Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Baris ke lima halaman tiga puluh. Manusia itu seharusnya menulis setiap langkahnya agar tak lupa apa yg dia sudah ia lewati. Apa kamu melewatkan tulisan itu Ton?" Mas Lazuardi mengingatkanku kembali tentang tulisan di bukunya yg berjudul 'SUATU HARI' dengan suara yang agak terputus-putus dalam telfon. "Anu mas suaramu agak ndat-ndet putus-putus, kamu di mana to mas? ini aku udah di tempat yang biasanya sinyalnya bagus tapu kog masih ndat ndet,,, halo mas,,, mas lazuardi halooooo" tut tut tut tut "lo kampreeeetttt malah putus telpune" klotak klotak "Leeeeee ngapain kamu diatas genteng?" Dengan nada melengkin ibuku keluar dari rumah dan menatapku dari bawah sambil mengarahkan sapu lidi kearahku. "Anu buk sinyalnya susah, Tono lagi telfon mas Lazuardi urusan penting" aku merenges agar ibuk tak melempar sapu lidinya atau melemparkan genteng yang aku tak sengaja jatuhkan. "Bocah edaaaannn... Dari pada kamu setiap kali mau telfon naik genteng, mending km temui saja itu si Lazuardi ke kota" ntah dari mana pakdeku datang dia ikut nimbrung sambil melempariku kerikil. "Pakde mau kasih biaya aku ke kota?" Aku sudah biasa bergurau dengan pakdeku ini, sambil kulempar balik kerikil yang dia lempar ke arahku tadi "wooo bocah gendheng,,,,," sudah kuduga pasti itu jawabanya, sudah pasti dia tidak akan memberiku sepeserpun. "Asal kamu nanti bisa jadi penulis hebat, pakde jualkan kambing!" Aku pun berdiri dan melotot tak percaya apa yg di katakan pakdeku yang biasanya super duper pelit tiba-tiba ngomong seperti itu. KLOTUUAAK BROOOK. Genteng pijakanku tiba-tiba ambrol, di saat aku terjatuh seperti adegan slow motion di film-film. Aku melihat keatas kupandang langit dan ku katakan mantap dalam hatiku, "aku akan menjadi penulis yang terhebat di dunia ini", sambil tersenyum aku membuat jariku seperti tembak kuarahkan ke langit. BRUUUUKKK aku merasakan tubuhku menimpa mungkin kursi teras aku tak yakin agak empuk tapi pandanganku mulai samar-samar, kemudian menjadi gelap. Terdengar suara ibuku berteriak-teriak meminta tolong warga. "Sial masak aku mati sebelum menjadi penulis?". Mau tau apakah Tono bisa menjadi Penulis seperti yang dia inginkan. Terus dukung cerita ini agar bisa membantu mas Tono menuliskan cerita petualangannya untuk anda semua.