Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Kenapa kamu membawa kami kesini kembali?, apa tidak cukup duka kami saat pemakaman tadi siang." Protes Alwi sambil memeluk istrinya Karmila yang duduk disampingnya.
"Ada hal penting apa?" Tama tampak tegang menatap sosok laki-laki empatpuluh tahun yang sedang duduk dihadapan mereka.
Sandra bangkit dari duduknya, "Ini mengerikan."
"Mam..." Arman sang detektif mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Sandra agar duduk kembali.
Karmila menarik tangan Sandra, "Duduklah sayang." lalu dia menatap Arman dan dua orang polisi yang berdiri disampingnya, "Tolong segera sampaikan apa yang kalian inginkan, kami harus segera kembali."
Arman memandang satu persatu sosok dihadapannya.
"Tasya sahabat kalian tidak bunuh diri, dia dibunuh dan kami yakin salah satu dari kalian adalah pelakunya."
Semua tampak terkejut.
"Apa, Tasya dibunuh?." Alwi berteriak.
"Tapi tadi kalian bilang dia terjatuh dari balkon karena terlalu mabuk." Ucap Tama.
Sandra bangkit berdiri, "Ini benar-benar gila."
"Mam..." Arman berteriak pada Sandra yang menjauh dari mereka.
"Tapi siapa dan kenapa?" Wajah Karmila tampak kebingungan saat menatap Arman.
"Mam..." Arman memanggil Sandra dan memberi isyarat agar dia kembali ke tempat duduknya.
"Tapi siapa yang tega membunuh Tasya?"
Semua terkejut saat Sandra tiba-tiba tertawa mendengar ucapan Tama.
"Seseorang bisa saja membunuhnya karena cintanya ditolak dan dipermalukan didepan teman-temannya."
"Diam kamu pelacur." Bentak Tama pada Sandra, semua menatap kearah mereka.
"Kamu pikir aku tidak tahu Tasya akan melaporkan kamu ke polisi, asisten pencuri."
Sandra hendak bangkit menampar Tama namun dicegah Karmila.
"Sudah cukup, ingat hari ini kita kehilangan sahabat kita..."
Tama tersenyum sinis, "Apa perlu aku bongkar juga rahasa kecil suami tercintamu?"
Semua terkejut menatap kearah Tama.
"Apa maksudmu Tama, jangan bercanda disaat seperti ini." Alwi mulai tampak emosi.
Karmila menatap tajam kearah Alwi, "Rahasia apa?"
Alwi tampak gugup, "Jangan dengarkan ocehan pemabuk."
"Tapi aku cukup sadar saat melihatmu beberapa kali masuk ke apartemen Tasya."
Alwi menghantam pipi Tama dengan tangannya, mereka berkelahi dan kedua polisi segera melerai mereka.
Sandra dan Karmila syok melihat kejadian didepan mereka.
Karmila bangkit sambil menangis dan menatap kearah Arman.
"Aib apalagi yang kalian ingin dengar , atau kalian ingin melihat kehancuran kami sekaligus."
Arman tiba-tiba tertawa dan bertepuk tangan.
Semua terkejut.
"Bukan aib, tapi kejujuran yang tidak bisa kami dapat tadi pagi saat interogasi."
"Aku sudah cukup dengan omong kosong ini, aku harus pergi karena anjing Tasya sendirian dimobil kami." Karmila melangkah menuju pintu diikuti Alwi dengan wajah panik.
Arman bangkit, "Aku tidak bisa membiarkan seorang tersangka pembunuhan pergi."
Semua terkejut menatap kearah Arman.
"Apa maksudmu?, tidak ada yang berada di apartemen ini setelah makan malam kemarin, cctv diluar merekamnya dengan jelas." Alwi tampak emosi.
"Tetanggapun sempat melihat Tasya duduk ditepian balkon malam itu seperti biasanya." Tambah Tama.
"Dan tampak mabuk seperti biasanya." Timpal Sandra.
Arman melihat Karmila tersenyum mengejeknya.
Karmila terekjut saat dia hendak membuka pintu, seorang polisi masuk membawa Miko, anjing Tasya dan anjing itu berlari dan menerjang kearah Arman yang sedang menelpon dan duduk di balkon.
"Anjing pemberianmu bukan, berapa lama kamu melatihnya? dan aku yakin kamu pasti tahu tentang janin diperut Tasya." Arman menatap tajam kearah Karmila sambil menunjukkan peluit anjing ditangannya.