Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Mata Matarri
Suka
Favorit
Bagikan
8. Bagian #8

43  EXT. TERAS - RUMAH NENEK DADALI – SIANG

Nenek Wanda, Nenek Asih dan Kakek Udin masih di situ menemani Matarri makan bubur. Mereka memperhatikan Dalina.

Saat itulah Nenek Dadali kembali keluar rumah.

NENEK DADALI
Itu... ibumu...


Matarri terkejut.

Dalina memasuki halaman dan mendekat ke teras.

DALINA
Selamat siang, Ibu... Aku hanya ingin bertemu Matarri...


Nenek Dadali tak menjawab, tapi Matarri sudah melangkah mendekat.

Dalina membawanya sedikit menjauh.

NENEK WANDA
Jadi benar... ia berniat meninggalkan anaknya begitu saja?

NENEK ASIH
Aaah, Matarri harusnya tak menemuinya lagi!

CUT


44  EXT. JALAN DI DEPAN RUMAH NENEK DADALI – SIANG

Dalina berdiri dengan jarak 3 meter di depan Matarri.

DALINA
Kamu baik-baik saja di sini kan, Sayang?

MATARRI
(Mengangguk)
Ada apa Ibu ke sini?

DALINA
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Ibu akan pergi jauh. Dan ini mungkin... terakhir kali Ibu bisa melihatmu lagi.


Matarri tak bisa berkata apa-apa. Mair matanya menggenang di matanya.

DALINA
Maafkan Ibu ya...


Matarri terdiam sesaat, sebelum akhirnya menggeleng.

MATARRI
Ibu gak salah apa-apa.


Danila malah menggeleng.

DANILA
Ibu bukan ibu terbaik buatmu. Tapi kamu... anak ibu terbaik selalu...


Danila melangkah ke depan, dan memeluk Matarri.

DANILA
Kamu akan selalu jadi anak Ibu yang terbaik...


Sesaat keduanya berpelukan. Danila menciumi Matarri berkali-kali.

Lalu Danila mulai melepas pelukan itu.

DANILA
Sekarang, Ibu pergi...


Lalu Danila melangkah pergi, dan masuk ke dalam mobil. Tak lama mobil pun bergerak pelan meninggalkan Matarri yang masih berdiri.

MATARRI (V.O.)
Walau hanya bersama Ibu 10 tahun, tapi Ibu juga yang terbaik buatku...


CUT                                    


45  INT. RUMAH MANJARI – MALAM - FLASHBACK

Televisi menyiakan film Encanto.

Manjari duduk di sofa sementara Matarri duduk di pelukan ayahnya.

MANJARI
Ternyata paman Mirabel yang namanya Bruno itu bersembunyi di balik dinding-dinding rumah. Nah sekarang Mirabel berusaha mengejarnya...


Keduanya menonton film sampai usai.

MANJARI
Itu tadi adegan terakhir, Sayang. Sekarang filmnya selesai.


Matarri mengangguk.

MANJARI
Gimana... kamu suka filmnya?


Matarri mengangguk lagi.

MANJARI
Apa Ayah cukup bagus menjelaskannya?

MATARRI
Lumayan... walau tak sebagus Ibu.


Manjari tertawa.

MANJARI
Kamu kangen Ibumu?


Matarri terdiam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk.

MANJARI
Jangan pernah membenci Ibumu. Semua Ayah yang salah. Dulu Ayah menjanjikan banyak hal buatnya, tapi Ayah gagal melakukannya.
(Suaranya tercekat)
Ayah malah terus membebaninya dengan merawatmu seorang diri. Jadi Ibumu sama sekali tak salah. Ia berhak bahagia di luar sana...


Matarri terdiam sesaat.

Di depan anaknya itu, Manjari menahan tangisnya. Tapi Matarri seperti menyadarinya. Tangan Matarri menyentuh wajah Manjari, dan menemukan air mata itu, lalu pelan-pelan menghapusnya dengan punggung jarinya.

MATARRI
Seperti Ayah bilang dulu... kalau Ayah sedih... aku sedih... jangan sampai Ibu juga sedih! Harus ada satu dari kita yang bahagia kan? Agar dunia gak dipenuhi oleh orang-orang yang sedih saja...    


Manjari tertawa tertahan.

MANJARI
Kamu ini.. pintar sekali mengulang kata-kata Ayah dengan versimu sendiri...


Matarri hanya tersenyum

CUT


46  INT. RUANG TENGAH - RUMAH NENEK DADALI – MALAM

Nenek Dadali duduk berdua dengan Matarri siap untuk makan.

NENEK DADALI
Mau apa Ibumu tadi ke sini? Ia sampai tak berpamitan denganku...

MATARRI
Ibu hanya berpamitan saja.

NENEK DADALI
Oooh... apa ia sudah menemukan laki-laki pengganti Ayahmu?


Matarri tak menjawab.

CUT


47  EXT. TERAS RUMAH PADRA – PAGI

Nenek Dadali mengetuk pintu. Sampai beberapa tapi tak ada yang menjawabnya.

Di ketukan yang ketika, barulah muncul Padra. Nampak baru bangun dari tidur.

NENEK DADALI
Kamu ke mana saja? Nenek menunggu kabar darimu!

PADRA
(Menggaruk-garuk kepalanya)
Maaf Nek Dada, sebenarnya aku sudah mendapatkan beberapa hari lalu, tapi...


Padra nampak tak berani melanjutkan kalimatnya.

CUT


48  INT. WARUNG KOH SOLEHAN – SIANG

Nenek Dadali dengan gerakan terburu-buru, mendekati Nenek Wanda, Nenek Asih dan kakek Udin yang sedang makan di situ.

NENEK DADALI
Harusnya kalian ini tidak ikut campur urusanku!

Semua nampak kaget.

NENEK WANDA
Ada apa sih? Kamu ini kog dateng-dateng marah-marah?

NENEK DADALI
Bisa-bisanya kalian menyuruh Padra gak menyampaikan informasi yang kucari!
NENEK WANDA
Oooh! Kamu ini yang terlalu keras! Aku yakin, kamu tahu kalau panti asuhan di sekitar sini pastilah jelek dan menakutkan. Kenapa kau tetap tega menitipkan cucumu satu-satunya ke sana!

NENEK DADALI
Kalian benar-benar ikut campur!

NENEK WANDA
Kalau kau tak mau merawatnya, biar aku saja yang merawatnya. Ia tak akan kelaparan di rumahku!
NENEK DADALI
Kau ini!


Nenek Dadali nampak akan menyerang Nenek Wanda. Namun mendadak ia nampak kesakitan dan memegangi dadanya.

Nenek Dadali mundur selangkah dengan kaki goyah.

Nenek Wanda nampak kaget.

NENEK WANDA
Hei, kenapa kamu?


Nenek Dadali tak menjawab. Napasnya terdengar sesak.

Koh Hadi yang ada di situ bersama Solehah yang kemudian mendekatinya.

SOLEHAH
Nek! Nek! Nenek gak papa?

KOH HADI
(Memegang tangan Nenek Dadali)
Nenek, sepertinya sakit ya?


Tapi Nenek Dadali tetap tak menjawab.

Saat rasa sakitnya hilang, ia tak bicara apa-apa lagi. Ia hanya beranjak meninggalkan warung itu.

CUT

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar