Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Undangan Lingsir Wengi
20
Suka
6,816
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Malam ini, papa mama memutuskan untuk menginap di rumah mbah buyut. Joglo tua yang pernah menjadi tempat tinggalku saat bayi dahulu, sebelum akhirnya kami pindah. Sampai malam ini, hujan masih sangat deras. Bahkan seperti derasnya tadi sore, hanya saja tadi sore, beserta angin kencang lalu menumbangkan pohon di dekat rumah buyut ini, beruntung bukan mengenai rumah. Salah satu alasan yang membuat kami harus menginap, karena kejadian sore tadi telah menjebak kami untuk mau tak mau harus menginap.

Hujan di luar masih saja deras, lamat-lamat terdengar suara tembang lingsir wengi dari kamar buyut. Itu pasti papa yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk memutar radio sekaligus CD tua di kamar buyut. Tembang yang hanya itu-itu saja, lebih tepatnya hanya tembang lingsir wengi yang tersisa.

Lingsir wengi, sepi durung bisa nendra...

Di luar, hujan masihlah deras. Entah kenapa tembang justru lebih keras terdengar, aku lalu bermaksud mendatanginya. Seharusnya papa tak menyetelnya sekeras ini malam-malam. Jika hujan reda, suaranya bisa mengganggu tetangga.

Suara tembang semakin jelas, sebab aku pun sudah mendekati kamar buyut. Tembang yang berasal dari radio tua itu akhirnya telah berada di dekatku. 

Ceklek.

"Jangan dibuat mainan!"

"Nggak kok, yut. Sudah malam aja, jangan keras-keras." Jawabku pada buyut.

Meski awalnya aku hanya ingin menurunkan suaranya, tembang itu telah berhenti, mungkin aku telah menekan tombol matinya.

"Nanti aku hidupin lagi lagunya, tapi jangan buat mainan, ya?"

"Nggak buat mainan, yut." 

Aku berusaha menegaskan lagi pada buyut, aku tak memainkan radionya. Kulihat buyut yang duduk tersenyum di tepian ranjang, mengamati radionya. Dan ternyata papa mama yang juga sudah berdiri di tengah pintu, menatap buyut begitu sendu. Mama lalu mendekati buyut.

"Mbah, tolong jangan begini, ikhlaskan cicitmu."

"Tadi dia masih mainin radio, kok. Masih suka godain aku putramu, tuh."

Aku masih mengamati mereka, apa yang dimaksud sebenarnya? Lalu papa juga ikut mendekati buyut, papa memegang lututnya. 

"Mbah, biarkan cicitmu tenang, kita harus ikhlas, tak ada yang salah, apalagi pohon di dekat rumah itu, dan tadi sore menjatuhi cicitmu, itu sudah takdir."

Jadi? Aku terkejut mendengarnya. Sekarang aku sadar, buyut tak melihatku dari tadi, juga mama dan papa. Ya, aku sudah tertimpa pohon yang tumbang tadi sore.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
mantap 👍🏻👍🏻
Wadhuh ... endingnya serem juga
@alwindara : hehe, terima kasih Kak
Waduh gak kuat lah kalo udah lingsir wengi...
Go. Go go. Go
@halimun : Waduh, hehe
Gimana rasanya jadi orang mati heheheh
@damardanarto : Terima kasih, hehe.
Merinding juga
@dianadia : Oh, ternyata, hehe.
Rekomendasi dari Horor
Flash
Undangan Lingsir Wengi
Choirunisa Ismia
Novel
Bronze
Misteri Dendam Widuri
Jasmine23Pramestia
Cerpen
Bronze
Dia Menangkap Hantu dengan Dua Tangannya
Habel Rajavani
Flash
Peternakan Nenek
aleu
Novel
Kisah Penyap dari Rimbun Bambu di Belakang Taubah
Ariyanto
Novel
Gold
Fantasteen Wooley Dolley
Mizan Publishing
Novel
Dikutuk
Bulan Separuh
Novel
Bronze
Makhluk Tak Kasat Mata Peliharaan Ibuku
Erma Sari
Novel
Bronze
Pedalaman Gumantra
Randy Arya
Novel
Bronze
Surti
Herman Sim
Novel
Bronze
Luk Thep ~Novel~
Herman Sim
Flash
Sebuah Ritual Pemanggilan
Matrioska
Flash
Monster
Ocha
Flash
Bronze
Psikopat
Aiharu Story
Novel
Bronze
Butik Berdarah
Nova Lindah
Rekomendasi
Flash
Undangan Lingsir Wengi
Choirunisa Ismia
Novel
Bronze
Sejak Mimpi tak Lagi Mimpi
Choirunisa Ismia
Flash
Bronze
Ada yang Merdeka dari Kantong-kantong Jas
Choirunisa Ismia
Flash
Mengikhlaskan atau Meninggalkan
Choirunisa Ismia
Flash
Bronze
Suami dari Masa Lalu
Choirunisa Ismia
Cerpen
Bronze
Ibu untuk Asara
Choirunisa Ismia
Flash
Daun Kelor
Choirunisa Ismia
Skrip Film
Jika Sayap ke Surga Utuh
Choirunisa Ismia