Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Lihat si cewek jelek datang!" seru seorang cowok menunjuk ke arahku.
Tawa menggelegar mengisi seluruh indra pendengaran ku. Sepanjang koridor aku ditatap jijik terutama oleh kaum laki-laki. Entah apa yang mereka pikirkan padahal aku hanya lewat saja. Seketika tawa itu berhenti berderai setelah kedatangan siswi cantik bernama Cantika. Mereka semua menyapanya bahkan menatap Cantika memuja. Ku percepat langkah, untuk sementara perhatian mereka teralih dengan kehadiran Cantika.
Aku rasa tidak ada yang aneh dengan penampilanku bahkan tidak ada kacamata membingkai wajah bulat ku. Hanya rambut kepang dua menjadi pemanisnya. Apa itu salah?
Apa itu menjadi hal lucu untuk bahan tertawaan yang mengusik ketenangan ku?
Selama tiga tahun bersekolah tidak ada yang mau dekat-dekat denganku bahkan mereka terlihat berpikir seribu kali saat aku berada di radar mereka. Bertanya? tidak mungkin.
Aku terlalu takut dan aku menghindari namanya masalah tapi bukannya terhindar malah terperosok hingga tak ada satu orang pun yang mau menolong.
"Jelek," seorang cowok memanggilku.
Aku tetap diam lagipula aku memiliki nama.
"Woi jelek jangan sok cantik lo, muka jelek kok sombong!"
Aku memejamkan mata. Apa dia tidak bisa mengerti apa yang aku rasa minimal sebut nama asliku pasti aku akan menoleh ke arahnya.
Dia berdecih lalu langkah kakinya terdengar menjauh.
Sekolah Menengah Atas atau singkatnya SMA menjadi tempat mengerikan untuk aku datangi. Seperti tempat terlarang oleh hadirnya aku disini.
Aku diasingkan dan ingin menangis keras namun sadar, siapa nanti yang akan peduli. Mereka hanya akan tertawa dan terus tertawa di atas penderitaan ku.
Aku kuat, hanya satu semester lagi dan aku akan bebas. Iya, yang harus aku lakukan adalah sedikit lagi bersabar. Sedikit lagi!
Setiap hari aku mengunjungi tempat olahraga tinju diam-diam. Aku terus memukul samsak sampai tangan ku memerah dan terasa sakit. Rasa sakit ditangan ini tidak sebanding dengan sakit di dalam hatiku yang terus di hina bahkan dipandang jijik oleh seluruh murid-murid SMA padahal aku tidak pernah mengusik salah satu dari mereka bahkan kenal pun tidak. Ku hanya diam dan menundukkan kepala jika tak sengaja berpapasan.
Ayah, ibu, apa salahku!
Nama ku Pesona namun jeleknya wajahku menjadi masalah. Aku tidak suka berdandan apalagi melihat kaca sekedar menengok bagaimana rupaku sendiri.
Aku sudah jelek di mata orang-orang. Paras cantik membuat mereka menghina paras yang tidak terlihat menarik dimatanya.
Ku tendang sekali lagi samsak lalu pergi dari tempat latihan.
"Pesona!"
Aku berbalik mencari orang yang telah memanggilku tetapi tidak ada siapa-siapa.
"Lo nggak jelek dan akan terlihat memukau di mata yang tepat. Lo jangan sedih!"
Aku membeku ditempat yang dikatakan Damar–salah satu cowok selalu mengejek bahkan tertawa paling kencang ketika aku di permalukan.
Dia menghiburku?
Damar tersenyum tipis lalu melambaikan tangannya agar aku mendekat. Aku menatapnya ragu juga sedikit takut.
"Gue nggak jahat elah, sini temenin gue," ujarnya kesal.
Aku mendekat dan duduk disampingnya. Damar menatap samsak yang ku tendang tadi.
"Tenaga lo kuat juga sampe samsak-nya mental jauh." pujinya terkekeh kecil.
Damar menghirup udara.
"Gue minta maaf kalau di sekolah suka ngetawain lo."
Aku menoleh kearahnya.
"Lo itu lucu dan ... cantik," lanjutnya sukses membuatku tercengang.
Aku tidak jelek?