Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Setiap menjelang Subuh, Safar kucing-kucingan dengan remaja yang mencuri di warung kelontongnya.
Odik teros! Teriak Safar dari arah jamban.
Dia tak menunggu apa-apa selain mengejar pencuri yang mengambil jeriken berisi minyak goreng.
Dia telah memasang rangkaian listrik tersembunyi di antara barang dagangan yang paling jauh dari jangkauannya. Jika barang itu terangkat, seluruh lampu yang berjajar di depan warungnya menyala. Fajar lantas terang.
Sekuat tenaga Safar berlari mengejar para pencuri yang ternyata lebih cepat selangkah darinya.
Setiap itu terjadi, Safar menggerutu. Orang-orang yang tangannya terkilir tapi masih lari kencang itu harus segera tobat, apalagi yang kaus bagian punggungnya melar dan bau tahi.
Kalau diibaratkan sebuah film, novel ini akan mengingatkan kita pada film Tilik (Tahun 2018). Coba dibikin film pendek, pasti akan sama suksesnya, atau sitkom macam Bajaj Bajuri dan Ojek Pangkalan.
(Koreksi bila aku salah). Dari banyak pemberitaan dan analisa sosiografis, belum pernah aku membaca novel (fiksi) tentang warung Madura. Film dan series pun sepertinya belum ada. Tema yang diangkat di sini urgensi, antara utang dan terjepit beban moril. Urgensi masalah yang di kedepankan penting di jaman serba susah begini.
Setiap kata yang tertuang di sepanjang plot, menunjukkan bahwa penulis Odik Teros adalah seorang pujangga. Pujangga ini juga memiliki ciri khas dalam menyajikan tulisan, di mana kalimat yang dirangkai, terdengar memiliki intonasi yang mewarnai perjalanan kisah Pak Odik beserta istrinya. Pemilihan tema serta jalannya cerita yang down to earth pun, membuat pesan yang tersirat tetap masuk ke hati pembaca. Bahkan, terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dan terakhir, pesan moral dalam novel ini, mengingatkan pembaca bahwa Urip iku Urup. SEMANGAT!!
Ini cerita perjuangan yang nggak cuma bikin terinspirasi, tapi juga bikin ketawa karena tingkah tokohnya. Eh, tapi tunggu dulu, siapa sih sosok misterius yang tiba-tiba muncul itu? Hmm, baca sendiri aja, biar rasa penasaranmu terbayar! Doaku semoga naskah ini beruntung di kompetisi, karena ceritanya memang pantas dapat sorotan. Ayo, siap-siap jatuh cinta sama ceritanya!
(Pembacaan 2 bab pertama) Kentara sekali ada perubahan gaya dan mungkin juga tema? Narasi bung Yesno kali ini terasa lebih membumi, dengan kisah yang juga mudah dipahami. Sayangnya jika tidak hati-hati mengolahnya, cerita membumi semacam ini bisa terjebak jadi biasa, sedangkan bung Yesno terbiasa dengan kisah uniknya.