Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
mengisahkan awal perjalanan hidup Boe sebagai seorang pengembara yang memilih jalan sunyi setelah kehilangan cinta sejatinya, Septa Kurniati — seorang wanita berhati lembut dan calon dokter yang selama ini diam-diam menjadi sumber kekuatan dan arah hidup Boe.
Di awal cerita, Boe hanyalah mahasiswa teknik biasa yang penuh cita-cita, dan diam-diam mencintai Septa, teman kuliahnya. Namun perasaan itu ia pendam dalam diam. Mereka dekat, sering berbagi waktu dan cerita, namun batas hubungan mereka tetap dijaga oleh sikap saling menghormati.
Lambat laun, Boe mulai sadar bahwa cinta tak selalu harus diucapkan—karena Septa seolah sudah tahu, dan membalas perasaannya dalam bentuk perhatian dan kebijaksanaan yang sederhana tapi dalam. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Boe mulai melihat tanda-tanda perubahan dari Septa: tubuhnya lemah, wajahnya pucat, namun tetap menyembunyikan rasa sakit di balik senyuman.
Ketika akhirnya Septa mengungkapkan bahwa ia mengidap penyakit autoimun (lupus), Boe hancur. Ia menguatkan diri untuk tetap di sisi Septa, bahkan mengungkapkan cinta di saat-saat paling rapuh. Septa menerima cinta itu dengan senyuman terakhirnya—senyuman yang tak akan pernah bisa Boe lupakan.
Sepanjang bab-bab berikutnya, kita melihat bagaimana Boe menemani Septa dirawat di rumah sakit. Harapan dan ketakutan datang silih berganti. Ia membaca surat-surat penuh pesan moral yang ditinggalkan Septa, mendengar doa-doa yang ditulis bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Boe. Hingga akhirnya, Septa meninggal dunia di pelukannya, meninggalkan lubang besar di hati Boe.
Dalam keheningan dan kehancuran itu, Boe akhirnya menulis surat terakhirnya untuk Septa—sebuah surat perpisahan dan janji. Ia memutuskan untuk meninggalkan semua zona nyamannya dan mengembara, bukan untuk lari, tapi untuk mencari makna hidup, menyebarkan kebaikan, dan menjalani nilai-nilai yang pernah diajarkan Septa. Ia membawa kenangan, doa, dan cinta yang tak sempat tumbuh penuh—sebagai bekal untuk menapaki jalan sunyi yang baru dimulai.