Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Untuk mempersiapkan diri, saya mulai membaca mengenai intelijen. Kebetulan di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ada toko buku yang banyak menjual buku-buku tentang soal-soal militer, pertahanan, dan intelijen. Saya membeli banyak buku dari toko yang kabarnya milik seorang pensiunan tentara yang pernah bertugas sebagai pembantu Jenderal Urip Sumoharjo di Yogyakarta pada zaman Revolusi Kemerdekaan dulu.
Nasib membentangkan jalan lain bagi hari depan saya. Sekolah intel di Okinawa itu, entah dengan alasan apa, ditutup. Nah, sebagai gantinya, muncul kesempatan memperdalam jurnalisme di Amsterdam. Saya terpilih. Saya pun mempersiapkan diri untuk berangkat. Karena akan meninggalkan sekolah untuk waktu setahun, saya menemui Prof. Dr. Selo Sumardjan, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (IPK), tempat saya terdaftar sebagai mahasiswa waktu itu. Saya mendapat izin dengan risiko akan ketinggalan dari teman-teman sekelas lainnya. Ketinggalan setahun itu merupakan ketinggalan untuk kedua kalinya sejak saya menjadi mahasiswa Universitas Indonesia. Ketinggalan pertama mengakibatkan saya kehilangan waktu lima tahun, yaitu masa studi di Fakultas Psikologi. Pada 1968, saya "terpaksa" pindah ke IPK setelah menjadi mahasiswa psikologi sejak 1963.