Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku menatap danau yang memantulkan cahaya bulan, aku sengaja berdiri di sini untuk melihat Parade Kunang-kunang
Aku mendongakan wajah ke atas dan melihat bulan bersinar penuh dan terang. Teringat cerita Ling bahwa bulan purnama adalah waktu yang tepat untuk melihat kemunculan kunang-kunang dari danau.
Dulu, aku berkenalan dengan perempuan cantik bernama Ling di danau ini. Perempuan itulah yang tiap kali kutunggu kedatangannya. Dada selalu berbedar-debar setiap kali aku melihat wanita itu tersenyum. Sangat manis.
“Aku juga sering lihat kunang-kunang muncul di danau ini,” ucap Ling kala itu.
“Benarkah?”
Ling mengangguk. "Apa kamu percaya bahwa kunang-kunang itu jelmaan dari kuku orang yang sudah meninggal?"
Aku hanya terdiam. Aku pernah mendengar mitos seperti itu.
***
Aku kembali mengarahkan pandangan ke arah danau. Kenangan bersama Ling kembali berkelebat di dalam kepala. Kenangan saat kami berdua berdiri di atas jembatan seraya merangkai masa depan bersama.
"Aku akan pergi ke Medan selama dua tahun untuk bekerja di sana," ucapku kala itu. "Aku sebenarnya tidak ingin meninggalkanmu, Ling, tapi aku tidak mungkin menolak tawaran ini."
Ling hanya terdiam, matanya nanar memandang air danau yang bening. "Apa tidak bisa didiskusikan dulu, Mas? Kita baru menikah seminggu, masa tidak ada keringanan dari kantor."
Aku menggenggam tangan Ling yang hangat. "Tidak bisa, Ling, ini perintah dari atasanku, kamu tahu sendiri perusaanku sedang kacau, ini satu-satunya cara agar aku bisa naik jabatan."
Ling hanya menundukkan wajah. Dia mengangguk walau aku melihat ada sorot mata tidak rela terpancar dari sana.
***
Mula-mula aku melihat sebuah titik cahaya muncul dari dalam kegelapan sekeliling danau. Titik-titik cahaya itu perlahan-lahan menjadi ribuan titik cahaya yang seolah bergerak maju. Aku tahu ini sudah saatnya bagi kunang-kunang itu membebaskan dirinya. Seperti jiwa-jiwa yang terbelenggu menunggu kebebasan.
Ribuan titik-titik cahaya itu semakin naik ke atas, cahaya kuning berpendar menyilaukan ketika kunang-kunang pertama keluar dari sisi danau—kemudian disusul kunang-kunang lain yang jumlahnya sangat banyak. Membentuk sebuah permadani berwarna kuning yang sangat indah.
Kunang-kunang itu semakin naik dan berputar-putar seperti sedang melakukan sebuah parade. Entah kenapa aku merasa sedikit kelu dan bahagia melihat pemandangan itu. Parade kunang-kunang itu membuatmu teringat dengan Ling.
Aku terpaku melihat semua itu. Cahaya kuning itu hampir menerangi sekeliling danau. Aku kembali melihat ke pantulan air danau dan dengan bantuan cahaya bulan aku melihat wajahku dan Ling tersenyum dari dalam danau. Aku teringat saat insiden jembatan itu runtuh dan menimbun kami saat pertemuan terakhir kami. Jasad kami berdua ada di dalam danau dan menjelma menjadi kunang-kunang.