Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku benci membereskan ilalang yang menempel di celana setiap kali aku berjalan jauh kesini. Tak jarang aku pulang dengan luka gores di kaki. Sepanjang kakiku melangkah, ilalang-ilalang itu memeluk seakan rindu. Padahal seminggu sekali pasti aku akan datang berkunjung. Mendaki puncak untuk memandangi sumur tua yang dipenuhi lumut spanyol. Warna putih mereka melambai menambah keindahan pemandangan. Di depan sumur terletak kursi taman yang terbuat dari kayu. Disanalah aku duduk memandangi sungai itu. Jam tidak memiliki guna lagi ketika aku datang berkunjung.
Aku bisa berlama-lama tenggelam dalam pesona sumur tua di atas bukit. Sumur yang berisi semua kecuali rasa cukup. Aku tidak lagi memandangi taman bunga atau bermain layangan.
Aku hanya ingin duduk sendiri dan larut. Kadang hujan deras datang menyapa. Membuat gigiku mengadu satu sama lain. Tapi aku masih bertahan. Kadang terik panas matahari menyilaukan mata. Tapi aku tetap betah. Tidak ada alasan bagiku untuk pergi.
Diantara diamku sendiri, ada seorang laki-laki yang tiba-tiba datang menghampiri. Dia datang tanpa salam apalagi sekuntum bunga. Dia tidak pernah mengenalkan namanya. Dia duduk disampingku lalu langsung bertanya, "Kenapa kamu tidak lagi mengunjungi taman bunga? Mereka mati tidak disiram."
"Pada akhirnya mereka akan mati. Itu bukan kejutan."
"Banyak pemandangan selain sumur tua ini. Kamu tidak mau jalan-jalan?"
Dia berdiri dan berjalan percaya diri. Akhirnya aku mengikutinya dari belakang. Aku ingin mengusirnya darisini. Ini tempatku. Dia pikir dia siapa?
Dengan dipenuhi senyum, dia memperlihatkanku ayunan yang baru kusadari ada. Dia bilang dia sendiri yang merakitnya dari roda bekas. Dia bahkan menunjukkan jalan menuju sungai rahasia. Tempat yang bahkan tidak aku ketahui ada. Sungai itu bersinar layaknya mentari pagi. Teduh tidak menyilaukan. Melahirkan terang diantara gelapnya pepohonan yang mengitari. Dia menunjukkanku rumahnya. Sebuah gubuk di samping sungai, jauh dari sumurku. Dia memintaku untuk tinggal dan ku amini.
Kakiku tidak lagi terluka karena ilalang. Waktu kuhabiskan dengan menyirami mawar berbagai warna. Aku akan berlama-lama berenang di dalam sungai. Melihat tanganku yang bergerak di dalam air. Aku memasak hasil panen lalu makan berdua dengannya. Aku jadi banyak bicara dan dia banyak mendengar.
Sampai kemudian dia menghilang seperti embun pagi yang jatuh ke tanah. Lenyap seperti bumbungan asap pulang ke langit.
Aku berlari kesana kemari. Membongkar tanah dan menyelami sungai. Aku tebang semua bunga berharap dia bersembunyi diantara kelopak-kelopak yang rapuh.
Hanya ada satu tempat lagi. Aku berlari ke puncak bukit. Dengan telapak kaki yang berlumur darah. Tanganku gemetar membuka tirai lumut spanyol dan menemukannya dengan mata terpejam di dasar sumur tua.
Maka aku putuskan untuk masuk kesana. Kami akan membangun gubuk di dalam sumur tua dan hidup berdua selamanya.