Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
9,770
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Iya dok, baru ini bisa bersua, heheheh,
Mas Syarif, lama tidak bersua
masya Alloh masya Allohh
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Gold
Nabi Isa pun Tak Mampu Sembuhkan
Noura Publishing
Novel
'Ain Sin Qaf
Nurillah Achmad
Cerpen
Bronze
Judi
Sulistiyo Suparno
Novel
Gold
Siapa Sebenarnya Markesot?
Bentang Pustaka
Novel
Gold
Rezeki Nomplok
Mizan Publishing
Novel
Rumah Kedua
Dede Yusuf Iskandar
Komik
Bronze
Notificalove
Rahayu setioningsih
Novel
Bronze
Before Sunrise
Agil Tiara
Flash
Ibu Ingin Mati
Fitri F. Layla
Novel
Bronze
Cinta di Balik Pesantren (Buku Pertama)
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Bronze
Wellang
Hadis Mevlana
Novel
FII AMANILLAH
Husnulispedia
Novel
Gold
Cinta Subuh
Coconut Books
Novel
Gold
The Forbidden Relationship
Noura Publishing
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Bronze
Penjara Sukma
Ravistara
Novel
Bocah Angin & Turbulensi Waktu
Ravistara
Novel
LE SOLEIL DE MA VIE
Ravistara
Flash
Memento
Ravistara
Novel
Bronze
I Love You, My Cousin
Ravistara
Novel
Bronze
Sang Peneduh Hati
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Flash
Jantelagen
Ravistara
Novel
Petala
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Cerpen
Bronze
Serenade Untuk Hafizah
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Flash
Jurit Malam
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara