Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Seorang anak lelaki berlari riang menuju meja makan. Mamanya bilang, makan siang hari ini adalah ayam goreng. Anak itu lalu membuka tudung saji dengan mata berbinar. Aku bahkan bisa lihat air liurnya sedikit menetes. Namun, ia tidak menemukan apa pun di sana.
Itu bukan urusanku, sih. Lebih baik aku pulang. Dila dan Devi pasti menungguku. Melihat menu curianku hari ini adalah ayam goreng, mereka pasti senang.
Bulan lalu, aku menemukan sebuah ponsel saat tengah memulung di tumpukan sampah. Ponsel retak yang awalnya kukira sudah rusak. Ketika tombol di tepinya kutekan, itu menyala.
Aku heran. Kenapa ponsel yang masih bagus begini di buang? Apa orang kaya memang seperti itu? Membuang ponsel hanya karena retak kecil di layarnya?
Meski begitu, aku harus berterimakasih pada siapapun yang membuang ponsel ajaib ini. Berkat itu, aku tidak perlu lagi ketahuan mencuri makanan orang. Aku hanya perlu menekan kamera, memotret diriku sendiri, dan aku tak akan terlihat di mata orang lain. Selama aku memegang ponsel ini, apapun yang kusentuh akan ikut transparan juga. Lalu, bila ingin terlihat lagi, aku tinggal menghapus fotoku di ponsel.
***
"Penjual manusia?"
"Iya, Kak Dani! Ada yang bilang, kalau kita ditangkap, organ kita akan dijual," kata Devi sembari memijat kepalaku.
"Jadi, Kakak jangan keluar dari rumah kardus dulu. Kita enggak mau Kakak diambil orang-orang itu," tambah Dila.
Sejujurnya aku tidak percaya. Masa ada manusia menjual manusia? Siapa yang berani mengatakan hal aneh pada kedua adikku?
Aku lalu beranjak, sudah waktunya makan malam. Aku harus mencuri makanan lagi, tapi aku tahu mereka berdua tidak akan mengizinkanku. Makanya aku beralasan mau pipis sebentar.
Aku menuju ke semak-semak yang agak jauh dari rumah kardus agar bisa menggunakan ponsel di sana. Gawat, kan, kalau ada yang lihat aku tiba-tiba menghilang.
Selesai! Saatnya menjalankan misi.
BRAKK!!!
Aku hendak keluar dari semak-semak, tapi sesuatu yang keras mengejutkanku. Ponsel ajaib itu jadi terlepas dari tangan.
"KYAAAA!! KAKAK!!!"
"Lepaskan aku! Aku enggak mau ikut dengan kalian!"
Itu suara Dila dan Devi. Aku segera berlari ke rumah kardus, melupakan ponsel yang entah terjatuh di mana.
Sesampainya di sana, aku melihat banyak orang dewasa bertubuh besar sedang menyeret paksa kedua adikku bersama beberapa anak pemulung lainnya. Kupukul salah seorang dari orang-orang itu, tapi tidak mempan. Aku lupa kalau aku menghilang saat ini. Tak ada yang bisa kusentuh jika ponsel itu tidak ada bersamaku.
Sigap aku berlari kembali ke semak-semak. Kedua tanganku gemetar, lututku lemas. Aku harus segera menemukan ponsel itu agar bisa kembali terlihat dan pergi menyelamatkan Dila dan Devi.
"Ketemu!" seruku girang.
Namun, si*lan. Aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya. Posisiku masih menghilang, benda apa pun yang kusentuh akan tembus. Bahkan untuk memegang ponsel pun aku tidak bisa.
"Arghhh!!!"
Apa yang harus kulakukan?
***