Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Saat mendengar suaminya menyanyikan lagu ini—lagu yang diciptakan khusus untuknya, bahkan namanya pun menjadi judul, rasa bahagia memenuhi hati Kirana. Fajar, suaminya, tak pernah bosan menyanyikannya. Biasanya, sebelum Kirana terlelap, Fajar mengambil gitar. Lalu, meski sedikit sumbang, seraya bersenandung dengan suaranya yang lembut, Fajar memetik gitarnya perlahan. Lagu yang dia nyanyikan begitu sederhana—sesederhana cinta yang tak menuntut banyak. Liriknya dibuka dan ditutup dengan kalimat yang sama. Kirana, aku jatuh cinta.
Kirana selalu mencari namanya di lagu itu. Dan dia begitu bahagia saat menemukannya. Di mata Fajar, senyum Kirana bagai cahaya yang membuat hatinya bersemi.
Di sayup malam, begitu Fajar mengakhiri senandungnya, yang tersisa tinggal ruak katak dan derik jangkrik. Dalam hening yang perlahan membuana, segala pengalaman yang mereka lalui, kembali berloncatan dalam ingatan—telur goreng yang rasanya begitu nikmat meski sedikit gosong, kopi di kafe dekat toko, hingga secangkir teh di hangat pendopo.
Saat melihat istrinya sudah memejamkan mata, Fajar menaruh gitarnya, lalu membetulkan letak selimut Kirana, "Tariklah selimut hingga bahu, agar kamu tak kedinginan," bisiknya lembut. Lampu pun padam. Fajar mengecup kening istrinya.
"Selamat tidur, Sayang."
Saat malam bertambah sunyi, bayang-bayang memudar. Dengan rasa sayang yang teramat dalam, Fajar membisikkan kata-kata di telinga Kirana—telinga yang sejak lahir, Fajar tahu, tak pernah mampu menangkap suara.