Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Ibunya meninggal dunia saat Ponirah berumur empat tahun. Sembilan bulan kemudian bapaknya tewas dalam sebuah kerusuhan. Dalam situasi yang kalang-kabut itulah Ponirah dibawa lari teman kakaknya, Warto, lalu ditinggalkan di Pasar Senen, Jakarta, sementara kakaknya, Ponirin, hilang tak tentu rimbanya.
Ponirah ditemukan Nyonya Noto dan dibawa pulang, lalu tinggal bersama delapan penghuni yayasan lainnya. Bencana itu datang saat Ponirah diperkosa Tuan Noto saat berumur lima belas tahun. Demi menjaga perasaan Nyonya Noto yang telah menganggapnya sebagai anak sendiri, Ponirah melarikan diri dari yayasan, dan kembali ke kampung halamannya. Namun, situasi di desa kelahirannya itu tidak memungkinkannya untuk tinggal terlalu lama.
Berbekal alamat kerja kakaknya yang diberikan oleh Warto yang ternyata sudah kembali dari Sumatera, Ponirah kembali Jakarta. Ternyata, Ponirin sudah berpindah tempat pekerjaan. Walaupun Ponirah sudah mendatangi beberapa tempat untuk melacaknya,, Ponirin tidak juga ditemukannya.
Ketika bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan, Ponirah bertemu Rudi, seorang kenek truk ekspedisi. Karena si pemilik restoran memperlakukannya secara tidak semestinya, Ponirah tidak menolak saat Rudi melamarnya. Mereka pun hidup bersama di sebuah rumah kontrakan, dan menjalani kehidupan yang bahagia.
Meskipun demikian, luka, luka, dan luka itu ternyata tidak pergi ke mana-mana, kecuali mengikuti perjalanan hidup Ponirah. Akankah Ponirah bertemu lagi dengan kakaknya? Lalu, luka apa lagi yang akan diderita Ponirah?
Bila sebuah tulisan bisa dijadikan identitas dari penulisnya, maka novel ini menjadi bagian dari rangkaian mendomestikasi stigma-sebutan-khuluk dari semestanya menjadi sebuah narasi. Seperti judulnya, saya sebagai pembaca diajak beradu rasa dengan segala penderitaan tokoh-tokoh (utaman)-ya. Yang menonjol dari narasi adalah usaha untuk menampilkan kecerdikan dalam berbahasa, seperti terbebas dari pengaruh novel terjemahan yang menghasilkan bahasa Indonesia rasa Barat. Novel ini mengusung tema yang sangat klasik, tapi ia punya kekuatan identitas, tanpa rasa bahasa-bahasa terjemahan yang semakin marak, sejak karya terjemahan menjadi sumber inspirasi yang slebew di masa kiwari. Di mata saya, novel ini menjadi sosok yang lantip, karena novel ini tidak terjerembab dalam melodaramtik meski temanya sangat membuka peluang ke arah itu. (PS: baca bab 9-14 dalam tanpa jeda ya. Jleb banget!)