Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rani adalah gadis berusia 18 tahun. Ayahnya meninggal tertabrak truk ketika Rani berusia 8 tahun. Setelah itu, dia dan ibunya yang berusia 48 tahun pindah ke kampung karena biaya hidup di kota sangat tinggi.
Sejak saat itu, Ibunya berkeliling menjual donat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan membayar sekolah Rani. Namun Rani yang sudah kelas 12 SMA, tidak bisa melanjutkan ke kuliah. Karena penghasilan ibunya yang pas-pasan.
Malam hari, saat ibu Rani sedang membuat adonan donat. Seperti biasa, Rani datang memijat pundak ibunya.
"Mah, Rani pengen lanjut kuliah biar bisa jadi dokter, kalau Rani jadi dokter entar mama ngak usah jualan donat lagi." Kata Rani memulai percakapan dengan ibunya.
"Maafin mama nak, saat ini mama belum punya uang. InsyaAllah nanti mama punya uang baru Rani kuliah, ya ?" Jawab ibu sambil mengaduk adonan donat.
"Nanti! Nanti! Nanti! Mama selalu bilangnya nanti. Nanti itu kapan mah ?" Tanya Rani dengan nada agak tinggi penuh harap.
"Nanti nak, kamu sabar dulu ya, rezeki udah ada yang ngatur. Kamu ngak usah khawatir." Jawab ibu sambil tersenyum.
"Tuh kan, nanti lagi. Ini semua salah papa. Kalau papa ngak sibuk nolongin orang lain di jalan, pasti papa ngak bakal mat..."
"RANI!!! Cukup." Potong ibu.
"Mah, kalau papa masih hidup, pasti papa yang bakalan pergi kerja, mama ngak bakal susah seperti ini" kata Rani dengan kesal
"SUDAH CUKUP RANI!" Tegas ibu.
Ranipun berbalik masuk kamar sambil menahan air mata. Di kamar ia menangis. Dia sebenarnya rindu dengan ayahnya, dia juga tidak tega melihat ibunya terus-terusan bekerja keras seperti itu. Dia hanya ingin membuat ibunya bangga dan hidup berkecukupan.
Keesokan harinya, sepulang dari sekolah. Rani melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan rumahnya. Ranipun segera berlari kedalam rumah.
Di ruang tamu, ibu terlihat mengobrol dengan seorang wanita.
"Assalamu'alaikum Bu, ada apa ini ?" Tanya Rani dengan khawatir
"Wa'alaikumsalam. Masuk dulu nak, sini duduk." Jawab ibu
Ranipun menyalami tangan ibu lalu duduk disebelahnya, memandang wanita yang duduk di depannya.
"Ada perlu apa ya mbak, dengan ibu saya ?" Tanya Rani penasaran.
Wanita tersebut tersenyum sambil menyerahkan secarik kertas.
"Ini ada pesan yang dititipkan bapak buat kamu" jawab wanita itu
"Bapak ?" Rani bingung
"10 tahun lalu, saya divonis butuh donor jantung. Saat itu, saya hanya bisa menunggu ajal. Karena kemungkinan menemukan pendonor jantung yang tepat sangatlah kecil. Tapi malam itu, Rumah Sakit kedatangan pasien yang sekarat. Pasien itu tertabrak truk saat menyelamatkan seorang anak kecil." Jawab wanita itu
"Maksud mbak...." Rani menebak-nebak, matanya berkaca-kaca.
"Iya, pesan itu adalah pesan ayahmu. Dan jantung yang ada di dalam tubuhku ini, adalah jantung ayahmu" wanita itu menjelaskan.
"Hidup saya adalah hadiah dari bapak. Saya sangat berhutang budi kepadanya. Jadi saya ingin membalas kebaikannya kepada keluarganya" lanjut wanita itu
Ibu menggenggam tangan Rani.
"Terima kasih mbak, Saya tidak butuh apa-apa, suami saya juga senang bisa menolong. Hanya saja, kalau mbaknya bisa merawat anak saya agar bisa melanjutkan kuliah. Saya dan suami saya akan sangat berterima kasih" kata ibu sambil menangis
"Akan saya lakukan bu, itu memang niat saya" jawab wanita itu.
-Tamat-