Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Mata Matarri
Suka
Favorit
Bagikan
4. Bagian #4

19  EXT. RUANG TAMU - RUMAH MANJARI – MALAM

Manjari duduk berdua dengan Agusta (40 tahun). Manjari hanya minum kopi di gelas ketiganya, sedang Agusta tak henti merokok dan juga minum kopi.

AGUSTA
Aku sudah tahu siapa saja yang mengajukan permohonan residensi tahun ini. Jelas sekali gak ada yang lebih pantas dari kamu. Penulis 40 buku, hahaha...


Manjari menyesap kopinya lagi.

AGUSTA
Asal kamu tahu aku juga sempat mengobrol dengan salah satu kawanku di sana. Katanya namamu memang ada di daftar nomor satu.
Mantap, ini pasti tahunmu. Jangan lupa traktir aku makan enak sehabis pengumuman nanti.


Manjari mengibaskan tangannya.

MANJARI
Jangan mikir yang terlalu jauh dulu ah!

AGUSTA
Ini bukan ngomongin yang terlalu jauh. Namanya juga residensi penulis, kan mudah dicek dari karya-karyanya.


Manjari tak lagi menanggapi.

CUT              


20  EXT. TAMAN - DESA – SORE

Mendung sore ini, Matarri, Upis dan Momoa duduk bertiga di taman desa.

MOMOA
Enaknya kamu gak bersekolah!

MATARRI
Di kota aku bersekolah di sekolah khusus.

UPIS
Bukankah harusnya kamu bersekolah di sini?


Matarri mengangguk.

MATARRI
Tapi mungkin sebentar lagi aku juga akan pergi...


Upis dan Momoa hanya saling berpandangan.

Hujan tiba-tiba datang. Upis dan Momoa segera menarik tangan Matarri untuk berteduh di sebuah rumah kosong.

MOMOA
Ah, hujan begini akan lama. Padahal aku belum makan.

UPIS
Aku sudah, weeek. Eh, tapi kamu sudah makan apa belum Matarri?


Matarri hanya mengangguk.

MATARRI (V.O.)
Padahal siang ini belum. Dari pagi Nenek pergi dan di kulkas tak ada apa-apa...


CUT


21  EXT. JALAN 2 - DESA – SORE

Dalam hujan, Nenek Wanda (65 tahun) berjalan dengan payungnya. Ia berhenti dan seperti mendengar sesuatu di kejauhan.

MATARRI (V.O.)
Padahal... siang... ini... belum....


Nenek Wanda menajamkan telinganya sambil membuang pandangan ke sekelilingnya.

MATARRI (V.O.)
Dari... pagi... Nenek... pergi... dan... di... kulkas... tak... ada... apa-apa...


Nenek Wanda tersenyum melihat 3 bocil sedang berteduh di sebuah rumah kosong.

CUT


22  EXT. TERAS RUMAH KOSONG - DESA – SORE

Nenek Wanda datang menghampiri Matarri, Upis dan Momoa.

MOMOA
Eh, Nenek Wanda!

UPIS
(Heran)
Kenapa Nenek ke sini?

NENEK WANDA
(Hanya tersenyum)
Ini Nenek belikan makan buat kalian yang belum makan dari tadi siang.

MOMOA
(Matanya berbinar)
Wooo, asyiiik...


Matarri menatap Nenek Wanda dengan tatapan tak percaya.

CUT


23  INT. RUANG TENGAN RUMAH NENEK DADALI – PAGI

Nenek Dadali sedang mengepel lantai. Sementara Matarri duduk di kursi tengah.

MATARRI
Apakah Nenek mau aku yang mengepel? Di rumah dulu, aku selalu mengepel lantai.

NENEK DADALI
Tak usah. Mau makanlah saja! Kemarin aku tak sempat menyiapkan makan, karena harus pergi menyekar...

MATARRI
Menyekar... siapa?

NENEK DADALI
Siapa lagi kalau bukan adik ayahmu itu? Mungkin kau tak terlalu ingat dirinya, ia sudah lama meninggal...

         

Matarri diam. Ia teringat sesuatu.

MATARRI
Tentu saja aku ingat... Paman Andaru...

CUT


24  EXT. RUANG TENGAH - RUMAH MANJARI – MALAM - FLASHBACK

Manjari sedang menurunkan pigura foto pernikahannya.

MANJARI
Karena ibumu tak di sini lagi, foto ini harus diganti.


Matarri hanya diam.

MANJARI
Dan karena kita hanya punya 1 pigura besar lainnya, jadi foto pamanmu ini yang menggantikannya. Kamu tak keberatan kan? Nanti kalau ayah punya waktu, kita bisa foto di studio untuk menggantikannya!


Matarri menggeleng.

MATARRI
Aku gak keberatan. Toh, Paman memang orang yang baik.  

MANJARI
Ah, kamu masih terlalu kecil untuk mengenangnya. Kalau kamu sedikit lebih besar, kamu pasti lebih menyayangi Pamanmu itu daripada Ayahmu ini. Dia.. memang orang yang baik. 

MATARRI
Ayah, serius?  


MANJARI
Tentu saja. Ayah pernah hmmm, marah-marahan dulu dengannya, dan setiap ayah mencoba mencari satu keburukannya, yang Ayah temukan malah belasan kebaikannya...

MATARRI
Aaah... sampai seperti itu yaaa...  


Manjari mengangguk, dan memasang foto adiknya itu.

Begitu selesai, ia memandanginya beberapa lama.

CUT

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar