Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sudah sepuluh bulan Veronica dirawat di rumah sakit umum di Malang. Bulan demi bulan dilalui, ternyata penyakit ini tidak mudah untuk diatasi, tidak seperti perkiraaan dokter semula. Kanker otak yang dideritanya sangat agresif sekali.
Meskipun begitu, gadis yang suka tersenyum ini, seperti tak ingin larut dalam kesedihan yang berkepanjangan.
Semangat hidupnya tergambar jelas dalam salah satu status di facebooknya, Veronica menulis :
"I HAVE CANCER, I HATE CANCER, AND I'M KILLING CANCER"
Tidak sekalipun ia kelihatan mengeluh, senyum selalu menghiasi wajahnya. Padahal semua orang tahu bagaimana rasa sakit yang dideritanya.
Apapun yang disediakan dia makan dengan lahap dan bisa membuat siapapun terkecoh, dan menyangka makanan yang dimakannya pastilah sangat lezat. Tidak heran, badannya bukan semakin kurus, justru lebih gemuk dan segar daripada sebelum didiagnosa kanker otak.
Suatu ketika, melihat Veronica yang makan dengan sangat lahap, mamanya ingin mencicipi makanannya tersebut, dan akhirnya menyadari ternyata makanan itu sangat plain, tidak seperti yang dibayangkan. Sang mama menangis menyadari betapa putrinya ini sangat berjuang melawan kanker.
Malam itu udara di rumah sakit tidak seperti biasanya, dingin. Bu Intan memandangi wajah sang buah hatinya yang terlelap. Tak terasa air mata menetes membasahi pipinya.
“Ya Allah, jangan ambil dia di pertengahan umurnya. Ijinkan dia menggenapi seluruh rencana-Mu dalam hidupnya."
“Ma, kenapa Mama menangis?”
“Tidak apa-apa sayang, maafkan mama ya telah membuatmu terbangun.”
“Tidak kok Ma, Mama tidak membangunkanku. Mama jangan menangis lagi ya. Mungkin mama sedih melihat kondisiku. Veronica baik-baik saja. Sudah ya Ma jangan bersedih. Ma, tadi dalam mimpiku Tuhan berkata bahwa rumah baruku sudah selesai dan Dia menyuruhku untuk menempatinya.”
Ucapan Veronica semakin membuat hati Bu Intan serasa teriris. Sesaat dipandanginya wajah Veronica yang tampak pucat namun tetap berusaha untuk tersenyum. Bu Intan tahu di balik senyum itu ada rasa sakit yang luar biasa.
Tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk di ponsel Bu Intan.
“Tante, bagaimana kondisi Veronica?”
“Alhamdulillah, dia sekarang lebih baik. Kemarin sempat drop dan kritis Ini dia, Veronica ada di depan Tante…”
“Boleh saya bicara dengannya, Tante?”
Bu Intan memberikan ponselnya pada Veronica.
“Bagaimana kabarnya?”
“Aku baik-baik saja. Kamu sendiri?”
“Alhamdulillah, aku juga dalam keadaan baik. Veronica, kenapa belum tidur?”
“Aku baru saja bangun. Ngga, tahukah kamu jika aku sudah punya rumah baru.”
“O iya, siapa yang memberi dan di mana? Boleh dong.. kapan-kapan aku diajak kesana?”
“Jangan kamu tidak boleh ikut kesana.”
“Lho memangnya kenapa?”
“Karena yang buat rumah itu adalah Tuhan dan hanya aku yang boleh masuk.”
“Ah.. bisa saja kamu.”
“Lho ini beneran, Rangga.”
“Sudah deh, jangan bercanda. O iya bagaimana perkembangan kesehatanmu?”
“Menurut dokter aku harus menjalani operasi untuk kedua kalinya. Dan kemungkinan berhasil belum bisa dipastikan. Rangga, bisakah kamu datang kesini? Aku hanya ingin kamu temani aku sebelum aku menjalani operasi. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu. Aku sangat mengharapkan kehadiranmu.”
“Iya, Veronica. Aku berjanji akan selalu ada untukmu. Aku berjanji!”
“Thanks ya Rangga. Aku hanya… "
(terdengar suara Veronica terbatuk-batuk dan ponsel yang jatuh ke lantai)