85 INT. RUMAH AGUSTA – SORE
Manjari duduk di depan Agusta. Ia menulis sesuatu di secarik kertas.
MANJARI
Aku benar-benar gak punya waktu lagi.
(Ia menyodorkan secarik kertas itu)
AGUSTA
Ini yang nama detik-detik cobaan!
(Menerima secarik kertas itu sambil nyengir)
MANJARI
Sialnya sudah mencari no telefon rumah di mana-mana. Tapi aku benar-benar gak ingat lagi. Padahal, cuma 6 digit saja dan aku bisa lupa. Sialan! Sudah kucek juga di Telkom, tapi alamat rumah Nenek ternyata gak terdeksi.
AGUSTA
Sudah tenang saja, nanti aku akan langsung ke sana untuk mengabarkan kepergianmu. Gak usah terlalu dipikirkan. Berangkat saja.
Manjari menarik napas panjang.
MANJARI
Kalau begitu aku berangkat sekarang!
Manjari mulai bangkit, Agusta mengikutinya.
CUT
86 EXT. JALAN DEPAN RUMAH MANJARI – SORE
Mobil VW berenti tepat di rumah Manjari.
Padra memperhatikan sekilas sekelilingnya.
PADRA
Apa ini rumahnya? Jalan Tambora Regency No. 3, pagar hitam dengan cat rumah warna krem?
Matarri mengangguk.
MATARRI
Iya, Om, itu rumahnya.
Mereka kemudian mulai keluar dari mobil.
CUT
87 EXT. TERAS RUMAH MANJARI – MALAM
Matarri mengetuk-ngetuk rumah.
MATARRI
Ayah... Ayah...
Tak ada sahutan.
UPIS/MOMOA
Om! Om!
Tetap tak ada sahutan.
PADRA
Sepertinya rumah memang kosong.
Padra ikut melongokkan kepala ke kaca rumah, tapi ia tak melihat apa-apa.
PADRA
Kalian gak saling menyimpan tempat kunci rahasia? Misalnya di bawah pot atau...
Matarri menggeleng.
Tak lama kemudian muncul tetangga Matarri (40 tahun).
TETANGGA MATARRI
Neng Matarri? Kenapa kamu di sini?
Matarri mengenali suaranya
MATARRI
Ibu Sanusi...
TETANGGA MATARRI
Bukannya ayahmu ke Belanda sore tadi?
MATARRI
(Terkejut)
Ke Belanda?
PADRA/UPIS/MOMOA
(Terkejut dan saling bertatapan)
Sudah pergi ke Belanda?
TETANGGA MATARRI
Kukira Neng Matarri sudah tahu...
MATARRI
Ya, sudah tahu rencananya, tapi gak menyangka kalau... secepat ini berangkatnya...
TETANGGA MATARRI
Katanya memang sedikit mendadak dari rencana awal.
Matarri hanya bisa mengangguk lemah
Tetangga Matarri pun berlalu.
PADRA
(Menepuk pundak Matarri)
Jangan bersedih! Kalau baru berangkat ke bandara, itu artinya pesawatnya belum berangkat. Biasanya orang ke bandara 2 jam dua sebelum waktu penerbangan. Soalnya buat jaga-jaga. Jadi selama masih ada waktu, ayo kita susul saja ke bandara
Matarri nampak ragu-ragu.
MATARRI
Tapi, Om...
Namun Upis dan Momoa yang menyambut dengan semangat.
MOMOA
Ayo lanjutkan!
UPIS
Ini pasti belum terlambat!
Karena kalau terlambat, ayahmu pasti berangkatnya kemarin!
CUT
88 EXT. JALANAN – PAGI
Mobil Mobil VW Combi Padra berjalan menembus keramaian senja. Meliuk ke kiri dan ke kanan di jalanan beraspal.
CUT
89 EXT. BANDARA – MALAM
Bandara Halim di antara matahari yang mulai tenggelam.
CUT
90 INT. SUDUT 1 - BANDARA – MALAM
Padra berlari di depan memasuki Bandara. Di belakangnya, Upis menggandeng Matarri berlari kecil terus mengikutinya. Sementara Momoa nampak kesusanan tertinggal di belakang.
Padra menghentikan langkahnya di layar monitor keberangkatan. Ia memandangi jadwal pesawat yang ada di situ.
Upis, Matarri dan Momoa mendekat.
MOMOA
Apakah pesawatnya sudah berangkat?
PADRA
Sebentar, sebentar... Kenapa seperti gak ada ya?
UPIS
Kalau gak tertulis... bukannya itu artinya sudah berangkat?
Padra tak menjawab.
Raut wajah Matarri nampak sedih. Upis mencoba menghiburnya.
PADRA
Tenang, tenang! Om Padra sudah hapal situasi kayak gini! Di film-film selalu ada adegan begini. Kalau orang yang kita cari di bandara biasanya selalu gak pergi. Ia akan tiba-tiba muncul begitu saja! Bisa jadi ia akan muncul sambil lari-lari dari sana...
(Menunjuk Ruang keberangkatan)
Atau malah tiba-tiba saja sudah menyentuh pundakmu sambil bilang, “Matarri?”
UPIS
Tapi ini kan bukan film Om!
PADRA
Tapi film-film juga kan dibuat dari kisah yang sebenarnya terjadi...
UPIS
Sudah, sudah!
(Menoleh pada Matarri)
Sepertinya... kamu gak bisa berharap... bertemu ayahmu lagi...
Matarri hanya diam. Wajahnya terlihat sekali begitu sedih.
MATARRI
Apa aku bisa... menunggu beberapa menit?
Upis menoleh pada Padra dan Momoa, sebelum akhirnya mengangguk.
DISSOLVE TO