Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Novel dengan latar belakang perang Jawa (1825—1830) dan peristiwa Gestok 1965.
"Kau tahu apa yang berbahaya dari kebiasaan berkelompok? Kerumunan membuat pikiran seragam. Lebih celaka lagi ketika kau sukarela menyerah demi menyamakan isi kepalamu pada kelompokmu." ---------------------------------
Setelah Pangeran Diponegoro menjadi tawanan Kompeni, para pendukungnya menjadi buruan. Di tengah kekacauan, Karto Sidrap yang menjadi pendukung Diponegoro harus berpisah dengan istri, putra dan adik perempuannya. Sidrap mematahkan tombaknya menjadi dua, satu patahan dipegang istrinya, patahan lainnya dibawa adiknya. Kelak, bersatunya tombak patah menjadi penanda bersatunya dua keluarga.
Pada peristiwa paling berdarah di negeri ini - GESTOK- patahan tombak itu bertemu. Tetapi pertemuan terjadi di waktu dan tempat yang tak tepat. Huru-hara memaksa para pemegang patahan tombak saling berhadapan sebagai lawan.
--------------------------------- Pada akhirnya, aku mengerti kenapa Mbah Kung tak menyukai kerumunan dan berkumpul dengan banyak orang. Pada senyum dan sikap diamnya, beliau adalah pemberontak bagi seragamnya pikiran.
Datang ke novel ini gara-gara trending 1. Kalimat-kalimatnya enak dinikmati. Gurih sedap. Karakter dan plotnya sungguh kaya, seperti membaca trilogi dalam 1 novel. Ikatan antar tokohnya kuat, tertata rapi pada jalinan cerita. Bab dan fragmentnya seperti pancing, bikin penasaran untuk terus membaca. Gak sampai 2 hari selesai baca novel ini.
Secara keseluruhan ceritanya sangat menarik dalam realiti kehidupan. Uang akan merubah sifat orang sesungguhnya, begitu juga dengan warisan, walaupun saudara kandung tetapi berbeza sifatnya. Bahkan, ada yang rela memutuskan tali persaudaraan demi warisan yang berlimpah tapi hanya elok sesaat sahaja. Semoga keberuntungan berpihak kepada karya Kakak dan di pinang PH. Aamiin Allahumma Aamiin
Momen paling menarik saat baca novel ini, adalah ketika potongan tombak itu akhirnya bertemu dalam suasana Gestok, pertemuan yang justru ujungnya jadi pertarungan sesama pewaris keluarga. Buat saya, ini jadi gambaran kalau warisan bisa menjadi tragedi pengkhianatan dan trauma sejarah yang berulang. Penulis juara kompetisi tahun lalu ini, meramunya dengan apik. Tema konflik identitas, layaknya membaca Bumi Manusia karya eyang Pram, begitu menggambarkan bagaimana tragedi sejarah memengaruhi kondisi manusia, memperlihatkan bahwa masa lalu yang berulang hanya menghasilkan luka baru, seolah hidup dalam kutukan sejarah itu memang tidak bisa dihindari. Bagi saya pribadi, pandangan kritis pada budaya kolektivisme di tulisan ini, mengingatkan saya pada kritiknya Pram, kalau masyarakat, yang hidup di masa kolonialisme, bahkan dalam ideologi politik yang represif, bisa sangat... sangat menindas kebebasan. Sepertinya akan kembali ke tangan juri yang sama. Semoga.
Memikat dari awal hingga akhir. Penggunaan diksi yang kaya dan ciamik, plot yang berloncatan tetapi mengalir dengan baik. Setiap bagian cerita membawa saya melewati lapisan demi lapisan kejutan yang menyentuh emosi—senang, sedih, tertawa. Plot twist yang terus meningkat membuat saya tak berhenti untuk terus membaca. Meskipun karakternya banyak, tetapi tetap tertata rapi. Membaca novel ini tidak sekedar membaca satu cerita, juga mengikuti permasalahan tokoh-tokohnya. Gaya penceritaan fragmentasi pernah saya temui pada salah satu novel pemenang DKJ, namun novel ini memiliki sruktur yang lebih kompleks, baik untuk plot maupun karakternya. Membaca novel ini serasa seperti sedang mengumpulkan potongan puzzle sebelum mendapatkan struktur bangunan utuhnya.