Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Delob (17), atlet lempar lembing putri asal Irian Jaya membikin Stadion Utama Senayan gempar. Lembingnya tiga kali menancap di sektor pendaratan pada titik terjauh. Namun, kaki kanannya selalu menyentuh garis pembatas sektor lempar saat melembing. Tiga rekor nasional gugur. Medali emas pun seperti terbang ke awan. Dari jauh telunjuk Dewi Murni (50) mengarah padanya: seperti ujung tombak yang siap melesat lalu menusuk bola matanya. Telunjuk itu adalah isyarat bagi siapa pun yang bakal masuk dalam daftar bakal calon atlet Pelatnas. Anugerah untuk sebagian besar atlet. Dei ingam nat a bagi Delob. Setelah berganti-ganti pelatih, akhirnya Delob ditangani langsung oleh Dewi Murni yang terkenal sangar saat melatih atlet. Dia pencetak atlet kelas internasional. Sedangkan dari seluruh calon Pelatnas cabang atletik, Delob dikenal dengan julukan Pendekar Selang Wem. Dia selalu mencari cara untuk pulang ke kampung halamannya. Dua perempuan. Dua budaya. Dua generasi. Dua keinginan. Dan satu takdir di gelanggang. *** Catatan bahasa Uhunduni yang digunakan oleh suku Amungme: 1. Dei ingam nat a: Fase awal dari proses konflik dalam filosofi perang suku di Amungme. Fase awal ini bisa diartikan sebagai fase penyebab konflik. (Jika fase penyebab konflik, laten, dan pemicu konflik tidak terselesaikan, persoalan makin membesar, maka terjadi perang suku. Dalam pandangan hidup suku Amungme, perang suku adalah salah satu bentuk "nasionalisme", bagaimana mereka diwarisi jiwa menjaga tanah leluhurnya, juga semangat untuk mempertahankan diri). 2. Selang Wem: Daya serang menyerang dalam perang suku Amungme.
Ceritanya unik dan menarik. Memang di dalamnya terdapat banyak catatan kaki yang menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka membantu pembaca memahami konteks dan detail yang mungkin tidak mereka ketahui. Di sisi lain, terlalu banyak catatan kaki bisa mengganggu alur bacaan dan membuat pembaca merasa kewalahan. Mungkin ini salah satu tantangan yang dihadapi oleh penulis ketika menulis tentang topik yang kurang dikenal oleh publik. Maka usaha penulis dalam menyeimbangkan antara memberikan informasi yang cukup dan tidak terlalu banyak layak diapresiasi. Aku salut dan bangga karena penulis berani mengangkat cerita yang unik dan langka serta menambahkan Bahasa Papua yang kaya dan otentik. Terima kasih sudah melestarikan Budaya dan Bahasa Papua yang indah. Semoga novel ini bisa menjadi inspirasi bagi penulis lain untuk menulis tentang topik yang beragam dan menantang, serta bagi pembaca untuk membuka diri dan belajar tentang hal-hal yang baru dan berbeda. Salam sukses! ❤️
"Aku tersesat di dalam kisah ini.
Kemudian, aku menemukan footnotes, sebagai petunjuk untuk kembali.
Hingga, sampailah aku di hujung kisah ini.
Akhir kata aku sampaikan ‘Menarik Sekali'."
‘Tinggi dari Awan' salah satu novel yang ringan bagi pembaca yang paham Bahasa Papua, tapi tidak untuk saya. Di akhir setiap bab/chapter saya seperti orang yang terlanjur cinta (susah MOVE ON).
Terima kasih, Thor, novel ini sangat menarik dan menambah wawasan baru untuk saya.
Salam semangat dari Semangat123 👍🌟❤️
Dapat info novel ini dari group Antropologi UI. Ok. Fix.In fact, honestly, this is an ethnographic novel whose endemic anthropology is translocated to another region. Chapter 1 ada 21 footnote, di Chapter 2 ada 27 footnote. Kupikir semakin dalam akan tambah gawat jumlah catatan kakinya. Benar, di Chapter 8 berhasil klimaks ada 32 footnote. Apa akan terus naek jumlahnya? Entahlah. Kalo enggak tertarik dgn Indonesia Timur, apalagi belum pernah ada novel ttng Amungme secara khusus, kutak akan kejengkang membacanya seperti ini. Jahat sekali penulis ini.