Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Tempat berpulang yang terbaik, tempat menumpahkan segala keluh kesah, selalu menjadi tempat tujuan akhir dari perjalanan panjang yang kita jalani, yaitu rumah. Di dalam naungan rumah, akan ada keluarga sebagai pondasi bangunan agar tetap utuh. Entah keluarga tempat di mana engkau tumbuh, atau keluarga yang kau ciptakan sendiri. Tapi, jika salah satu keluarga memilih beranjak, maka pondasi rumah yang di bangun akan hancur.
Kami hanya-lah seorang Anak. Yang perlu bimbingan orang tua, agar tak tersesat arah. Namun, mereka yang kami anggap orang tua, seolah menjadi orang asing. Menancapkan belati perpisahan. Melempar kami pada dekapan luka nestapa. Menjauhkan kami dengan apa yang disebut rumah.
Kami ingin pulang, begitu setiap kali kata rumah terdengar. Ada pulang yang sangat kami rindukan, ialah keluarga. Tapi, kenyataan menampar kami, menyadarkan kami dari harapan semu. Kami di hadapkan pada situasi yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Tak ada makna pada kata pulang kami. Tak ada dekapan hangat yang menggenapi kami lagi. Kini, kami sendiri. Terkapar oleh luka kenyataan. Terlepas dari itu semua, suka tidak suka kami harus belajar mengikhlaskan. Kami harus tegar, tegak berdiri sendiri tanpa adanya dua tangan kehidupan yang meraih.