Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Subhanallah ... indah nian lukisan-Mu, Rabb!" seru Fatih dengan takzim dari balik jendela kobong yang sedikit terbuka. Jendela kamarnya di asrama tepat menghadap ke arah matahari terbenam, membingkai lukisan senja Yang Mahasempurna. Ini memang bukan senja pertama bagi Fatih. Sudah lebih dari dua tahun ia menjadi santri di Raudhatul Muhtadin, salah satu pesantren tua di Cipare, Serang. Namun, selama tinggal di sini, ia belum pernah berkesempatan menikmati keindahan senja seperti sore ini. Hingga seminggu yang lalu, di depan kobong-nya masih berdiri bangunan sederhana yang dulunya adalah aula pengajian santri. Pada saat itu pesantren hanya menerima murid laki-laki. Bangunan itu sudah tidak terurus setelah Kiai Syamsul Anwar memutuskan untuk menerima santriwati dan membangun aula baru di depan rumahnya. Kini bangunan yang temboknya sudah retak dan lantainya mulai hancur dimakan usia itu telah dibongkar sempurna. Hilangnya bangunan itu dari pandangan membuat Fatih leluasa menikmati matahari senja.