Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
13,654
Dibaca

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (3)
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Flash
Bronze
Bakekok!!
Lora Arkansas
Cerpen
Kisah kucing yang Malang , pengorbanan yang tak terlihat
MUHAMMAD ROFIK
Novel
Gold
KIAI UJANG DI NEGERI KANGURU
Noura Publishing
Cerpen
Bronze
History of A City
DMRamdhan
Novel
Gold
Menata Hati Selepas Luka
Mizan Publishing
Cerpen
Kembalikan Kesedihan itu Padaku
putrinurul madinah
Novel
Faith
Aque Sara
Novel
Jodoh Salah Alamat
Bian
Flash
Suratan Takdir
Devi Wulandari
Novel
Bronze
Cinta di Balik Pesantren (Buku Pertama)
Imajinasiku
Cerpen
Tuhan Merestui Kita Bersama Menuju Surga
Erlani Puspita
Cerpen
Bronze
Sepersekian Tahun yang Lalu
Nisa Amalia
Novel
Bronze
NEGERI SERIBU BIDADARI
Embart nugroho
Novel
Bronze
Godaan Sang Mantan
Biru Tosca
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara
Novel
Bronze
My Blue White Avicenna
Ravistara
Cerpen
Bronze
Forget Me Not Case
Ravistara
Skrip Film
Kekasih Titipan
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara
Novel
Uri, Suatu Hari di Ruang Bersalin
Ravistara
Novel
Petala
Ravistara
Novel
Bocah Angin & Turbulensi Waktu
Ravistara
Flash
Jantelagen
Ravistara
Cerpen
Bronze
Solitary
Ravistara
Flash
Memento
Ravistara
Novel
Tak Seindah Fiksi
Ravistara
Novel
Tidak Apa-apa Tidak Sempurna
Ravistara