Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Seolah melawan narasi hadits yang mengatakan akal perempuan setengah dari akal laki-laki dan sebuah kaum yang dipimpin oleh perempuan tidak akan sejahtera, Kiai Zakaria justru mempercayakan kepemimpinan pesantren Banin - Banat An-Na"im yang menaungi ratusan santri, kepada satu-satunya cucu perempuan yang ia miliki, yakni Zid. Padahal, sang Kiai masih memiliki menantu laki-laki, serta empat cucu laki-laki yang berperan aktif di masyarakat, bahkan terjun dakwah hingga mancanegara.
Sebagai perempuan yang masih melajang di usia tiga puluh tiga tahun dan menyandang gelar pengasuh pesantren, serta berprofesi sebagai pengacara, Zid tentu kerap mendapat cibiran, baik di lingkungan sekitar pesantren, maupun di kantor hukum tempatnya bekerja. Tak jarang, wajahnya yang tidak seberapa cantik, dijadikan sebagai bahan olokan ‘Zid tidak tahu diri."
Zid merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, namun dari pengalaman mengasuh santri dan profesinya sebagai pengacara yang kerap mendapati berbagai kasus pelecehan berat serta kekerasan yang menimpa perempuan, membuatnya berpikir berulang kali sebelum melanjutkan kisah asmaranya ke jenjang pernikahan.
Guncangan terhadap jiwa Zid semakin intens ketika yang menjadi korban justru orang-orang terdekatnya.
Bagaimana Zid menghadapi dunia yang kerap tidak adil kepada perempuan? Seberapa kuat ia bertahan menjadi pemimpin sebuah lembaga pendidikan agama? Akankah ia menambatkan hatinya kepada salah seorang yang menyukainya, kemudian menikah, atau memilih melajang sepanjang usia?