Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Halo temanku, namaku Lindiya, tetapi orang-orang lebih suka memanggilku Lindur. Bisa kalian tebak, kan, kalau aku seorang gadis kecil? Benar, aku memang kecil, tetapi aku bukan orang biasa, ya. Karena temanku semuanya istimewa, bahkan mereka bisa menghilang tanpa bekas, persis seperti bayang-bayang yang lenyap kala sinar cahaya menggelap. Kunamakan mereka The Shadow. Keren, bukan?
Cuma aku satu-satunya yang bisa melihat The Shadow. Teman spesialku itu bersikeras, mereka bukan imajinasi, mereka nyata, senyata manusia yang sempurna. Hanya aku yang memercayai mereka. Semata diriku saja yang mengerti mereka. Karena mereka punya bahasa yang luar biasa, tak dapat dipahami oleh siapa pun yang berusia dewasa.
Orangtuaku saja tidak percaya kepadaku. Apalagi orang lain. Maka itu nama asliku, Lindiya sudah luruh, berganti nama Lindur, yang artinya mengada-ada atau berkata yang tidak-tidak. Ya, aku memang kerap melindur, meski aku tidak merasa tengah berbohong, juga tidak pernah menipu siapa pun juga. Aku si Lindur adalah anak yang paling jujur di dunia, seperti teman-teman bayanganku yang lugu dan tanpa dosa. Kami semua jauh lebih jujur daripada kalian yang dewasa. Meskipun kalian menuduh kami sudah gila. Sekalipun kalian melecehkan kami, sebagai anak kecil yang tak tahu apa-apa.
Aku tahu sesuatu, tentang dunia di balik cahaya. Tempat rahasia yang tersembunyi dalam kegelapan malam. Teman-temanku memintaku berdiri di balik pintu, setiap pukul sepuluh malam, menoleh ke atas, di mana kudapati pintu kecil di langit-langit kamarku, meski papa mengaku sudah menutup rapat pintu kecil itu, semenjak kami pindah ke rumah ini. “Papamu sudah memaku celah kecil itu. Takutnya rumah kita dimasuki orang jahat yang menjebol atap rumah.” Mamaku menyanggah ceritaku semena-mena.
Itu menurut papa dan mama. Mereka pandai berdusta, pastinya. Tidak sekejap pun aku percaya mereka, yang setiap hari berkata-kata jorok bila sedang bertengkar. Membual yang bukan-bukan tentang rumah yang mereka pasarkan, karena orangtuaku berprofesi sebagai makelar rumah. Aku bertanya pada papa, mengapa papa tidak jujur. Papa menjewer telingaku, agak keras. Katanya, orang yang jujur malah tidak mujur. Sedikit berbohong tidak mengapa, yang terpenting kamu bisa hidup di dunia, itu sudah cukup.
Setiap pukul sepuluh malam, pintu kecil itu terkuak, tampaklah teman-temanku yang tertawa, memanggil namaku keras-keras, agar aku menggapai tangan mereka, bermain bersama dalam ruangan yang gulita. Ruangan ini sempit, dingin, dan berbau lapuk. Setahuku, namanya ruang di bawah atap. Attic adalah istilah dalam bahasa Inggris, walau aku yakin sekali, ruangan ini punya dunia yang berbeda. Aku tidak berada di rumahku sendiri, setiap malam selepas pukul sepuluh. Teman-temanku yang membawaku ke dunia bayang-bayang, di mana cahaya tampak menyatu dalam kegelapan pekat.
Pada suatu hari, aku enggan kembali ke duniaku. Bersama teman-teman, aku bermain tak kenal waktu. Aku dinyatakan hilang dan ibuku melapor ke pihak berwajib.
Ajaib, aku ditemukan kembali sebulan kemudian, di ruang bawah atap rumah kami. Aku melihat sendiri, tubuhku kerontang mirip tumpukan belulang. Lucunya, aku malah bergembira, karena terbebas dari dunia lamaku yang menyebalkan. Kini aku bebas, bermain sepuasnya dengan teman-teman karibku. Tidak ada lagi yang menuduhku bohong, apalagi mencapku sebagai anak gila. Aku Lindur, tetapi aku berkata jujur dan tidak melindur.