Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Kadang aku bertanya, untuk apa sebenarnya kita melek politik? Seolah semua sudah diatur; kursi jabatan ditentukan kelompok, kampanye dibiayai segelintir orang, dan hasil akhirnya nyaris selalu sama. Kita seperti pion di papan catur, digerakkan entah oleh siapa, tanpa benar-benar tahu ke mana arah akhirnya. Namun di balik keraguan itu, ada kenyataan lain yang tak bisa dihindari: mereka belajar demokrasi, tetapi mempraktikkan tirani. Kampus yang seharusnya menjadi ruang tumbuh, berubah menjadi arena perebutan kuasa. Nepotisme, senioritas, bahkan korupsi, seolah sudah menjadi budaya ketika para calon pemimpin bangsa masih duduk di bangku kuliah. Di persimpangan itulah, satu suara kecil mencoba melawan arus besar. Pertanyaannya sederhana tapi mendesak: sanggupkah suara itu bertahan, atau justru tenggelam dalam permainan yang tak pernah ia pilih?