Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
9,763
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Iya dok, baru ini bisa bersua, heheheh,
Mas Syarif, lama tidak bersua
masya Alloh masya Allohh
Rekomendasi dari Religi
Novel
Cinta Hanya Dia
Aza Muliana
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Gold
Membela Islam, Membela Kemanusiaan
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Before Sunrise
Agil Tiara
Novel
Rumah Kedua
Dede Yusuf Iskandar
Flash
Surat cinta untuk tuhan
Mahmud
Novel
Gold
The Prophetic Wisdom
Mizan Publishing
Novel
Gold
Perjalanan Ruh
Noura Publishing
Novel
Surat Cinta Tahajudku
Daniya Muthoharoh
Novel
Gold
Kuntum-Kuntum Surga
Mizan Publishing
Novel
Gold
Kiai Hologram
Bentang Pustaka
Flash
Bronze
Pada Hitungan Ketiga
Hadis Mevlana
Novel
Gold
150 Kisah Utsman ibn Affan
Mizan Publishing
Novel
Gold
Menjejak Amerika
Noura Publishing
Novel
Gold
A Tribute
Mizan Publishing
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Flash
Wajah-wajah Sang Aktor
Ravistara
Flash
Jantelagen
Ravistara
Novel
Petala
Ravistara
Novel
Bronze
I Love You, My Cousin
Ravistara
Novel
Bronze
Penjara Sukma
Ravistara
Flash
Bronze
Gandewa
Ravistara
Cerpen
Bronze
Serenade Untuk Hafizah
Ravistara
Novel
ATLAS
Ravistara
Flash
Jurit Malam
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Flash
Api yang Berdamai dengan Hujan
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Novel
Jagat Rasa
Ravistara