Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Dunia dalam Tas
17
Suka
17,600
Dibaca

Di dalam ransel yang sudah dimilikinya sejak lama, Dini menyimpan segalanya. Dia menyimpan batu kali, sungai kecil di kampung halaman, air terjun bersuara sejuk di belakang rumahnya, lampu kota, malam gerimis, kenangan, beberapa debur ombak pada musim yang lalu, hujan yang malu-malu menyapa cuaca, dan dunia. 

“Persis kantong Doraemon. Tidak berat?” 

Dini mengangkat tas itu, lalu menyerahkannya kepada suaminya. “Mau angkat?”

Suaminya mengambilnya. Dia kaget karena nyaris tidak memerlukan tenaga untuk mengembannya. Enteng sekali.

Pada suatu petang, di sebuah kota yang dia kunjungi setelah bekerja sepanjang hari, Dini memandang Matahari yang begitu indah. Cahaya merah kirmizi membasuh langit dan membuat awan-awan merona bagai pipi gadis kecil. Dia mencoba meniru Sukab. Konon, Sukab berhasil memotong senja untuk pacarnya.

Dini mencari gunting di tas, lalu memandang langit. Cekres, cekres, cekres. Pelan-pelan dia gunting Matahari mengikuti sisi melingkar. Tidak berhasil. Karena tangannya gemetar, Dini hanya mampu mengambil sebagian kecil Matahari, sangat kecil untuk disadari siapa pun. Namun, tidak masalah. Masih ada lain waktu. Dia membuka tas, lalu memasukkannya. Ada ruang lega di samping kuil Buddha yang biasa didatanginya saat masih kecil.

Di dalam ransel, senja yang tidak pernah terbenam membuat penduduk kota kepanasan. Memang indah, musisi indie pasti suka, apalagi jika dinikmati dengan secangkir kopi, gitar, dan getir. Namun, gerahnya lama-lama tidak tertahankan. Setelah bertahun-tahun hidup tanpa cahaya, saat Matahari datang untuk memisahkan pagi dan malam, sebenarnya penduduk kota menyambutnya dengan gembira. Tapi bukan begini caranya. Mereka ingin Matahari yang dapat tenggelam untuk terbit lagi dua belas jam kemudian, bukan yang selalu terpacak di langit tanpa bergerak sepanjang waktu.

Karena terus-menerus tersengat panas, sungai mulai kering, air terjun habis, ombak menjadi badai, pantai kehilangan pesisir, angin kerontang, kebakaran di mana-mana, banjir di sana-sini, tanah sekarat, kenangan berkarat. Karena tak kuat lagi, para penduduk bahu membahu membangun menara untuk mencapai matahari dan berharap bisa menyiramnya dengan air. Mereka mengumpulkan batu-batu, lalu menumpuknya satu-satu. Namun, saat mereka nyaris berhasil mencapai Matahari dengan ember air di tangan, langit terbelah. Sebuah tangan menyibaknya. “Tuhan! Itu tuhan!” Mereka berteriak, lalu jatuh berhamburan. Beberapa saat kemudian, di sebelah Matahari, ada Matahari lain, tapi kini tiga miliar kali lebih besar.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (3)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Broken home
Anita Puspita sari
Flash
Dunia dalam Tas
Rafael Yanuar
Novel
PANCA-GILA : Ucup left The Group
Alvin Raja
Novel
Dis - Ease (One Shoot - After Redline)
Sf_Anastasia
Flash
Listrik UGD 24 Jam
Martha Z. ElKutuby
Cerpen
Zombi Yang Tak Layak Mendapat Cinta
Braindito
Novel
Bronze
Elegi 98
Sarwono
Novel
The Chain Of Youth
Haidee
Komik
ingat123
ingat123
Skrip Film
Junior & Jameela (script)
amor
Skrip Film
What is LOVE ?
Aries Zayatri
Flash
Cat Madness
Siddfen
Cerpen
Bronze
DIA BUKAN IBUKU...
Iman Siputra
Novel
Gold
Bukan Salah Waktu
Bentang Pustaka
Flash
Tidak Mungkin
SITI NUR AISYAH
Rekomendasi
Flash
Dunia dalam Tas
Rafael Yanuar
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar
Cerpen
Hujan yang Arif Tahu Kapan Harus Turun
Rafael Yanuar
Cerpen
Malam Dingin di Cigigir
Rafael Yanuar
Cerpen
Penenun Pelangi
Rafael Yanuar
Novel
Malam Kunang-Kunang di Desa Masa Kecilku
Rafael Yanuar
Novel
Perjalanan Semusim
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar
Flash
Lukisan Rendra
Rafael Yanuar
Flash
Setelah Gelap Datang
Rafael Yanuar
Flash
Lari!
Rafael Yanuar
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Flash
Mencari Kacamata
Rafael Yanuar
Cerpen
Sofia
Rafael Yanuar