Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Bissmillahirrahmaanirrahim, izaa waqo'atil-waaqi'ah, laisa liwaq'atihaa kaazibah, khoofidhotur roofi'ah, izaa rujjatil-ardhu rojjaa, wa bussatil-jibaalu bassaa, fa kaanat, habaaa`am mumbassaa" Ketika akan memasuki ayat ke tujuh seketika lidahku kelu, air mataku jatuh tanpa diminta. Seluruh tubuh menggigil, tanpa memberi jeda napasku pun sesak. Perlahan aku tenangkan diri, kutarik napas berkali-kali hingga tubuhku berperan normal lagi. Aku masih belum mengerti energi apa yang baru saja terjadi hingga membuat separuh tubuhku tak berfungsi, apa mungkin kalam-kalam Ilahi yang baru saja kulantunkan? Kenapa bisa spontan membuat denyut nadiku tak beraturan hingga jiwa dan ragaku tak lagi bersamaan. "Nisan bertuliskan namamu, sungguh aku sulit menterjemahkannya, Ibu tega membiarkan aku berteman sepi dan ilusi karena kini Ibu semakin semu. Ini ada apa? Apakah ini nyata? Aku terus bertanya, riuhnya orang di sekeliling coba menenangkanku, yang sedari tadi meronta, memeluk nisan berwarna putih sebagai pelengkap gundukan tanah yang bertaburkan bunga-bunga. Kuletakkan mukena coklat di atas pusara, aku ingin Ibu melihat hadiah dariku. Lembayung senja mulai tampak bias orange indahnya membentang di cakrawala, sebelum aku pulang kusempatkan memeluk pusara dan mengecup nisan Ibu, sembari membisikkan kalimat "Ibu yang tenang ya, meski kini semua tentangmu semu bahkan entah kapan kita akan bertemu hanya doalah perantara rinduku, aku akan baik-baik saja lalu, terima kasih atas miliaran maaf dan doa mu Bu, aku mencintaimu hingga laut kehilangan birunya. Semoga kelak kita akan dipertemukan di Firdaus-Nya."