Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Utqiagvik tak lagi bersinar. Suhu dingin menjadi semakin mencekam. Seorang wanita paruh baya telah terbujur kaku di hadapannya. Aurora menanggalkan jaketnya yang bernoda. Lalu berkemas, kembali keluar. Sementara Aikens yang sejak tadi mengekor di belakangnya, hanya mampu merasakan ketakutan.
“Kau akan ke mana?” tanya Aikens penuh kecemasan.
“Aku harus pergi menjauh dari tempat ini.”
“Bagaimana dengan Rigel?” Aikens semakin gelisah.
Aurora terdiam. Hanya ada ketajaman dan kebencian di matanya.
Aurora dan Aikens melangkah menyusuri hamparan salju dengan diselimuti kekhawatiran. Berharap secepatnya bisa meninggalkan kota kegelapan, tanpa harus mendengar suara penduduk esok hari karena kondisi Rigel.
“Andai saja Rigel tak berkhianat, pisauku takkan menghujam jantungnya!”
“Bukankah itu adalah hal yang biasa?”
“Aku tak pernah merasa keberatan jika dia mencari kehangatan dari wanita lain. Tapi tidak dengan ibuku yang tak berdaya itu.”
“Apa tidak ada penyesalan di benakmu?” menurut Aikens perbuatan Aurora terlalu sadis.
“Tidak ada gunanya aku menyesal. Perbuatannya lebih biadab dari apa yang kulakukan. Dia pantas mendapatkan hukumannya!”
Sayup terdengar suara gemuruh. Hingga akhirnya menjadi jelas seperti iblis yang sedang mengejar mereka. Keduanya berlari menghindari maut. Lalu berhenti ketika suara itu menghilang.
“Semuanya akan menjadi permafrost. Termasuk ibuku dan Rigel.”
Keduanya menatap jurang yang baru terbentuk di hadapan mereka.