Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
dan cukup mengagumi Raden dari jauh—dari bangku kantin, dari sela-sela keramaian kelas, dari balik komentar Kirana yang selalu kelewat blak-blakan.
Ia tidak pernah berencana untuk menjadi bagian dari cerita siapa-siapa.
Baginya, hidup itu tentang bertahan di tengah hari-hari biasa, menunggu waktu berlalu tanpa drama, dan berharap semester cepat berganti. Tapi seperti kebanyakan hal lain di hidup, rencana sederhana itu tidak berjalan lama.
Semuanya mulai berubah ketika Rael—mantan bintang basket yang mendadak menghilang dari lapangan, dari kerumunan, bahkan dari lingkaran sahabatnya sendiri lalu muncul lagi di warung belakang sekolah bersama orang-orang yang baru dikenalnya.
Zea tak tahu pasti kenapa matanya mulai mengikuti langkah Rael. Mungkin karena rasa penasaran. Mungkin karena Kirana sahabatnya yang entah bagaimana selalu berhasil menyeretnya ke dalam masalah. Atau mungkin, karena dalam diri Rael, ada ketenangan yang tidak ia temukan saat melihat Raden.
Di tengah hari-hari yang terlihat sama, perlahan Zea merasa ada yang bergeser.
Ia masih duduk di bangku yang sama, masih mengeluh soal tugas, masih menunduk saat guru lewat. Tapi hatinya, seperti punya arah baru—menuju seseorang yang datang bukan dengan sorotan spotlight, tapi dengan diam yang terasa akrab.