Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Novel ini merupakan persembahan terindah untuk Anak-anak Surya yang kini telah beranjak dewasa, serta untuk ayahanda dan adik tengahku yang telah berpulang ke alam baka. Sebuah catatan perasaan yang kuracik tuk mengenang 15 tahun kematian Raden Saepul Hilal, The Little Gumelar, lelaki kecil berhati besar yang memiliki cita-cita luhur mewujudkan wasiat ayahandanya. Kisah ini berpusat pada perjalanan Trio Cemen, tiga sahabat yang belajar tentang makna kedewasaan tanpa kehilangan jiwa kanak-kanak yang masih kuat mengalir dalam diri mereka. Bagaikan Power Ranger, aku membagi Anak-anak Surya dalam lima kekuatan berbeda: Trio Cemen, Trio Macans, Gen Suryana, Barudak Suryalaya, dan Gadis Mentari. Setiap nama menjadi mantra yang memiliki kekuatan dan peran, memudahkan penyebutan dalam kisah ini.
Dunia mengenal Adipati Karna, putra Dewa Surya yang sakti mandraguna. Sayangnya, mereka belum mengenal Anak-anak Surya, anak-anak keturunan Arab-Sunda dengan daya imajinasi yang luar biasa. Novel ini merupakan catatan perasaan dan syair jiwa yang mengukirkan kisah masa kecil kami di Pondok Pesantren Suryalaya pada tahun 2000-an. Sebuah potret intim tentang perjalanan spiritual dan pencarian jati diri anak-anak generasi 90-an. Sebelum era digital menyapa, kami tumbuh di era di mana lapangan bola, rumah tetangga, dan hamparan sawah yang hijau menjadi kanvas bermain yang menyenangkan. Hari Minggu menjadi hari raya kecil kami, di mana senja dan mentari yang tenggelam menjadi tanda berakhirnya pesta bermain. Kehidupan kami bagaikan kanvas polos yang memiliki berjuta makna. Tanpa perlu polesan filter, like, komen, dan validasi, warna-warna kebahagiaan sudah terlukis dengan cara yang aesthetic.
Anak-anak Surya bukanlah generasi yang terjebak oleh ilusi dunia maya, melainkan anak-anak yang menjadikan bumi sebagai ibu , dan langit sebagai ayah . Tingkat persahabatan kami tidak diukur oleh status sosial, jumlah "like" atau "share", tapi dari jumlah keringat yang mengalir bersama saat berlarian, keseruan saat bermain aneka permainan, berbagi aneka jajanan, dan kebersamaan saat berjuang melalui lika-liku cerita kehidupan. Kisah persahabatan kami adalah karya seni indah yang terukir dalam setiap bab kehidupan
Random, dan memori masa-masa bocah itu memang random bin absurd, kalau kita coba uraikan lagi sekarang. Kocak, kadang kejam juga 😂 Ilustrasi pada tiap bab bakal nambah aspek menghibur. *aku iri karena gak bisa gambar 😅 _ Kalau harus menekankan hal-hal yang harus diperbaiki, maka ejaan dan struktur cerita, I think. Sayang banget pesan-pesan dalam cerita yang bisa luput gara-gara cara berceritanya yang belum mulus. _ Overall, aku bisa liat ketulusan dalam bercerita kak author 👍 Nice one 💯