Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Aku menatap langit malam yang memuram berlumur darah. Langit kota Rotterdam menjadi saksi kematian seluruh keluargaku. Aku tak tahu siapa yang tega membunuh keluargaku. Dan apa sebab mereka melakukannya.
Dari buku catatan milik paman Rudolf lah perlahan aku tahu siapa para pembunuh itu. Sialnya mereka sudah melarikan diri ke tempat di ujung bumi timur, bernama Hindia Belanda. Sebuah tempat yang teramat asing bagiku.
Enam setengah tahun usai segalanya terampas, akhirnya aku menjejakkan kakiku ke kapal yang hendak mengantarkanku ke tempat para pembunuh keluargaku.
Inilah rute perjalananku mencari pembunuh keluargaku. Rotterdam, tahun 1888 --> Surabaya, tahun 1894 --> Karesidenan Surakarta, tahun 1895 --> Semarang, tahun 1896 --> Karesidenan Priangan, tahun 1897 --> Batavia, tahun 1899
Di setiap tempat yang kujejakki, aku menyesap pahit dan pedihnya realita kehidupan di Hindia Belanda.
Membaca judul, latar waktu serta tempat dari cerita ini mengingatkan saya pada tetralogi Buru yang ditulis Pram (dimana Mienke menjuluki Annelies sbg Bunga Penutup Abad).
Awalnya saya berpikir cerita ini akan menggambarkan kehidupan sosial politik, namun menyelam lebih dalam pada bab2 selanjutnya, baru saya sadari jika ini adalah sebuah cerita aksi. Membaca karya ini kita disuguhkan alur film aksi dalam bentuk tulisan. Pembaca cukup mengikuti saja alurnya tanpa perlu menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Selain itu ada hal menarik lain, bahwa suasana hindia belanda dalam karya ini digambarkan lebih egaliter. Komunikasi antar ras manusia yang mendiami hindia belanda (eropa totok, peranakan, asia timur, priyayi dan pribumi biasa) berjalan cair dan sejajar.
Jika perlu ada kritik, menurut saya karya ini menghadirkan banyak sekali tokoh. Saya agak kesulitan mengingat peran beberapa tokoh saat memasuki bab Priyangan. Terlepas dari itu, cerita ini adalah karya yang menarik untuk dibac