Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di bawah langit kelam yang penuh luka,
Ibu Pertiwi menangis dalam diamnya,
Membasuh bumi dengan air mata darah,
Menyaksikan pemerintah yang merapuh,
Dan demokrasi yang terbujur kaku,
Di altar kekuasaan rezim duduki tirani.
Teriakan Garuda kini teredam,
Di balik kabut biru nan pekat,
Sang saksi bisu atas hilangnya suara,
Dari rakyat yang dulu merdeka,
Kini terkunci dalam belenggu janji palsu,
Yang teranyam rapi di setiap detik kekuasaan.
Merdeka, katanya, namun merdeka untuk siapa?
Ketika lidah-lidah pedas itu digoyahkan,
Dan pena-pena tajam itu dipatahkan,
Di antara rantai aturan yang kian menjerat,
Menghimpit hati nurani yang dulu lantang,
Kini tersisa hampa, dalam sunyi yang mematikan.
Lalu, siapa yang menyulut api ini?
Api yang membakar harapan menjadi abu,
Membakar mimpi menjadi kenangan pahit,
Di negeri yang dulu dijanjikan sejahtera,
Kini tersisa kehampaan di setiap sudut kota,
Dan bisikan kematian demokrasi yang kian keras.
Ibu Pertiwi, dalam duka yang tak tertanggungkan,
Mengangkat tangannya yang lelah,
Meratap pada langit, pada bumi,
Pada rakyat yang tersisa dalam bayang,
Meratapi mati rasa dalam kepedihan,
Saat janji suci itu dipatahkan.