Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Mimpi Yang Lain
9
Suka
6,687
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

 Terbang tinggi meliuk- liuk dibawa angin. Cita-cita Batara juga bisa terbang tinggi bagaikan permainan itu, seharusnya! Namun, layang-layang yang menjulang dan gagah diantara permainan yang lainnya telah membawanya pada situasi yang tak berdaya ini.

“Sudahlah, jangan lagi kau sesali kejadian 10 tahun yang lalu itu, Nak,” ujar Ibu kepada Batara.

Mata Batara berkaca-kaca sambil memperhatikan anak-anak yang sedang bermain layang-layang di depan rumahnya.

“Bukan itu yang kusesali, Bu. Aku mau anak-anak yang sedang bermain layangan itu bisa terbang setinggi mungkin, tidak seperti aku yang tersudut karena kepincanganku akibat kelalaian dan keangkuhanku dulu. Mengejar layangan hanya untuk mengorbankan masa depanku. Aku malu dengan ulah kusendiri, Bu! Bodoh, bodohnya aku,” pekik Batara.

Ibu mengusap airmata Batara dan memeluknya dengan erat.

 “Jangan kau salahkan dirimu lagi, Nak. Kau tidak mesti menjadi seorang polisi agar menjadi berguna”

“Habis, siapa yang harus kusalahkan, Bu? Layangan itu? Mobil yang menabrakku itu? kebodohanku itu? Cita-citaku hanya tinggal ilusi.”

“Tidak ada yang tidak mungkin, Tara. Kau saja yang tidak mau membuka diri, kau saja yang selalu hanyut dengan penyesalanmu, kau saja yang selalu merasa rendah diri.”

“Maksud ibu, aku harus berbangga dirikah dengan ini semua? Apa aku harus teriak kepada tetangga dan bilang ‘heyyy, lihat aku sipincang yang gagal mati itu’,  begitu?”

Ibu berujar sambil menggenggam tangan Tara dengan kuat “Apa kau tidak bisa memaafkan dirimu sendiri? Melangkah dan lihat ke depan anakku, kau masih muda, kepincangan bukan menjadi alasan buatmu untuk tidak berkarya. Ini bukanlah permainan takdir, tapi ini semua menjadi pelajaran untukmu agar terus bersyukur”

 

Tak lama setelah perbincangan ibu dan Batara selesai, seorang pria berstelan parlente berusia 40 tahun-an mengetuk pintu rumah. Batara mengambil tongkat yang ia letakkan berdiri di dinding kamarnya. Batara segera membukakan pintu.

 

Pria itu tersenyum dan tanpa basa-basi berujar, “Aku butuh kamu untuk mendesain tatanan kota baru yang ramah lingkungan. Besok, jam sepuluh pagi, kamu akan dijemput.”

Dengan terbata-bata, Batara berseru, “Bapak siapa?”

“Kenalkan, saya Rudi”

“Saya belum mengerti maksud Bapak”

“Sudah. Besok bersiaplah, saya akan jelaskan lebih detail”

“Tapi ...”

“Jangan khawatir, kamu akan tahu besok”

“Bukan itu, Pak. Bapak tahu saya dari mana?”

“Itu tidak penting. Yang penting kamu ketahui adalah, saya butuh orang seperti kamu”

Pria itu berlalu dan Batara masih terdiam di depan pintu. Mimpi yang lain sedang menunggu, itulah yang Batara utarakan di dalam lubuk hatinya yang terdalam. Tak lama, Batara dikejutkan oleh ibu yang sedang menenteng kertas A3 yang baru saja ia beli.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Flash
Mimpi Yang Lain
Elisabeth Purba
Novel
Gold
Ice Cream for Share
Mizan Publishing
Cerpen
Bergegas Tumbuh
Hai Ra
Novel
Bronze
Langit Biru
andisalsa_khr
Novel
Gold
Terobsesi bungkus, lupa akan isi
Bentang Pustaka
Novel
Michele : Richest Woman in the World
Razza
Novel
Setitik Cahaya Yang Meredup
sandra firnawati
Novel
Bronze
Route
Hendika A. Cantona
Flash
HANUM
Shinta Puspita Sari
Cerpen
Bronze
ZINA
Iman Siputra
Cerpen
Bronze
Rumah yang Tak Hangat
Nada Khalisha I.
Novel
Bronze
Kaligrafi untuk Sabrina
Bisma Lucky Narendra
Novel
Akresi
Kinalsa
Flash
Hutang Fiksi
Sugiadi Azhar
Flash
Gangneung
NUR C
Rekomendasi
Flash
Mimpi Yang Lain
Elisabeth Purba
Novel
Misogini
Elisabeth Purba
Novel
Bronze
SYEMA WEGARI
Elisabeth Purba
Novel
Yonathan dan Lempengan Mata Misterius
Elisabeth Purba
Flash
Berlindung Di Bawah Atap Bocor
Elisabeth Purba