Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
12,786
Dibaca

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (3)
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
KETIKA MALAIKAT MENANGIS
Rizal Azmi
Novel
Gold
Hidup Kadang Begitu
Noura Publishing
Novel
Gold
REEM
Mizan Publishing
Novel
Ayam Kampus Story
Sukma Maddi
Novel
Gold
Aku Bukan Siti Nurbaya
Mizan Publishing
Flash
Suratan Takdir
Devi Wulandari
Skrip Film
Philophobia
ani__sie
Novel
Gold
Menemukan Soulmate Pilihan Allah
Noura Publishing
Cerpen
Bronze
Lelaki Pembelah Bulan
Imajinasiku
Novel
Gold
Sayap Surgaku
Coconut Books
Novel
Bronze
Menderas Rindu
Nurul Lathiffah
Flash
Bronze
Jodoh? Biarkan Kami Saling Menentukan
Daud Farma
Novel
Gold
Bersedihlah
Mizan Publishing
Novel
Sabda Cinta Dua Insan
iqbal syarifuddin muhammad
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Flash
Jantelagen
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Novel
Bronze
Penjara Sukma
Ravistara
Cerpen
Bronze
Solitary
Ravistara
Novel
Tak Seindah Fiksi
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Novel
Jagat Rasa
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Skrip Film
Kekasih Titipan
Ravistara
Flash
Api yang Berdamai dengan Hujan
Ravistara
Flash
Bronze
Ekspedisi Nubuat
Ravistara
Novel
Ariana of Zarya
Ravistara
Skrip Film
Keluar Jalur
Ravistara