Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Kebahagiaan yang kurasakan terkait hasil Pemilu Presiden, memiliki konsekuensi hebat. Kalau ada yang bilang terpilihnya mantan wali kotaku menjadi calon presiden dalam Pemilu 2014 telah menghadirkan salah satu permusuhan paling panas dalam sejarah politik kontemporer Indonesia, aku mengamini itu.
Tak hanya dalam sejarah politik Indonesia, Pemilu ini adalah Pemilu yang paling memiliki daya rusak terhebat, setidaknya dalam rumah tanggaku dengan istriku. Kami tak pernah berseteru sesengit itu. Tidak pernah. Sampai kemudian aku menyadari, kami sudah terpisah jauh. Kami masing-masing menegakkan ego demi "junjungan" kami.
Lalu, saat kutemukan anakku meringkuk di kantor polisi habis digebuki saat ikut aksi unjuk rasa di gedung DPR, aku menyadari semua soal tetek bengek politik ini selalu bermuara pada kerusakan di rakyat dan kenikmatan di penguasa.
"Kenapa Bapak dan Ibu tidak berdiskusi saja baik-baik? Lihatlah sekarang, pemimpin yang dijagokan Ibu gagal, pemimpin yang dijagokan Bapak mengecewakan. Sementara rumah tangga kalian hancur."
Pembaca diajak menikmati timeline dalam jejak sejarah politik Indonesia moderen. Salah satu yang menarik adalah penulis cukup smooth meloncat dari satu masa ke masa berbeda dalam satu bab. Biasanya beda masa beda bab, ini alur maju mundur dalam satu bab tapi beloknya smooth. Good job!
Satu hal yang menarik minat saya untuk membaca novel ini, yaitu kisah berawal dari peristiwa politik di tahun 2014 ketika presiden baru dilantik. Sedikit banyak, peristiwa itu juga memiliki "kesan" bagi saya, soalnya. Lalu, kisah bergulir begitu riil untuk zaman itu, ketika pilihan politik bisa berujung pada perseteruan tanpa henti. Meski di sini sebenarnya persoalannya tidak sesederhana beda pilihan politik. Beberapa isu terasa relate, mungkin karena saya orang pemerintahan juga. Penyampaiannya mengesankan seolah ini adalah pengalaman pribadi penulisnya. (atau memang iya?) Satu yang paling nancep, yaitu nama si anak yang bikin ketawa. Yah, belasan tahun silam memang masanya para orang tua berlomba-lomba memberikan nama ajaib untuk anak yang seolah semakin sulit diucapkan dan dieja semakin keren. )
Menggambarkan dgn baik politik grass root Indonesia yang masih mengandalkan fanatisme, emosional, dibanding rasionalitas. Aku suka part di mana penulis mengaitkan sejumlah peristiwa penting di Indonesia. Good job.
Saya pikir akan menulis novel politik yang berpihak. Ternyata tidak. Ini novel tentang korban politik, tak berat dibaca karena realistis. Menarik karena relevan. Menampilkan banyak sejarah gelap negeri ini.