewati rumahnya sendiri langsung menuju arah rumah besar. Tangan Gama menenteng bungkusan dari daun pisang berisi bunga.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Di depan beranda rumah besar, Gama menghentikan langkahnya. Kaki Gama tidak sengaja menendang papan kayu bertuliskan ‘DIJUAL TELP.435573’ yang tergeletak roboh. Gama menancapkan papan lebih ke pinggir.
Gama memasuki beranda untuk kemudian menekan satu tombol pada kotak meteran listrik.
Lampu depan yang biasa Putih pandangi berkedip padam.
Lampu bolam depan rumah Bibik yang kabelnya tersambung dengan rumah besar ikut padam.
Gama beralih memandangi lama bagian dalam rumah Bibik dari pintunya yang terbuka.
Gama melanjutkan langkahnya ke pemakaman bersama bunganya.
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Gama melempar batu kerikil ke tengah aliran sungai, hanya untuk melihat bulatan riak di permukaan air dari tempatnya duduk di atas bale bambu sekarang.
Gama kembali melempar satu batu kecil.
GAMA
(berbisik)
Nalaa..
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Dari POV seseorang berdiri di pintu rumah Bibik. Sebuah minivan merapat ke depan rumah besar. Oki keluar dari pintu tengah membawa dua tas kresek besar berisi belanjaan. Oki masuk rumah.
Jimi, meludahkan permen karetnya keluar jendela, sebelum memutar balik mobil di samping rumah.
Jimi melongokkan wajahnya ke spion, memastikan rambut klimisnya tidak berantakan.
lbu Ros, keluar rumah dan masuk ke mobil yang telah kembali terparkir halaman. Ibu Ros, duduk di kursi depan samping Jimi. Tak lama kemudian, Dewi, keluar rumah masuk pintu tengah minivan. Sesaat kemudian, minivan meninggalkan halaman rumah besar.
Di pintu depan rumahnya, Bibik penjaga pemakaman menyempatkan diri mengenakan kalung berliontin kayu. Bibik merapikan rambut panjangnya sebelum keluar rumah. Satu tangannya menjepit rokok yang baru dibakar.
Bibik keluar rumah berpapasan dengan Nala keluar dari pintu rumah besar. Nala mengenakan seragam sekolah abu-abu dan tas hitam di bahu, Tangan kanan Nala menenteng rantang susun.
Bibik melempar senyum pada Nala. Nala membalas balik dengan juga tersenyum.
Kamera PAN mundur melewati Putih yang sudah berdiri di bagian dalam pintu rumah Bibik.
O.S. BIBIK
Bukankah ini melelahkan, jika kamu
terus mengulang cerita ini?
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Bibik merapat dan mendampingi Putih berdiri di pintu memandang rumah lama Putih.
BIBIK
Bibik lelah terus melihat kamu
seperti ini. Bukankah itu sakit?
Putih hanya bisa menunduk.
BIBIK
Kamu membayangkan waktu kamu
dan Gama berangkat bareng lagi?
PUTIH
Ya, Bik. Selalu pagi itu. Pagi dimana
aku tidak membalas sapa Bibik.
Pagi aku membawa nasi goreng.
Selalu pagi itu. Tidak pernah lebih
jauh.
BIBIK
Lupakan Gama. Bibik yakin akan
ada cerita baru untuk kamu.
PUTIH
Apa dia masih ingat aku, Bik? Apa
kak Gama masih mengingatku, Bi?
BIBIK
Gama pasti mengingat kamu, sayang.
Kamu pernah mengisi hatinya
dan mungkin sampai sekarang.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
BIBIK
Bunga yang selalu Gama bawa
ke makam cukup mewakili
bagaimana perasaannya.
PUTIH
Begitu ya, Bik…
Pandangan Putih kini kembali tertuju pada pintu rumah lamanya.
PUTIH
Rumahku sudah ada yang
nempatin, Bik?
Bibik menoleh ke papan tulisan yang Gama tadi tancapkan.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
POV Bibi. Papan kayu bertulis rumah besar di jual.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
BIBIK
Sepertinya belum.
Putih menoleh ke Bibik.
PUTIH
Maafin aku ya, Bik. Gara-gara
menolong aku, Bibik jadi..
BIBIK
Kamu sudah terlalu sering bilang
maaf. Kamu tahu Bibik nggak
pernah menyalahkan kamu, Bibik
nggak pernah marah dengan kamu.
PUTIH
Tapi kalo Bibik nggak menolong aku,
BIBIK
Sshh… sudah.
Bibik memotong kalimat Putih.
BIBIK
…ini sudah jalannya.
Bibi memandang lama pintu rumah besar.
CUT TO FLASH BACK :
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Bibi berdiri di meja telpon sedang berusaha menghubungi seseorang.
Oki berdiri di meja makan tampak cemas melihat ke arah Bibi.
INT. RUMAH AYAH - SIANG
Di ruang depan Ayah sedang menerima telpon.
AYAH
Oh gitu ya, Bik. Ini saya
secepatnya ke sana.
Suara dari ujung telpon bersuara.
AYAH
Baik, Bik. Baik. Ini setelah mengantar
Gadis. Saya langsung berangkat
ke Pamijahan.
INT. RUMAH AYAH - SIANG
Ayah memasuki ruang makan. Gadis sedang berada di sana menyelesaikan sarapannya.
AYAH
Kamu sarapannya, sudah?
GADIS
Telpon dari siapa, Yah?
AYAH
Dari rumah Pamijahan.
GADIS
Memangnya ada apa, Yah?
AYAH
Nala minta dijemput?
GADIS
Aku ikut, Yah?
Ayah melihat isi piring Gadis masih setengah.
AYAH
Ya sudah. Habisin sarapannya.
AYAH
Sudah, Yah.
AYAH
Kalo gitu kita langsung berangkat..
Gadis meragu untuk membawa tasnya di kursi sampingnya.
Gadis meninggalkan tas. Membuntuti Ayah.
INT. RUMAH AYAH - SIANG
Ayah dan Gadis keluar rumah. Pintu ditutup dan dikunci dari luar.
Tidak lama terdengar suara mobil dinyalakan dan meninggalkan halaman rumah.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Bibik penjaga makam berada di lantai dua rumah besar..
Ibu Ros memasuki kamar ketika Bibik berusaha mengosongkan isi lemari, dan memindahkannya ke dalam sebuah tas besar. Ibu Ros tampak marah mendapati anak bungsunya tidak ada di kamarnya.
IBU ROS
Mana Nala! Mana dia, Bik? Ngapain
kamu? Keluar dari rumahku!
Bibik dengan tenang melepas baju-baju dari hanger, memasukkannya ke dalam tas yang hampir penuh.
BIBIK
Kamu sudah kelewatan. Anak
sendiri dikunci di kamar.
IBU ROS
Apa urusanmu? Dia anakku, aku
berhak mengaturnya. Kamu
nggak usah sok ikut campur.
Bibik menghadap Ibu Ros.
BIBIK
Kamu kan bisa ngomong baik-baik.
Kamu terlalu keras, dia justru
makin melawan.
IBU ROS
Aku tidak peduli dia mau ngapain!
BIBIK
Apa kamu tidak pernah kepikiran,
kenapa kamu tidak pernah cocok
dengan selain kamu sendiri. Dulu
suamimu, trus Gadis, sekarang Dewi,
Nala dan selanjutnya siapa lagi?
BIBIK
Kalo orang yang mereka cintai
tidak di sini, mungkin sudah
lama mereka keluar dari rumah ini.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Bibik membawa tas keluar kamar. Bibi berjalan di balkon. Ibu Ria membuntuti.
Bibik menoleh ke Ibu Ros yang terus mengikuti.
BIBIK
Aku sudah telpon Ayahnya, dia
dalam perjalanan ke sini. Dia
akan menjemput Nala.
IBU ROS
Kamu nggak usah sok suci,
coba-coba ngurusin masalah orang,
hidup kamu sendiri juga berantakan.
Ibu Ros mencoba menyerang Bibik dengan kata-kata.
BIBIK
Setidaknya aku tidak menyakiti atau
membuat orang lain susah. Tapi kamu,
semua orang salah di mata kamu.
Kamu selalu curiga dengan orang
karena kelakuan kamu sendiri. Lihat
kamu sendiri. Lihat si Jimi?!
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Bibik bergerak menuju tangga. Di ujung lantai dua, Ibu Ros menarik tas dari belakang.
IBU ROS
Lepasin Bibik! Lepasiin!
Bibik berusaha balik menarik mempertahankan tas, Bibik dan Ibu Ros saling tarik-menarik tas.
Ketika Bibik tampak lebih kuat menarik tas, tali pegangan tas terputus, kaki Bibik gagal menjejaki anak tangga, Bibik terpeleset, terbanting mundur, tergelincir di anak tangga sampai lantai satu.
IBU ROS
Okii! Okii itu Bibik!
Suara Ibu Ros terdengar gemetar melihat Bibik terkapar di lantai satu.
Ibu Ros mulai menuruni anak tangga.
IBU ROS
Okiii...!
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Di dalam kamarnya, Oki hanya berdiri di samping tempat tidur ketakutan.
OKI
Seharusnya tadi aku nggak minta
tolong Bibik dan ngasih kunci
cadangan titipan mbak Dewi
ke Bibik.
O.S. IBU ROS
Okii...Okii...!!
Oki makin ketakutan mendengar teriakan dari Ibu Ros.
OKI
Aduh. Gimana ini?
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Ibu Ros berada di anak tangga paling bawah.
IBU ROS
Okiiii....! Ini Bibik....Okii...
Ibu Ros menoleh pada tas baju anaknya berhamburan dari koper yang terbuka.
IBU ROS
(lirih)
Mana Nala...? Nala Mana?
Mana anakku...?
(setengah teriak)
Sayaang...!!
Bibik penjaga makam tidak berdaya melihat langkah Ibu Ros memanggil-manggil nama Nala berjalan ke arah ruang depan dan keluar rumah. Detik itu juga Bibik penjaga pemakaman meregang nyawa.
CUT BACK TO :
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Bibik penjaga pemakaman memeluk Putih. Putih balas merangkul Bibik lebih erat.
PUTIH
Maafkan aku ya, Bik. Gara-
gara aku...
Bibik mempererat pelukannya pada Putih.
BIBIK
Sudaah..! Bibik tidak pernah
menyesal pernah menolong kamu.
PUTIH
Maafin aku Bik. Maaf...
BIBIK
Iya. Bibik memaafkan kamu.
Bibik memaafkan kamu, sayang...
Bibik mengusap kepala Putih.
BIBIK
Kamu yang kuat ya, sayang.
Putih menunduk, menguatkan diri mengingat pahitnya siang itu.
CUT TO FLASH BACK :
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Ibu Ros memasuki kamar belakang rumah Bibik, Ibu Ros mendapati Nala duduk di atas tempat tidur sedang menjahit secara manual topi milik Gama.
Nafas Ibu Ros terengah-engah dan suara yang gemetar, Ibu Ros berusaha bicara selembut mungkin.
IBU ROS
I..ibu minta maaf ya, Nala.
Tapi kamu harus... janji, kamu
nggak akan, nggak akan...membantah
kata ibu lagi, ya? Ya?
Ibu Ros terbata-bata dan nafas masih berantakan. Ibu mendekat ke tempat tidur.
IBU ROS
Ibu minta tolong... minta tolong
ke kamu. Kamu nggak usah main
ke tempat Gama lagi, ya?
NALA
Aku mau ke tempat ayah…
IBU ROS
Kamu nggak usah ke tempat ayah.
Ibu Ros menarik bibir atasnya menahan emosi. Ibu Ros menghela napas panjang.
..Ayah kamu itu juga sama
brengseknya. Ayo pulang Nala…
Ayoo.
NALA
Aku mau ke tempat ayah…
ke tempat Gadis..
IBU ROS
Ibu sudah nggak marah lagi, kok.
Ayo pulang. Ayo sayang!
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Ibu Ros meraih tangan dimana melingkar gelang pemberian Gama.
IBU ROS
Gelang siapa ini? Gelang Bibik?
NALA
Ini dari kak Gama.
Nala menarik tangannya dari genggaman Ibu Ros.
IBU ROS
Gama? Gama, ya?
Suara Ibu Ros kembali naik mendengar nama yang tidak pernah disukainya.
IBU ROS
Oke, sekarang kita pulang dulu,
kita bicara di rumah. Ayo pulang.
Ayo sayang..
PUTIH
Aku mau ke tempat Ayah, kak
Gama juga sudah mau aku ajak
tinggal ke rumah ayah.
IBU ROS
Sudahlah... kamu nggak ngerti
apa yang kamu omongin!
NALA
Aku mau ke tempat ayah…
sama Kak Gama…
Kali ini Ibu Ros terdiam. Untuk kesekian kalinya Ibu Ros membutuhkan helaan napas panjang.
IBU ROS
Kamu di tempat ibu! Ayo pakai
sandal kamu! Buang
topi siapa itu? Gama?!
PUTIH
Aku nggak mau pulang!
IBU ROS
Itu Dewi sudah nungguin kamu...
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Ibu Ros meraih tangan Nala untuk kedua kalinya.
IBU ROS
Ayo…sayang!
Ibu Ros berhasil menarik tubuhnya keluar dari tempat tidur.
Topi Gama terlepas dari tangannya, jatuh ke lantai. Nala menggelayutkan tubuh memperlambat langkah Ibu Ros. Tangan kanannya berusaha melepas genggaman Ibu Ros pada lengan kirinya yang terkalung gelang pemberian Gama.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
O.S. NALA
Aaakhh..
Sementara itu, memasuki gang makam, Gama dibuat terkejut ketika mendengar lirih suara teriakan yang berasal dari dalam rumah Bibik. Gama mengenali pemilik suara itu.
Gama melemparkan tasnya ke depan pintu rumahnya, langsung berlari ke arah rumah Bibik.
Beberapa langkah mendekati rumah Bibik, Ibu Ros keluar rumah Bibik dengan wajah ketakutan. Tangan Ibu gemetar menggenggam gelang pemberian Gama.
IBU ROS
Okii...Okii...!
Ibu Ros menoleh ke Gama, sambil terisak-isak menunjuk ke arah dalam rumah Bibik.
IBU ROS
Nala… Nalaa…Tolong Nalaa...!
Ibu Ros terduduk lemas di tengah antara rumah besar dan rumah Bibik dengan sesenggukan.
IBU ROS
(teriak)
NALAA..!!
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Gama memasuki kamar belakang mendapati tubuh Nala tak bergerak di lantai dengan kepala berlumur darah.
Bercak darah bekas kepala terbentur terlihat lebih pekat terdapat di sudut tempat tidur yang terbuat dari kayu itu. Genangan darah terlihat pada kaki tempat tidur.
Gama menyandarkan tubuh Nala di dada, menggoyang tubuhnya untuk menyadarkan.
GAMA
Bangun Nala... Nala...
Tidak ada reaksi dari tubuh Nala. Gama menggotong tubuhnya memindahkan ke atas tempat tidur.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Gama keluar kamar mencari minivan dan Jimi.
GAMA
(teriak)
Kang Jimi! Kaang.!
Gama melihat ke arah samping rumah besar, tempat minivan biasa terpakir. Tidak ada. Gama gusar.
Ibu Ros belum beranjak dari tempat ia terduduk melemas tadi. Masih sesenggukan dan makin melemah, menunduk berdzikir nama Nala.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Gama kembali memasuki kamar belakang rumah Bibik. Gama menggendong tubuhnya keluar kamar.
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Gama membawa tubuh Nala ke depan gang makam mencari bantuan.
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
Putih berusaha untuk kuat setelah mengingat kenangan pahitnya.
PUTIH
Aku minta maaf ya, Bik?
BIBIK
Yang penting bukan apa yang
hilang, tapi apa yang ada sekarang.
Bibik bisa menemani kamu yang
sekarang, Bibik diijinkan menemani
kamu yang sekarang.
Biarkan Bibik menggantikan Dewi
untuk menjaga kamu.
Bibik memeluk Putih lama untuk saling menguatkan.
IBU ROS
Yang Bibik sesali hanya satu. Bibik
nggak lagi bisa beli rokok.
Putih tersenyum lemah.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Gang makam kini berselimut gelap.
Jalan setapak menuju sungai sangat lengang. Penerangan jalan setapak didapat hanya dari cahaya bulan.
Bibik menyusuri tepian pemakaman, pandangannya mencari Putih.
BIBIK
Sayaang..
Nalaa..
Bibik menunduk merasakan sesuatu yang buruk.
BIBIK
Sungai..?
Bibik langsung berlari ke arah sungai.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di kamar lamanya, Putih merunduk mengintip ke bawah tempat tidur mencari gelangnya.
NALA
Gelangnya dimana, ya?
Di kolong tempat tidur hanya pemandangan hitam yang terlihat.
Putih bangkit berdiri. Putih membalik tubuh untuk kemudian memandang lama lemari.
Putih berjalan hati-hati mendatangi lemari. Putih serius mengamati lemari, ia meragu untuk membukanya.
Tangan Putih menggantung cukup lama di depan handle pintu lemari.
Hingga sebuah suara desahan panjang dan udara dingin tertiup dari celah lemari membuat Putih langsung mundur dan bergegas ke pintu kamar.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih keluar kamar, berlari di balkon menuju tangga. Putih tergesa menuruni tangga, tetapi baru menjejaki tiga anak tangga, Putih dipaksa menghentikan geraknya ketika terdengar suara gemerincing gelang dari ruang depan.
Putih langsung berbalik kembali menuju kamar lamanya.
Tiga langkah jarak dari pintu kamar. Pintu kamar lamanya terbanting keras. Putih tersentak.
Diikuti suara kuku - kuku mencakar-cakar pintu kayu.
Putih teratur melangkah mundur, terdengar suara erangan yang sangat keras dari dalam kamar lamanya.
Tak lama, suara tulang remuk mengalahkan suara gemerincing dari lantai bawah.
Putih sangat ketakutan, ia juga bingung tidak berani turun tangga.
Putih melirik pintu kamar milik Dewi. Putih masuk ke tempat Dewi.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih buru-buru masuk kamar Dewi menutup pintu. Putih bersandar di pintu.
PUTIH
Bibik apa ini? Tolong aku Bibik...
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Kaki si Hantu dari lantai bawah mulai menapaki anak tangga.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih melangkah kecil, memandang sekeliling ruangan mencari tempat bersembunyi. Putih memutuskan bersembunyi di samping sofa, tempat dimana Dewi biasa membaca. Satu sudut yang sulit terlihat dari arah pintu.
Suara langkah bergemerincing melewati pintu Dewi. Putih mengawasi pintu kamar waspada.
Beberapa lama, suara menjadi lebih hening dan tenang.
Putih mereka-reka apa yang sedang terjadi di luar kamar. Putih memberanikan diri bergerak perlahan kembali ke pintu.
Putih berusaha mencuri dengar keadaan yang sebenarnya terjadi di luar kamar. Keadaan masih hening.
Putih memegang handle pintu.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Dari luar kamar Nala. Kita mendengar sebuah erangan keras di dalam kamar Nala.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih buru-buru menjauh dari pintu kamar Dewi.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Dari luar kamar Nala. Kita mendengar di dalam kamar suara benda terbentur keras di pintu kamar.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Bibik aku nggak mau melihatnya lagi...! Aku nggak mau melihatnya lagi!
Putih kembali ke sudut kamar di samping sofa Dewi.
PUTIH
Bibik tolong... cepet kesini!
Pintu kamar Dewi dihantam sesuatu dari luar.
PUTIH
Bibik...
Putih semakin ketakutan.
Pintu berderit di dorong dari luar. Pintu terbuka penuh. Tetapi tidak ada suara gemerincing terdengar.
Putih hanya berani melihat ke lantai di belakang pintu, tempat kaki si Hantu akan menapak.
Satu kaki Hantu melangkah masuk.
Putih sangat kaget.
Kaki si Hantu kali ini berwarna putih, sangat pucat. Yang paling mencolok adalah warna kuku-kuku si Hantu yang membiru. Gaun si Hantu kali ini juga berwarna putih sangat terang.
Hawa dingin langsung terasa mengisi kamar seiring keberadaan si Hantu.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Putih menyudutkkan tubuhnya menekan pojok dinding, menutup bibirnya dengan telapak.
PUTIH
(lirih)
Bibik...
(hampir tidak terdengar)
Bibik apa ini...?
Si Hantu melangkah ke lemari Dewi.
Putih tidak berani membuat gerakan. Makin beringsut di sudut dinding.
Si Hantu memekik untuk kemudian menoleh ke Putih.
Putih semakin tidak berdaya bahkan untuk membuat sebuah gerakan kecil.
Angin dari cela-cela jendela yang terbuka mengibas-kibas rambut si Hantu dan membuat sebagian besar wajah pucat kaku si Hantu tertutupi. Hanya bola mata merah si Hantu yang tegang terlihat mencolok, marah mengancam.
PUTIH
(teriak)
Bibiik..!
Si Hantu kembali memekik seakan membalas teriakan Putih.
Tubuh si Hantu berbalik perlahan menghadap Putih.
Si Hantu melangkah ke Putih dengan langkah yang lambat, seakan setiap langkahnya dibarengi rasa sakit. Si Hantu mendekat dengan suara merintih.
Langkah si Hantu terus mendekat hingga berjarak dua langkah dari si Putih.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Tubuh Putih mendadak seperti ringan dan sesuatu seperti membantunya dan memaksanya berdiri, tetapi Putih tidak bisa menggerakkan langkahnya.
Ruangan menjadi semakin dingin membiru dan menusuk.
Hantu membuat gerakan satu langkah. Angin dari cela jendela berhenti meniup rambut si Hantu.
Putih melihat tubuh si Hantu, dan menggeser pandangannya terus naik ke leher si Hantu. Tampak guratan nadi yang membiru pekat melingkar di leher si Hantu.
Pandangan Putih terus naik mulai melihat sekilas wajah pucat beku si Hantu.
Putih tersentak ketika melihat mata merah si Hantu.
Putih goncang, seakan ia sedang ditarik-tarik ke segala arah. Putih sangat limbung, tak punya daya.
Mata si Hantu, wajah si Hantu, seringai beku si Hantu itu sangat tidak asing. Mata itu, wajah itu, seringai itu, adalah wajahnya.
Tatapan lemah Putih dan tatapan menyayat si Hantu bertemu. Sontak keduanya teriak, suara teriakan si Hantu terdengar lebih runcing, tajam, mengiris.
Suara gemerincing terdengar sangat keras dan bertubi-tubi.
Putih melemas, melemas dan roboh di tempatnya berdiri.
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Kaki Bibik melangkah cepat menaiki anak tangga.
Pintu kamar Dewi terbuka dari luar. Bibik memasuki kamar. Suara gemerincing mendadak hilang. Si Hantu sudah tidak ada.
Putih berusaha menoleh ke pintu.
BIBIK
Sayang...
Bibik menghampiri Putih, membantu Putih untuk bangkit berdiri.
Bibik menuntun Putih yang masih lemas ketakutan untuk duduk di tempat tidur Dewi.
Putih bersandar di Bibik.
PUTIH
(pelan)
Apakah aku harus menghapus kenangan bareng Gama, Bik?
..melupakan kak Gama...?
EXT. SUNGAI DUKUH - SIANG
Kamera mengambil gambar Bale bambu sungai dukuh. Kamera PAN pada aliran sungai.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Bibik menuruni anak tangga, mendatangi Putih yang tengah duduk memandang kosong meja makan yang kosong. Bibik duduk di kursi sebelah Putih.
PUTIH
Aku belum bisa melupakannya, Bi.
Bibir menumpangkan telapak tangan kanannya pada salah satu telapak tangan Putih.
BIBIK
Sabar, ya.
Sabar sayang..
EXT. JALAN SETAPAK - SIANG
Menjelang sore hari, minivan yang biasa dipakai keluarga Ibu Ros dan sedan lawas Iwan merapat di depan beranda rumah besar.
Dari pintu depan minivan keluar Gadis dan Ayah, diikuti Iwan dan Dewi keluar dari mobil Iwan. Dewi dan Gadis mengenakan pakaian hitam-hitam dan masing-masing membawa toples berisi air bercampur bunga.
INT. RUMAH IBU ROS - SIANG
Putih dan Bibi masih duduk di meja makan. Putih menoleh ke ruang depan.
PUTIH
Kak Dewi...!?
Putih beralih ke Bibik.
PUTIH
Bik, Kak Dewi…
BIBIK
Iya. Dewi, Gadis dan ayahmu datang…
PUTIH
Bik, aku kangen kak Dewi,... Aku kangen kak Dewi.
BIBIK
Iya, Bibik tahu.
PUTIH
Aku kangen Gadis...
BIBIK
Walaupun kamu tidak lagi hadir
dihadapan mereka, hati mereka
masih menyimpan sayangnya
untuk kamu. Gama...Dewi...,Gadis…
Bibik memandang foto Ibu Ros di tembok ruang tengah
BIBIK
…mungkin juga ibu kamu. Dia memang
keras, tapi Bibik yakin masih ada
sayang di hatinya.
Panjatkan harapan baik untuk
mereka, sebagaimana mereka
mendoakan kamu. Dan biarkan doa
kalian yang saling bertemu.
...Biarkan doa kalian yang bertemu.
Putih berdiri berjalan ke arah ruang tamu.
PUTIH
Kak Dewiii…
Kaak...
EXT. RUMAH AYAH - SIANG
Ibu Ros berjalan di halaman belakang rumah. Ibu Ros mendatangi pohon Kamboja. Ibu Ros memungut beberapa kelopak bunga yang jatuh di tanah.
INT. RUMAH AYAH - SIANG
Ibu Ros memasuki kamarnya. Ibu Ros duduk di bibir tempat tidur.
Ibu Ros meletakkan satu persatu kelopak bunga Kamboja di depan foto Nala di meja samping tempat tidur.
Mata Ibu Ros berkaca kaca memandang foto Nala.
Ibu Ros mengambil foto Nala dan menempelkannya di dadanya. Ibu Ros tersedu.
EXT. PEMAKAMAN DUKUH - SIANG
Ayah berdampingan dengan Gadis, sedangkan Dewi berdampingan dengan Iwan duduk mengelilingi pusara dengan nisan terpahat nama Nala. Dengan mata mulai basah, Dewi dan Gadis menaburkan bunga di atas pusara.
Dewi beranjak berdiri meninggalkan Ayah, Gadis dan Iwan yang masih khusuk di depan pusara.
Iwan menghampiri Dewi yang berdiri beberapa langkah membelakangi pusara Nala. Iwan merangkul bahu Dewi berusaha menenangkan isak Dewi.
IWAN
Kamu yang ikhlas, ya?
DEWI
Nala kak!... Nala...!
Dewi sesenggukan memanggil nama adiknya.
DEWI
Naalaa...
IWAN
Iya. Sudah. Nala anak baik, dia
pasti menemukan kebahagian di
manapun dia berada sekarang.
Iwan membantu mencopot kaca mata Dewi. Iwan mengusap air mata di kedua pipi Dewi.
Dewi tidak lagi kuasa membendung air mata kepalanya bersandar di dada Iwan.
EXT. PEMAKAMAN DUKUH - SIANG
Iwan menoleh ke ayah dan Gadis, sebelum merangkul dan menuntun Dewi menjauh dari pusara Nala.
IWAN
Kita nunggu ayah di mobil aja, ya?
DEWI
NAALAA..!
Dewi makin keras diantara sesenggukannya.
Iwan mengelus punggung Dewi untuk menenangkan.
IWAN
Yakinlah dia bahagia, yakinlah dia bahagia. Ya?
Sesengguk Dewi makin keras seiring langkahnya menjauh dari pusara. Iwan membimbing Dewi menepi dari tengah pemakaman. Gadis tampak menyusul Dewi, tampak Gadis berkali kali mengusap matanya dengan sapu tangan.
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Bayangan bulan menari pada riak aliran sungai.
Putih senyum melihat pemandangan bulan. Kamera PAN menyorot bulan.
O.S. GAMA
Tumbuhan apa, ya?”
O.S. NALA
Bangkai juga?
O.S. GAMA
Eh, istilah buat tumbuhan mati…
kalo nggak salah, sayur.
O.S. NALA
Kok sayur ? Ngawur. Kebiasaan nih
kak Gama…
O.S. NALA
Aaah, oke maaf... maaf!! Kak Gama.
Aku abis luluran loh!
O.S. GAMA
Abis luluran ya? Makanya jangan
cari gara-gara...
O.S. NALA
Aahh… tuh kan, jadinya basah. Kak
Gama jahat! Lulurnya jadi luntur, nih?
Hayo, tanggung jawab!
O.S. GAMA
Tadi bilang lulurnya palsu…
O.S. NALA
Iya, hi hi…
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Masih memandang air yang memantulkan bulan, Putih tersenyum kemudian mendongak ke langit malam.
Pandangan Putih bergeser memandang bulan.
PUTIH
Kak Gama lihat, deh. Bulannya
cantik, ya?
Kak Gama, nggak pingin nulis
cerita tentang bulan? Pasti bagus.
Pasti banyak yang suka.
Putih beralih memandangi lama aliran sungai yang masih menampilkan bayangan bulan hampir purnama.
PUTIH
Kak Gama, aku kangen..
Aku kangen, kak...
EXT. SUNGAI DUKUH - MALAM
Kamera menyorot pohon bambu tepi sungai menjatuhkan sulurnya di atas aliran sungai Dukuh.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Gama keluar rumah. Gama berjalan ke arah gang makam.
Dari kejauhan, Putih dari arah sungai hampir mencapai rumah Bibik, langsung menepi untuk menyembunyikan diri. Putih menggeser langkahnya pada kegelapan pepohonan, Putih tidak ingin Gama melihatnya.
Sementara itu, sebelum jauh dari teras rumah, Gama hampir menoleh, sesuatu seperti memanggilnya.
Gama meragu untuk menengok, Gama melanjutkan langkah majunya.
EXT. WARUNG BU PIYE - MALAM
Gama mendatangi meja panjang. Bu Piye menoleh ke Gama.
Gama duduk di depan Bu Piye di meja panjang.
BU PIYE
Kopi, Gam?
GAMA
Iya, Bu. Kopi hitam.
BU PIYE
Sebentar, ya..
Bu Piye memindahkan mangkuk, wadah untuk bawang yang ia kupas, dari pangkuannya ke atas meja panjang.
Gama merogoh kantong celana tiga perempat untuk mengeluarkan bungkus rokok.
Gama melihat ke arah si Belang. Si Belang yang tertidur di bawah meja sayur terbangun, bergerak menyusul Bu Piye masuk dapur.
Dari memandang si Belang, Gama menengok ke gapura gang makam.
Gama menyalakan rokok dengan pandangan tidak putus dari gang makam. Hingga dua kali menghela asap rokok, Gama terus melihat ke gang makam.
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Sepanjang scene ini terdengar suara dari memori Putih ketika menumpahkan kopi Gama.
O.S. NALA
Kak... Gelasnya...
O.S. GAMA
Baju kamu nggak kena,?
O.S. NALA
Maaf ya, kak. Besok aku bawain nasi goreng yang lebih enak deh, buat ganti kopi kak Gama yang tumpah.
O.S. GAMA
Janji ya?!
O.S. NALA
Iya. Memangnya aku pernah bohong
ke kak Gama.
O.S. GAMA
Sering, kalee..
O.S. NALA
Ya, kalo kepepet apa boleh
buat, kak.
O.S. GAMA
Kamu mah, banyak kepepetnya..
O.S. NALA
Mm iya, bener.
O.S. NALA dan GAMA
tertawa kecil bersama.
Putih berdiri di ruang tamu rumah Gama.
Pandangan pertama Putih jatuh pada bingkai foto Gama ketika masih kecil. Putih merapat ke foto.
Putih tersenyum memandangi lama foto Gama. Putih tersenyum
CUT TO FLASH BACK :
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di kamar Dewi. Nala tiduran di samping Dewi.
NALA
Kak Dewi, tetangga kita ternyata
lumayan, loh.
DEWI
Kamu ketemu dia?
NALA
Iya, waktu aku ke warung depan,
kebetulan dia juga belanja di sana.
DEWI
Trus?
NALA
Yaudah, pulangnya jalan bareng.
Dewi mencolek hidung Nala.
DEWI
Ciee… Nala. Eh, ngomong-ngomong
namanya siapa?
NALA
Eeh… nggak tahu
DEWI
Hah, kok belum kenalan?
NALA
Ya malu, Kak. Masa cewek tanya
duluan. Dia manggil aku dek dek
gitu, ya aku balik panggil dia
kak aja.
DEWI
Besok kak Dewi kenalan, ah. Siapa
tahu dia naksir kak Dewi.
NALA
Wah, kak Dewi kok gitu sih. Aku yang
ngobrol dulu, kok.
DEWI
Ya, kamu nggak mau kenalan. Kan
siapa tahu ini rejeki kak Dewi.
NALA
Hii, kak Dewi kok gitu, sih?
Nala menggelitik Dewi.
DEWI
Ih Nala geli! Genit banget sih
adik aku ini…
NALA
Ehm. Yaudah, besok kalau ketemu
lagi, aku tanya namanya. Tapi kak
Dewi jangan kenalan dulu.
DEWI
Nah gitu... cie cie Nala cie cie…
Dewi mengelus elus dagu Nala.
NALA
Kak Dewi apaan sih…
Nala kembali menggelitik Dewi.
DEWI
Ih Nala geli, udah... Nalaaaa.
CUT TO :
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Putih perlahan memasuki ruang makan.
CUT TO FLASH BACK :
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Nala dan Gama duduk di ruang makan. Tampak camilan keripik dan dua buah mug di depan masing masing. Beberapa lembar kertas berisi catatan tergeletak di atas meja makan. Gama sedang memegang bolpoin dan kertas berisi catatan.
Nala mengangkat mug dan menempelkan bibir mug dengan bibirnya.
NALA
Cewek kak Gama mana, kok nggak
pernah main ke sini, rumahnya
pasti jauh, ya?
Gama menoleh ke Nala.
GAMA
Ada apa nih tanya-tanya masalah
cewek. Ehmm, jangan-jangan kalau
aku belum punya cewek, kamu pingin
jadi cewek aku, ya?
NALA
Enak aja, aku cuma iseng tanya, kok.
Yee ge-er?
GAMA
Cuma iseng tanya, apa cuma iseng
banget?
NALA
Udah ah. Kenapa dibahas, sih?
Nala menegak isi mugnya.
GAMA
Padahal, kalau kamu mau jadi cewek
aku, aku rela setiap hari gendong
kamu buat ngantar kamu berangkat
sekolah.
NALA
Ngawur. Gendong? Memangnya jamu?
GAMA
Beneer. Aku rela gendong kamu setiap
berangkat ke sekolah tanpa mengeluh.
Tapi karena sekolah kamu jauh, aku
mau gendong kamu. Tapi ada tapinya..
NALA
Ehmm ada syaratnya?
GAMA
Iya ada syaratnya. Ehm, kalau aku
capek, boleh berhenti dulu buat istirahat.
Trus ehm. pulang sekolahnya,
gantian kamu yang gendong aku buat
baliknya ke sini, biar aku nggak capek,
dan bisa nganter kamu besoknya lagi.
Hi hi hi…
NALA
Yeee, enak aja.
GAMA
Aku lumayan cihui, dan hmm, kamu
manis dipandang dari sudut tertentu.
Ya udah, kita berpasangan aja,
nggak usah pakai ribet. Gimana?
CUT TO FLASH BACK:
INT. RUMAH IBU ROS - MALAM
Di kamar Dewi. Dewi tidur ditemani Nala. Dewi sudah tertidur, tapi Nala belum. Nala senyum sendiri memeluk Dewi.
DEWI
Nala sudah malam. Tidur..
Nala merangkul Dewi lebih erat.
DEWI
Nalaa..
CUT TO :
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Putih duduk di salah satu dari tiga kursi meja makan. Putih memandang sekeliling ruang makan. Pandangan Putih berakhir pada sebuah mug yang menggantung di rak dapur.
PUTIH
(lirih)
Hi hi, gelasku masih ada?
CUT TO FLASHBACK :
INT. RUMAH GAMA - SIANG
Nala dan Gama duduk di makan. Keduanya sedang menikmati es durian di mangkok.
Gama melihat isi mangkoknya, mengaduk aduknya dengan sendok.
GAMA
Kok aneh, ya?
Nala ikut melihat mangkok Gama.
NALA
Aneh kenapa, kak? Esnya?
Gama menoleh ke Nala.
GAMA
Aneh. Hari ini kok kamu manis
banget? Es duriannya kalah..
Nala mencubit lengan Gama.
GAMA
Aduh, sakit Nala.
NALA
Gak ada acara ngegombal. Emang
tiap hari aku nggak manis?
GAMA
Oh, ya. Kamu kan suka yang
romantis, tuh. Aku punya satu
yang spesial buat kamu. Mau?
NALA
Boleh…
GAMA
Jadi putri ini punya sepatu dari kaca..
NALA
Sepertinya pernah denger.
Dongeng sepatu kaca?
GAMA
Iya..
NALA
Kok dia bisa punya sepatu terbuat
dari kaca. Aneh?
GAMA
Kan dapat dari souvenir
pernikahan...
Nala dan Gama tertawa bersama.
CUT TO :
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Putih tersenyum. Putih beralih mengamati kertas-kertas yang berserak di atas meja makan. Putih memandang lama satu kertas berisi sebuah prakata untuk novel terbaru Gama.
PUTIH
Romansa Putih?
Putih memandangi kertas berisi prakata untuk novel terbaru Gama.
POV Putih : lembaran berisi prakata novel Gama.
O.S. GAMA
Aku anti roman picisan dan bangga
akan itu. Tapi kali ini aku harus
menarik kata-kata itu. Aku akui
sebuah roman bisa…
Putih pindah duduk. Putih membaca bagian bawah. POV Putih : lembaran berisi sebuah puisi berjudul -ROMANSA PUTIH-
O.S. GAMA
diam mendengar sang sunyi
detaknya bersahutan
menyepi
bisik hening raih angan
melayang…
Putih berhenti membaca, melirik ruang depan.
PUTIH
Ini seperti puisi yang dibaca Bibik?
Putih kembali menunduk, memandang kertas di depannya.
O.S. GAMA
‘diam dan sunyi
entah kemana senyummu
detaknya bersahutan ingatkan
lakumu
menyapa bisu menyepi sepi
hening redupkan angan
hantar pada terang rona
candamu
penuhi relung jantung
dengan warna benderang
warna dari nuansa sejuk
pula warna semerbak cahaya
dan kini warna itu telah
bernama
sewangi seharum Nala
semusim tanpa raga
tapi bayangnya terasa Putih
bening terangi arah
ya, warna itu telah bernama
terukir pena di sudut karya
dalam sebuah asa romansa
asa nan terasa Putih
bening
sewangi seharum Nala’
INT. RUMAH GAMA - MALAM
Selesai membaca puisi, Putih sontak tersenyum sangat bahagia.
PUTIH
Puisi itu...
Bibik. Puisi Bibik itu..
ada namaku..
Putih terbata.
PUTIH
(tertawa yang ditahan)
Puisinya ada namaku... kak Gama
masih sayang aku, Bik…
Puisi Bibik itu bercerita tentang
aku, Bik...
... kak Gama masih sayang aku...
Putih memaksa langkah lemahnya meninggalkan ruang makan.
Ketika melewati kamar Gama, satu benda terjatuh.
Putih menoleh ke kamar.
POV Putih. Topi pemberian Nala yang sobek dan belum sempurna terjatuh dari meja. Tergeletak di lantai.
PUTIH
Topi itu...
Bisik Putih bahagia.
PUTIH
Kak GAMAAA...!
Putih histeris. Putih bergegas menuju pintu keluar.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Putih berjalan di jalan setapak ke arah rumah Bibik.
PUTIH
Bibik.. kak Dewi…
Aku bahagia deh, bahagiaa…
Kak Dewi..., tetangga kita namanya Gama…
Suara Putih masih terbata.
PUTIH
.. Namanya Gama kak... dan aku
sayang dia…
… kak Gama…!
Putih terhuyung mendekat ke rumah Bibik.
EXT. JALAN SETAPAK - MALAM
Gama memasuki gapura gang makam. Wajah Gama yang menunduk dipaksa mendongak.
Gama melihat cahaya sangat terang di rumah Bibik. Seakan ribuan lilin kompak bercahaya putih di tengah rumah Bibik.
Cahaya putih itu memaksa menerobos keluar dari setiap celah lubang rumah Bibik. Pintu, jendela, celah genteng.
Gama langsung berlari menuju rumah Bibik.
Semakin Gama mendekat, cahaya putih semakin meredup dan memudar. Sesampai di depan rumah Bibik, cahaya putih itu benar-benar padam menghilang.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Gama memasuki rumah Bibik. Gama melihat sekeliling. Tidak ada siapapun.
GAMA
Nalaa..?
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Gama memasuki kamar depan, melihat sekeliling kamar.
GAMA
Nalaa..?
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Gama memasuki kamar Putih.
GAMA
Nalaa!
Gama memeriksa sekeliling kamar.
INT. RUMAH BIBIK - MALAM
Gama keluar dari arah dalam rumah Bibik. Gama duduk di kursi tamu.
Gama memandang lurus ke arah pintu rumah besar.
POV Gama : pintu rumah besar.
Gama tersenyum lega. Gama mengusap bergantian sudut luar mata kanan kirinya.
GAMA
Nalaa..
POV Gama : pintu rumah besar di malam hari.
CUT TO :
INT. RUMAH BIBIK - SIANG
POV Gama pintu rumah besar di siang hari.
Mulai dari sini, kamera PAN maju hingga menabrak pintu besar. Dengan adegan Nala dan Gama berikut :
Gama mengenakan celana tiga perempat, berjalan dari arah rumahnya, menoleh ketika Nala memanggilnya. Gama berhenti tepat lurus dengan pintu rumah besar. Salah satu tangan Gama menjahit rokok.
O.S. NALA
Kak...! Kak Gama...!
Tunggu....kak!
Nala mengenakan seragam putih abu dan tas hitam, berlari ke depan Gama.
NALA
Uh... capek...whuuh...
GAMA
Siapa juga suruh lari-lari?
Baru pulang?
NALA
Iya. Kak Gama mau kemana?
GAMA
Ke Sungai.
NALA
Sungai? ngapain?
GAMA
Mancing...
NALA
Mana pancingannya?
GAMA
Mancingnya, mancing inspirasi
buat novel.
NALA
Oh gitu. Mana pancingannya?
Gama mengacungkan rokoknya. Gama menyesap rokoknya.
NALA
Aku ikut, ya?
GAMA
Boleh.
NALA
Bawa jus enak nih, buat nongkrong!
GAMA
Boleh.
NALA
Mancingnya lama, nggak?
GAMA
Ya lumayan. Tergantung juga, sih.
Emm. Tapi kayaknya lumayan
lama.
NALA
Sekalian bawa bekal aja, kalo
gitu?
GAMA
Kamu laper?
NALA
Hmm..
GAMA
Ya udah. Bawa.
NALA
Masuk kak. Nunggu di dalam aja!
GAMA
Iya.
Nala membuka pintu rumah besar untuk kemudian masuk, diikuti Gama masuk rumah. Pintu ditutup dari dalam.
Kamera menabrak pintu.
-Amiin-