Bayu Wicaksono hidup seperti air tenang yang menyimpan pusaran dalam. Di balik kesehariannya sebagai desainer grafis, ia memikul luka masa kecil yang tak pernah sembuh. Bukan satu tragedi besar yang menjatuhkannya, tapi luka-luka kecil yang perlahan menggerogoti jiwanya.
Ketika batas antara kenyataan dan ilusi mulai kabur, Bayu mulai kehilangan arah—dan dirinya sendiri. Ia jatuh cinta, atau mungkin hanya ingin percaya pada cinta. Ia tertawa, tapi hanya untuk menutup jerit dalam kepala.
Ini adalah kisah tentang trauma, kesunyian, dan perjuangan seseorang untuk tetap waras di dunia yang menuntut semua terlihat baik-baik saja.

Karena tak semua luka bersuara. Tapi bukan berarti mereka tak menyiksa.