Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
9,795
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Iya dok, baru ini bisa bersua, heheheh,
Mas Syarif, lama tidak bersua
masya Alloh masya Allohh
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Gold
No More Broken Heart
Mizan Publishing
Novel
QUBA - Perjalanan Menjadi Bayangan
Manna wa Salwaa
Flash
Saatnya Memohon Ampunan Tuhan
Agung Satriawan
Novel
harus dibenahi
Dwi Agus Setyawan
Novel
Gold
Patah Hati di Tanah Suci
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Di Tepian Kehidupan 1
Mfathiar
Flash
Santri santai
Mahmud
Novel
Kepak Sayap Andromeda
Aulia Mumtaza
Novel
Gold
REEM
Mizan Publishing
Novel
Isyarat Sabda Cinta
Hanang Ujiantoro Putro
Cerpen
Jalan Salib: Perjalanan Penuh Pengorbanan Menuju Kebahagiaan Abadi
Vincentius Atrayu Januar Dewanto
Flash
TITIK MULA (0 DERAJAT)
Xianli Sun
Novel
Bronze
Lika liku cinta yang sejati
habsyi ²
Novel
Bronze
Faisal & Nisa ~ Karena Cinta Bukan Sebatas Kata-kata
Ummu Salamah Ali
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Bocah Angin & Turbulensi Waktu
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara
Novel
Bronze
Penjara Sukma
Ravistara
Flash
Bronze
Gandewa
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Novel
ATLAS
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Novel
Jagat Rasa
Ravistara
Flash
Wajah-wajah Sang Aktor
Ravistara
Flash
Bulan Biru
Ravistara
Flash
Jurit Malam
Ravistara
Cerpen
Bronze
Serenade Untuk Hafizah
Ravistara
Flash
Memento
Ravistara