Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Basar berjalan tergesa, dalam kepalanya, ingin ia cepat-cepat sampai di rumah. Sesuatu telah ia putuskan dalam hati. Tekadnya sudah bulat. Tak ada lagi alasan untuk tidak melakukan apa yang mesti dilakukannya sekarang. Hari ini, baginya semua omong kosong itu mesti dituntaskan. Meski dengan cara paling tidak beradab sekalipun. Sebab orang-orang yang katanya beradap tak akan pernah kalah dalam perundingan atau dengan cara mengajaknya untuk bicara baik-baik. Sebab, Basar percaya mereka memang sudah sangat terlatih untuk itu, mereka telah mengolah lidah mereka sedemikian rupa, berkelok-kelok, ataupun meliuk-liuk seperti apa yang mereka inginkan. Jadi tak ada gunanya berbicara baik-baik pada mereka yang hanya berpura-pura baik seperti itu, apalagi jika orang itu orang berpendidikan dan bergelar pula. Begitulah bunyi keputusan Basar dalam hati kecilnya.
Sesampainya di rumah yang biasanya di sebut pondok itu Basar lalu mengambil parangnya, kemudian mengasahnya tajam-tajam. Dalam hatinya ia terus menggerutu.
"Dasar keparat, liat saja kau nanti. Datuk, datuk, datuk menggak bapakmu. Kau pikir aku peduli dengan gelarmu itu, heh. Gelar pantek yang hanya tinggal sisa itu boleh jadi masukkan saja ke dalam keranjang sampah," gumamnya jengkel.