Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Secangkir Teh
18
Suka
7,337
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Jangan bicara. Secangkir teh mampu diam-diam menyerap kata yang kauucapkan, lalu menjadikan rasanya hambar, bahkan tengik. Jadi jangan kaubebani dia dengan suara. Simpan saja percakapan yang ingin kausampaikan. Jika Tuhan mengizinkan, kita masih punya banyak waktu. Duduklah di sampingku saja, tanpa perlu mengucapkan, “Selamat pagi!” Tak usah pusing memikirkan apa yang harus kita perbincangkan. Saat teh pertama tersaji di hadapan kita, lupakan dunia dengan segala hiruk pikuknya. Bukankah hening tak selalu ada sepanjang hari? Sebentar lagi, begitu Matahari mulai tinggi di ufuk, dan langit berubah kelabu, deru dan debu segera mengisi udara. Pekak berita akan membanjiri telinga. Kecemasan-kecemasan lahir begitu saja. Dan kita akan kehilangan kesempatan menikmati pagi yang bersih dari segala dusta. 

Kau pasti tahu, aku mencintai kesunyian melebihi apa pun. Namun, cukup sulit bagiku mendapatkannya. Telah begitu lama dunia menjeratku dengan harapan, dan membuatku selalu berlari—terus berlari—seolah-olah tanganku harus meraih sesuatu dan kakiku mesti bergerak maju. Secangkir teh mengajarkan aku untuk mencintai kehidupan dengan cara yang lebih sederhana, bahwa memelankan langkah, beristirahat, dan menikmati heningnya pagi, seraya merasakan setiap hela napas, bukanlah suatu dosa, dan tidaklah sia-sia. Dia menyadarkanku, sunyi tak selalu tanpa suara. Dia bisa terdengar dalam senandung lirih bisikan embun, dalam kicau burung-burung yang bernyanyi merdu di kejauhan, juga dalam tawa daun-daun ketika perutnya digelitik angin yang ibu. Hanya saat subuh membuka mata dan doa-doa yang dipanjatkan menyentuh langit, bagai buku jiwa yang terbuka, kesunyian membisikkan rahasia yang tak mampu diungkap kata. 

Aku suka memperhatikan teh saat airnya berubah perlahan-lahan, dari hijau ke kuning, dari kuning ke cokelat, lalu memekat mendekati hitam, seperti nyawa sehelai daun, dan mungkin juga kehidupan. Harum yang terhidu begitu tehnya matang, membuat hatiku dipenuhi rasa tenteram. Tentu, aku tak mungkin memastikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu? Matahari mendekat dari arah laut, membawa kabar yang entah apa. Mungkin kelahiran, mungkin obituari, mungkin pula keduanya. Sebentar lagi, segala sesuatu akan beranjak dari tempatnya semula. Yang tinggal akan pergi. Yang pergi akan terganti. Yang terganti akan berlalu. Tapi aku tak ingin memusingkannya. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh. Jadi, jangan bicara! Jangan bicara, pikiranku! Sejenak saj—

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
CALL YOU MINE
Fadila Damayanti
Novel
Bunga Kertas
Aku Ria
Novel
Bronze
DAEGAL
Hesti Ary Windiastuti
Novel
Ke Anyelir
Maryam Badrul Munir
Novel
Ada Cerita di Sekolah
Awal Try Surya
Novel
Bronze
Jessica, Luka Yang Terpendam
Sofia Grace
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Novel
Inmuia
KOJI
Novel
Bank(rut) Syariah
Dania Oryzana
Flash
Ada Apa Cinta?
Martha Z. ElKutuby
Novel
Bronze
StarLight
Vidharalia
Novel
Gold
KKPK Ide Misterius
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Feeling with Heart
Dew
Novel
Bronze
Kutitipkan Wajahmu Pada Bulan
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Gold
KKPK Journey Of The Girls
Mizan Publishing
Rekomendasi
Flash
Secangkir Teh
Rafael Yanuar
Flash
Warna Pelangi
Rafael Yanuar
Flash
Lari!
Rafael Yanuar
Cerpen
Malam Dingin di Cigigir
Rafael Yanuar
Flash
Mencari Kacamata
Rafael Yanuar
Flash
Janji Santiago
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar
Cerpen
Kunang-Kunang di Jendela
Rafael Yanuar
Flash
Dunia dalam Tas
Rafael Yanuar
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Flash
Sepayung Berdua
Rafael Yanuar
Cerpen
Rehat Sejenak
Rafael Yanuar
Flash
Manusia Pertama
Rafael Yanuar
Cerpen
Catatan Harian Pak Treng
Rafael Yanuar
Flash
Rafa Pergi ke Surga
Rafael Yanuar