Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
9,748
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Iya dok, baru ini bisa bersua, heheheh,
Mas Syarif, lama tidak bersua
masya Alloh masya Allohh
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Bronze
Pernikahan Aisyah
Delia Septiani
Novel
Gold
Tuhan, Maaf, Kami Belum Bersyukur
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Jejak-Jejak Islam
Bentang Pustaka
Novel
Ruang
Aida Nabila
Novel
Gold
Sedang Tuhan pun Cemburu
Mizan Publishing
Novel
Gold
Patah Hati di Tanah Suci
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Assalamualaikum Cinta
Alivi Qotrun Nada
Novel
Gold
Dari Delft Hingga Madinah
Noura Publishing
Novel
Gold
Tuhan yang Kesepian
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Jihad Julia
Mizan Publishing
Novel
Gold
Saring Sebelum Sharing
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Allah Tidak Cerewet seperti Kita
Noura Publishing
Cerpen
Sunset Gunung Sahara
Erlani Puspita
Novel
Bronze
Solawat Cinta
Teh Fika
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Cerpen
Bronze
Memecat Bos
Ravistara
Cerpen
Bronze
Solitary
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara
Flash
Bulan Biru
Ravistara
Cerpen
Bronze
Serenade Untuk Hafizah
Ravistara
Novel
Jagat Rasa
Ravistara
Flash
Api yang Berdamai dengan Hujan
Ravistara
Novel
Bronze
Sang Peneduh Hati
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Novel
ATLAS
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Novel
Bronze
I Love You, My Cousin
Ravistara
Flash
Bronze
Gandewa
Ravistara