Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Kamu tahu, Halwa. Sebuah tragedi akan terjadi pada kehidupan seseorang saat dia diharuskan menjadi dewasa, namun terlambat untuk bersikap bijaksana," Bi inggar memeluknya erat, hawa dingin menyesap masuk ke relung hati Halwa. Rasa tenang sedikit terasa, seharusnya sejak tadi dia memeluk bibinya, setidaknya di hari terakhirnya sebagai manusia bebas, dia bisa merasakan kehadiran Ibunya dalam diri Bibinya. "Bi, apakah benar di dunia ini ada lelaki yang baik?" Pertanyaan itu sekonyong-konyong saja keluar dari bibir yang sedari tadi terlipat itu. Bi Inggar tersenyum namun matanya menunjukkan gurat kesedihan yang dalam. Dia paham, bagi Halwa pernikahan adalah sesuatu yang tak mudah. Dia tak ingin mengingat kejadian beberapa tahun lalu, rasa sakit yang dirasakan Halwa pasti masih terasa. Hati gadis ini masih menyimpan luka yang menganga. "Ya Allah, berikanlah jalan terbaik untuk putriku. Semoga seseorang yang ku bawa untuknya, bisa menjadi penyelamat dalam hidupnya dan setidaknya memupuk tempat gersang yang ada di hati seorang Halwa," batin Bi Inggar yang tak mampu lagi berkata-kata. Hanya doa lah yang bisa dia panjatkan untuk kedamaian hidup Halwa, keponakan yang sudah dia anggap putrinya sendiri. Arya, abang sepupunya yang sedari tadi hanya menonton mendekat ke dua orang itu, "Di dunia ini ada banyak lelaki baik, Halwa. Kamulah yang harus memilih karena kamu berhak untuk menentukan siapa suamimu, satu saranku. Jangan Rizwan!" Lalu, bagaimana jika Rizwan satu-satunya pilihan? Lelaki bajingan itu? Pantaskah dia bersanding dengannya?