Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Lana dan Barra terlahir kembar, sejak kecil terpaksa mereka dibesarkan secara terpisah karena kepercayaan turun-temurun. Saat berusia 10 tahun, Lana tersesat di Candi Pengilon, situs sejarah yang berbau mistis di desanya. Lana diperlihatkan kejadian ratusan tahun lalu tentang anak kembar pertama, Dewi Sedayu dan Damar Langit dan kutukan Arya Samudra. Oleh, Mbah Mintono (Juru Kunci tempat itu), mata batin Lana ditutup.
Gayatri Soenggono adalah neneknya yang memperlakukan berbeda dengan dua cucunya yang lain (Randu dan Rindayu). Atas perlakuan yang menyakitkan hati itu, Lana memutuskan menyelediki asal muasal kepercayaan tentang anak kembar berasal dan penyebab sikap neneknya.
Lewat petunjuk Mbah Min, Lana dan Barra memulai penyelidikan. Rahasia demi rahasia justru terungkap satu demi satu, salah satunya bahwa dialah cucu yang dinanti untuk melepas kutukan keluarga Soenggono yang berusia ratusan tahun. Kutukan yang menyebabkan anak perempuan keluarga itu tak akan bisa menikah. Sementara neneknya mengira Rindayulah cucu yang dinanti itu.
Untuk melepas kutukan, Lana harus menemukan batu merah delima yang bernama Puspa Arum. Ternyata, batu itu adalah pemberian Sumaratungga, ratu dari Amaradatu, kerajaan tak kasat mata di Glagah Anom. Ratusan tahun yang lalu batu itu diberikan kepada Ki Ageng Reksapati, leluhur Lana, sebagai bukti tunduknya Amaradatu di bawah pemerintahan Glagah Anom.