Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Namaku Susan. Saat ini aku duduk di kelas 11 di sebuah sekolah menengah swasta di Serang. Aku adalah anak yang biasa-biasa saja. Tidak cantik dan juga jelek. Aku juga selalu mendapatkan nilai rata-rata pada setiap pelajaran di sekolah. Satu-satunya yang tidak biasa dariku adalah rumahku yang berdiri di bawah naungan pohon mati.
Aku tidak tahu, apa nama pohon yang ada di halaman rumahku itu. Pohon itu tinggi dengan batang ramping dan memiliki ranting-ranting kecil yang tajam.
Banyak orang mengatakan ada kuntilanak yang tinggal di pohon itu. Kala ada yang melewati rumahku saat lewat tengah malam, mereka melihat sesosok perempuan yang mengenakan gaun tidur yang terseret di tanah di dalam naungannya.
Aku tertawa saat mendengarnya.
Mana ada sih kuntilanak?
Walau begitu, di dalam hatiku, aku tetap merasa takut.
Sering dikatakan, saat-saat yang menakutkan adalah antara pukul dua malam hingga pukul empat dinihari. Pada saat-saat itulah, bahkan seseorang yang gemar begadang pun akan terlelap. Namun sialnya, pada jam yang menakutkan itu, aku terbangun dari tidur.
Aku tidak terbiasa bangun saat dinihari. Namun, malam ini aku ingin sekali buang air kecil.
Kamarku terletak di sebelah kiri rumah dengan jendela menghadap ke arah pohon besar itu. Biasanya aku selalu menutup tirai. Sayang malam itu aku terlalu lelah, sehingga langsung tertidur saat kepalaku menyentuh bantal.
Aku pun melihatnya!
Aku melihat ada perempuan bergaun putih tengah menyisir rambutnya, duduk di batang pohon yang tinggi. Perempuan itu menyenandungkan sebuah lagu yang belum pernah kudengar sebelumnya. Nadanya aneh dan tidak biasa. Seperti bukan sesuatu yang dikarang manusia.
Aku menjerit, Cukup keras hingga kuntilanak itu mendengarnya. Setan itu membalikkan tubuhnya dan menatapku dengan mata dinginnya yang terlihat nyalang dan marah. Kemudian, kuntilanak itu tertawa. Tawa itu terdengar manis namun tidak enak di dengar.
kuntilanak itu melayang turun dan mengetuk-setuk jendela kamar tidurku dengan jemari tangannya yang panjang dan kurus. Seperti dihipnotis aku membuka jendela. Membiarkannya masuk ke dalam dan mencekikku hingga aku mati kehabisan napas.
Namun, aku tidak sepenuhnya tiada.
Aku masih ada di dalam kamarku, berkeliaran dan bermain di dalam ruangannya yang telah kosong.
Sudah lama keluargaku pindah entah ke mana. Meninggalkanku sendiri dengan si kuntilanak yang masih berkeliaran di halaman. Aku masih takut dengannya. Tapi dia tidak bisa menyakitiku lagi. Rumah ini adalah kekuasaanku. Mahluk halus lain tidak bisa masuk ke dalam. Akan terus seperti itu, selama aku mendapatkan energi. Rasa takut adalah energi bagiku. Aku hanya ingin tetap ada. Aku tidak ingin keberadaanku hilang.
Aku tidak salah. Iyakan?
Saat ini, aku tengah memandang wajah seseorang. Dia adalah seorang anak perempuan berusia delapan tahun. Dia adalah penghuni kamarku yang baru.
Aku akan menunggu dengan sabar. Aku akan terus menatapnya. Aku akan menunggu hingga ia membuka matanya seperti sekarang. Aku pun merasa senang saat ketakutan memenuhi wajahnya. Aku tertawa semakin keras saat ia menangis dan terkencing-kencing di atas kasurnya.
Aku memang sangat berbakat dalam menjalani jati diriku yang sekarang.
TAMAT