Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sewaktu jam pelajaran kosong, aku dan Riyu duduk-duduk di bawah pohon mangga yang dekat dengan kolam ikan sekolah. Kami ketawa-ketiwi nggak jelas sambil memandangi awan yang terus berubah bentuk.
"Riyu, bolehkan aku bertanya tentang masa depanmu?" Aku bingung saat melihat bentuk awan yang menyerupai sepasang pengantin baru.
"Apa?"
"Kalau sudah besar nanti, apa kamu pengen kawin?"
"Pengen, lah."
"Kalau begitu kamu harus berhati-hati. Menurutku, kawin itu nggak adil. Kasihan pihak cewek. Tapi, kalau kamu nikah, ceweknya pasti senang. Asal kamu tahu ya, kawin sama nikah itu beda, lho."
"Lho kok bisa, gitu? Perbedaannya cuma hurufnya aja kok. Intinya sama aja. Kita kawin dulu, baru nikah."
"Kebalik tuh, yang benar nikah dulu baru kawin."
"Terserah kamu, Luca!"
"Ngomong-ngomong, Riyu, menurutmu kawin itu kayak gimana, sih?"
"Susah ngejelasinnya. Intinya suatu hubungan antara 'in' dan 'out' layaknya pertandingan sepakbola."
"Terus rasanya enak, nggak?"
"Pasti enak, lah. Seperti kalau kita memasukkan sesuatu pada tempatnya, pasti terasa nikmat dan indah."
"Tapi, itu kan enak bagi cowok doang. Lha, bagi cewek gimana? Apa yang dirasakannya juga sama?"
"Tetap sama dong, Luca. Sama-sama enak!"
"Enak gimana, Riyu? Dimana-mana yang namanya kemasukkan, tuh, nggak enak, tahu!"
Riyu bengong, mikir keras tapi gak bisa jawab.
Hening panjang.
"Riyu, sekarang aku mau bertanya. Saat kamu bermain bola dan kamu berhasil memasukkan bola ke gawang tim lawan, kamu pasti senang, kan?"
"Senang, lah. Aku pasti langsung selebrasi."
"Oke. Sekarang kalau gawang tim kamu yang gantian kemasukan bola, gimana? Apa kamu masih merasa senang?"
"Kamu, tuh, bego atau gimana sih, Luca? Namanya kemasukan bola ya pasti sedih, lah. Bukan hanya aku saja yang sedih, tapi timku juga bakal sedih, bahkan sampai pendukungnya sekalipun."
"Noh, kamu aja setuju. Jadi, kesimpulannya kawin itu tidak adil. Kasihan pihak cewek yang kemasukan!"
"Tapi, jangan diibaratin main bola gitu, dong!"
"Tadi, kan, kamu sendiri yang bilang jika kawin itu kayak main bola."
"Ya emang, gitu. Tapi bukan kayak gitu juga, ah!"
"Terus kayak gimana, dong?"
"Kawin tu kayak kita lagi ngorek kuping pake cutton bud."
"Busettt... gimana ceritanya, tuh? Masa' kawin disamain kayak lagi ngorek kuping."
"Hahaha, sekarang gini. Gimana rasanya kalau kupingmu kemasukan cutton bud? Pasti nikmat banget, kan? Geli-geli gimana gitu, kadang juga bikin teler. Ngaku aja, deh."
"Benar juga, ya. Apalagi kalau kotorannya dapat banyak, aku senang banget, tuh."
"Yap, benar banget. Tapi kalau kamu sudah besar dan menikah suatu hari nanti, jangan sekali-kali kamu kawin pakai kondom! Kasihan cewekmu!"
"Lho, kasihan gimana? Bukankah kondom bagus buat keamanan, ya?"
"Hahaha, Luca... Luca. Kamu tu goblok banget, deh. Memangnya kamu mau, kuping kamu dimasukin cutton bud yang dibungkus plastik?"
"Hahaha, nggak mau, lah. Sakit, tahu! Tapi, kamu kok bisa tahu gituan, sih, Riyu? Pasti kamu sering belajar IPA tentang sistem reproduksi, ya?"
"Pastinya."
"Eh, denger-denger kalau pintar IPA bisa jadi dokter, kan?"
"Iya, makanya aku belajar IPA biar kalau udah gede bisa jadi dokter."
"Lho, katanya cita-citamu ingin jadi pemain bola kayak Ronaldo."
"Betul! Tapi, aku juga ingin jadi dokter yang beda dari dokter lainnya."
"Maksudmu dokter spesialis, gitu?"
"Ya, dokter spesialis kandungan."
# @!/$*!¥₩€