Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Senandika di Peron Dua Belas
7
Suka
13,912
Dibaca

Lolongan membelah pagi di bumi yang baru bersujud bersama arunika. Subuh belum lama berlalu dan sajadah masih terhampar, menyisakan cetakan kening pada beledu tipis termakan usia. 

Lolongan itu singgah begitu saja di telingaku, menggulirkan memori puluhan purnama yang masih segar berdarah. Darah akibat kerinduan yang terkoyak waktu. Lukanya pun masih menganga.

"Kanda!" Kakiku kebas, tetapi ia menolak untuk berhenti mengiringi lokomotif yang mulai bergerak meninggalkan peron dua belas. 

"Aku hanya pergi dua belas purnama!" sahutmu sebelum kita berpisah. Kau pun mengucap sumpah atas nama Allah.

Demi Allah, aku selalu mengingat setiap detik pagi itu. Juga setiap baris kalimatmu yang kupegang teguh hingga kini. Angka itu telah lama terlewati dengan jejak kabarmu yang seolah lenyap tanpa pertanda.

"Astagfirullah." Kuusir penak keraguan yang mulai terlahir dalam sanubari. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Hanya saja, bolehkah aku berharap kau pulang meski sejenak, Kanda? Apalagi ini adalah hari istimewa kita. 

Dengan harap yang tak pernah surut, aku pun berbenah, memasang jubah lusuh pemberianmu terakhir kali. Hanya ini pakaian terbaik yang kupunya untuk menyambutmu.

"Aku akan mengadu nasib di kota besar. Kau, jagalah diri baik-baik di sini," pesanmu. Anggukan takzimku mengokohkan niatmu. 

Kini, dengan debar yang gagal teredam di balik dada, kutunggu tanda-tanda kepulanganmu. Kutatap jemari yang tak letih menghitung. Hari yang sama, di waktu yang sama, kulakukan ini setiap tahun. Demi Allah, aku rindu. Malam-malam menjadi saksi kala kupanggil nama-Nya untuk mendoakanmu. 

Namun, waktu itu sepertinya tidak akan datang hari ini. Hingga lokomotif terakhir bersandar di peron, tak kujumpai batang hidung sang lelaki belahan jiwa. 

"Kanda ... aku tidak akan pernah lelah menantimu. Kutitipkan rindu ini bersama lantunan asma sang Khalik. Jika kau tidak rindu kepadaku, setidaknya pulanglah. Pulanglah bertandang ke pusara ayah ibu kita. Hari ini adalah peringatan wafat mereka." 

Kututup senandika seraya menggamit keranjang bekas taburan bunga, lalu beranjak menuju musala dekat stasiun. Mengakhiri hari dengan salat wustha, sebelum kumandang azan berakhir di peron dua belas.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (3)
Rekomendasi dari Religi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Flash
Bronze
Sebutir Kurma dan Seorang Pencuri Kesiangan
Abdi Husairi Nasution
Flash
Bronze
Ada Anak Bertanya Pada Ibunya
Ari S. Effendy
Flash
Batal Berbuka
Sena N. A.
Novel
Lelaki Pilihan
Syafaa Dewi
Flash
KANG ABI MENGAIS REJEKI
Heri Lumbiana
Flash
Bronze
Ulangan Online
Aizawa
Novel
Gold
Melampaui Mimpi Bersama Anies Baswedan Twitterland
Mizan Publishing
Cerpen
Di Ujung Azan Subuh
Penulis N
Flash
Bronze
Bokir
Maldalias
Flash
Saatnya Memohon Ampunan Tuhan
Agung Satriawan
Cerpen
Bronze
Sebuah Doa yang Bertabrakan
Ron Nee Soo
Novel
Sesejuk Embun
Rizka Purnomo
Novel
Bronze
365 Hari Bersama Sahabat Nabi
Biru Tosca
Novel
Gold
Islam itu Rahmatan Lil Alamin Bukan untuk Kamu Sendiri
Noura Publishing
Rekomendasi
Flash
Senandika di Peron Dua Belas
Ravistara
Flash
Modus Baju
Ravistara
Flash
Rindu di Balik Jendela
Ravistara
Skrip Film
Kekasih Titipan
Ravistara
Flash
Jantelagen
Ravistara
Novel
Tidak Apa-apa Tidak Sempurna
Ravistara
Skrip Film
AVICENNA
Ravistara
Flash
Jurit Malam
Ravistara
Novel
Ariana of Zarya
Ravistara
Skrip Film
Preloved
Ravistara
Novel
Tak Seindah Fiksi
Ravistara
Novel
7 Kisah di Balik Jendela
Ravistara
Novel
ATLAS
Ravistara
Novel
Petala
Ravistara
Novel
Bronze
Putih Polos Avicenna
Ravistara