Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Secangkir Teh
18
Suka
7,502
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jangan bicara. Secangkir teh mampu diam-diam menyerap kata yang kauucapkan, lalu menjadikan rasanya hambar, bahkan tengik. Jadi jangan kaubebani dia dengan suara. Simpan saja percakapan yang ingin kausampaikan. Jika Tuhan mengizinkan, kita masih punya banyak waktu. Duduklah di sampingku saja, tanpa perlu mengucapkan, “Selamat pagi!” Tak usah pusing memikirkan apa yang harus kita perbincangkan. Saat teh pertama tersaji di hadapan kita, lupakan dunia dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah hening tak selalu ada sepanjang hari? Sebentar lagi, begitu Matahari mulai tinggi di ufuk, dan langit berubah kelabu, deru dan debu segera mengisi udara. Pekak berita akan membanjiri telinga. Kecemasan-kecemasan lahir begitu saja. Dan kita akan kehilangan kesempatan menikmati pagi yang bersih dari segala dusta. 

Kau pasti tahu, aku mencintai kesunyian melebihi apa pun. Namun, cukup sulit bagiku mendapatkannya. Telah begitu lama dunia menjeratku dengan harapan, dan membuatku selalu berlari—terus berlari—seolah-olah tanganku harus meraih sesuatu dan kakiku mesti bergerak maju. Secangkir teh mengajarkan aku untuk mencintai kehidupan dengan cara yang lebih sederhana, bahwa memelankan langkah, beristirahat, dan menikmati heningnya pagi, seraya merasakan setiap hela napas, bukanlah suatu dosa, dan tidaklah sia-sia. Dia menyadarkanku, sunyi tak selalu tanpa suara. Dia bisa terdengar dalam senandung lirih bisikan embun, dalam kicau burung-burung yang bernyanyi merdu di kejauhan, juga dalam tawa daun-daun ketika perutnya digelitik angin yang ibu. Hanya saat subuh membuka mata dan doa-doa yang dipanjatkan menyentuh langit, bagai buku jiwa yang terbuka, kesunyian membisikkan rahasia yang tak mampu diungkap kata. 

Aku suka memperhatikan teh saat airnya berubah perlahan-lahan, dari hijau ke kuning, dari kuning ke cokelat, lalu memekat mendekati hitam, seperti nyawa sehelai daun, dan mungkin juga kehidupan. Harum yang terhidu begitu tehnya matang, membuat hatiku dipenuhi rasa tenteram. Tentu, aku tak mungkin memastikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu? Matahari mendekat dari arah laut, membawa kabar yang entah apa. Mungkin kelahiran, mungkin obituari, mungkin pula keduanya. Sebentar lagi, segala sesuatu akan beranjak dari tempatnya semula. Yang tinggal akan pergi. Yang pergi akan terganti. Yang terganti akan berlalu. Tapi aku tak ingin memusingkannya. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh. Jadi, jangan bicara! Jangan bicara, pikiranku! Sejenak saj—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Catatan Broken Home
Langit jingga
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Novel
Bronze
Janji Allah~Novel~
Herman Sim
Novel
Bronze
Lintang Kelana
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Bronze
Sepatu untuk Riyani
Vhira andriyani
Novel
Audy 1993: Diary Anak SMP
Nadya Wijanarko
Novel
Bronze
Cala yang Berlubang
Nayaka Ashaki
Cerpen
Bronze
Jangan Bersedih, Koara
Nita Roviana
Novel
GARIS PEREMPUAN
Maysanie
Novel
Bronze
Aku tetaplah diriku
Devi Wulandari
Skrip Film
The Insurance
Bella Puteri Nurhidayati
Novel
Alfa
Haneul
Novel
Rush Hour
NarayaAlina
Flash
Aku Mencintaiku
SITI NUR AISYAH
Novel
Bronze
Cinta Yang Terenggut
Sofia Grace
Rekomendasi
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Flash
Mencari Kacamata
Rafael Yanuar
Cerpen
Malam Dingin di Cigigir
Rafael Yanuar
Novel
Sampai Jumpa Besok
Rafael Yanuar
Cerpen
Tujuh Belasan di Desa Dukun
Rafael Yanuar
Cerpen
Catatan Harian Pak Treng
Rafael Yanuar
Novel
Perjalanan Semusim
Rafael Yanuar
Flash
Kekasih Hujan
Rafael Yanuar
Flash
Janji Santiago
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Cerpen
Racau
Rafael Yanuar
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Novel
Gerimis Daun-Daun
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar