Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Secangkir Teh
18
Suka
7,386
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jangan bicara. Secangkir teh mampu diam-diam menyerap kata yang kauucapkan, lalu menjadikan rasanya hambar, bahkan tengik. Jadi jangan kaubebani dia dengan suara. Simpan saja percakapan yang ingin kausampaikan. Jika Tuhan mengizinkan, kita masih punya banyak waktu. Duduklah di sampingku saja, tanpa perlu mengucapkan, “Selamat pagi!” Tak usah pusing memikirkan apa yang harus kita perbincangkan. Saat teh pertama tersaji di hadapan kita, lupakan dunia dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah hening tak selalu ada sepanjang hari? Sebentar lagi, begitu Matahari mulai tinggi di ufuk, dan langit berubah kelabu, deru dan debu segera mengisi udara. Pekak berita akan membanjiri telinga. Kecemasan-kecemasan lahir begitu saja. Dan kita akan kehilangan kesempatan menikmati pagi yang bersih dari segala dusta. 

Kau pasti tahu, aku mencintai kesunyian melebihi apa pun. Namun, cukup sulit bagiku mendapatkannya. Telah begitu lama dunia menjeratku dengan harapan, dan membuatku selalu berlari—terus berlari—seolah-olah tanganku harus meraih sesuatu dan kakiku mesti bergerak maju. Secangkir teh mengajarkan aku untuk mencintai kehidupan dengan cara yang lebih sederhana, bahwa memelankan langkah, beristirahat, dan menikmati heningnya pagi, seraya merasakan setiap hela napas, bukanlah suatu dosa, dan tidaklah sia-sia. Dia menyadarkanku, sunyi tak selalu tanpa suara. Dia bisa terdengar dalam senandung lirih bisikan embun, dalam kicau burung-burung yang bernyanyi merdu di kejauhan, juga dalam tawa daun-daun ketika perutnya digelitik angin yang ibu. Hanya saat subuh membuka mata dan doa-doa yang dipanjatkan menyentuh langit, bagai buku jiwa yang terbuka, kesunyian membisikkan rahasia yang tak mampu diungkap kata. 

Aku suka memperhatikan teh saat airnya berubah perlahan-lahan, dari hijau ke kuning, dari kuning ke cokelat, lalu memekat mendekati hitam, seperti nyawa sehelai daun, dan mungkin juga kehidupan. Harum yang terhidu begitu tehnya matang, membuat hatiku dipenuhi rasa tenteram. Tentu, aku tak mungkin memastikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu? Matahari mendekat dari arah laut, membawa kabar yang entah apa. Mungkin kelahiran, mungkin obituari, mungkin pula keduanya. Sebentar lagi, segala sesuatu akan beranjak dari tempatnya semula. Yang tinggal akan pergi. Yang pergi akan terganti. Yang terganti akan berlalu. Tapi aku tak ingin memusingkannya. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh. Jadi, jangan bicara! Jangan bicara, pikiranku! Sejenak saj—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Ketua Kelas
Muhammad Yunus
Novel
A massage
Wilda Aulia
Novel
Karsa
Ananda Galih Katresna
Novel
Bronze
Setinggi Puncak Sumatera
intan elsa lantika
Novel
Bronze
Please, PROTECT ME!
Charansa
Flash
REKAYASA
Reiga Sanskara
Flash
Bronze
Sampai Selamanya
B12
Novel
Bronze
PEREMPUAN NAGA
Efi supiyah
Cerpen
yang pahit terlalu manis
Raja Alam Semesta
Novel
Bronze
UMUR 20
Arfiah Rachman
Novel
Gold
Charlie and the Great Glass Elevator
Noura Publishing
Novel
BLIND SIDE
Nurhidayati
Novel
Bronze
Sinar untuk Genta
Rika Kurnia
Novel
Mata untuk Aini
Aji Najiullah Thaib
Rekomendasi
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Cerpen
Perempuan Berambut Perak
Rafael Yanuar
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Flash
Bronze
Gadis Kecil Berkaleng Kecil
Rafael Yanuar
Flash
Kekasih Hujan
Rafael Yanuar
Flash
Ternyata Aku Masih
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Cerpen
Tujuh Belasan di Desa Dukun
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Cerpen
Arwah Kunang-Kunang
Rafael Yanuar
Novel
Gerimis Daun-Daun
Rafael Yanuar
Cerpen
Selembar Dunia
Rafael Yanuar
Cerpen
Kisah Rubah
Rafael Yanuar
Flash
Ding Dong, Bioskop, dan Kafe
Rafael Yanuar