Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Secangkir Teh
18
Suka
7,316
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jangan bicara. Secangkir teh mampu diam-diam menyerap kata yang kauucapkan, lalu menjadikan rasanya hambar, bahkan tengik. Jadi jangan kaubebani dia dengan suara. Simpan saja percakapan yang ingin kausampaikan. Jika Tuhan mengizinkan, kita masih punya banyak waktu. Duduklah di sampingku saja, tanpa perlu mengucapkan, “Selamat pagi!” Tak usah pusing memikirkan apa yang harus kita perbincangkan. Saat teh pertama tersaji di hadapan kita, lupakan dunia dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah hening tak selalu ada sepanjang hari? Sebentar lagi, begitu Matahari mulai tinggi di ufuk, dan langit berubah kelabu, deru dan debu segera mengisi udara. Pekak berita akan membanjiri telinga. Kecemasan-kecemasan lahir begitu saja. Dan kita akan kehilangan kesempatan menikmati pagi yang bersih dari segala dusta. 

Kau pasti tahu, aku mencintai kesunyian melebihi apa pun. Namun, cukup sulit bagiku mendapatkannya. Telah begitu lama dunia menjeratku dengan harapan, dan membuatku selalu berlari—terus berlari—seolah-olah tanganku harus meraih sesuatu dan kakiku mesti bergerak maju. Secangkir teh mengajarkan aku untuk mencintai kehidupan dengan cara yang lebih sederhana, bahwa memelankan langkah, beristirahat, dan menikmati heningnya pagi, seraya merasakan setiap hela napas, bukanlah suatu dosa, dan tidaklah sia-sia. Dia menyadarkanku, sunyi tak selalu tanpa suara. Dia bisa terdengar dalam senandung lirih bisikan embun, dalam kicau burung-burung yang bernyanyi merdu di kejauhan, juga dalam tawa daun-daun ketika perutnya digelitik angin yang ibu. Hanya saat subuh membuka mata dan doa-doa yang dipanjatkan menyentuh langit, bagai buku jiwa yang terbuka, kesunyian membisikkan rahasia yang tak mampu diungkap kata. 

Aku suka memperhatikan teh saat airnya berubah perlahan-lahan, dari hijau ke kuning, dari kuning ke cokelat, lalu memekat mendekati hitam, seperti nyawa sehelai daun, dan mungkin juga kehidupan. Harum yang terhidu begitu tehnya matang, membuat hatiku dipenuhi rasa tenteram. Tentu, aku tak mungkin memastikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu? Matahari mendekat dari arah laut, membawa kabar yang entah apa. Mungkin kelahiran, mungkin obituari, mungkin pula keduanya. Sebentar lagi, segala sesuatu akan beranjak dari tempatnya semula. Yang tinggal akan pergi. Yang pergi akan terganti. Yang terganti akan berlalu. Tapi aku tak ingin memusingkannya. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh. Jadi, jangan bicara! Jangan bicara, pikiranku! Sejenak saj—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Titik Tertinggi
Suci Mulyati
Novel
Bronze
Orang Orang Tangguh (Antologi Cerpen Pilihan Ketiga)
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Episode
Perspektifat
Flash
Hadiah Bawang Bombai
Athar Farha
Flash
Forget
iam_light.blue
Flash
Bronze
Cerita-Cerita Bis Ibukota
Silvarani
Novel
Bronze
Angel's Diary
Angelina Beribe
Novel
Bronze
Tentang Asa
Vivian Hong
Novel
Tidak Ada Desember Tahun Ini
dey
Novel
SUNSET
Murti Wijayanti
Flash
Bronze
Di Jalan Braga
B12
Cerpen
Stranger's Jacket
Feryan Christ Jonathan
Novel
612 Hours
Dya
Novel
Gold
The Leader Who Had No Tittle
Bentang Pustaka
Rekomendasi
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Layang-Layang
Rafael Yanuar
Flash
Warna Pelangi
Rafael Yanuar
Flash
Clair de Lune
Rafael Yanuar
Cerpen
Menulis Haiku
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Cerpen
Toko Buku Kecil di Kaki Bukit
Rafael Yanuar
Flash
Setelah Gelap Datang
Rafael Yanuar
Flash
Lari!
Rafael Yanuar
Flash
Dunia dalam Tas
Rafael Yanuar
Flash
Kepada Mantan Kekasihku
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Flash
Aku Tak Ingin Mati Seperti Ini
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar