Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bruakkk ....
"Tolong ... tolong ...," teriak seorang gadis yang baru saja melihat mobil menabrak pohon. Beberapa menit sudah dia menunggu orang melintas di sekitar jalan sepi itu, tapi belum ada satu pun batang hidung yang bisa dimintai tolong. "Bismillahirrohmanirrohim, niat hamba menolong Ya Allah." Dia memarkir motor tidak jauh dari tempat kejadian.
Tok ... tok ...
"Pak," teriak gadis itu dari jendela kaca yang masih terkunci dari dalam. Tidak ada jawaban, lelaki di sana masih terpejam, dahinya dipenuhi darah segar. Tanpa berpikir panjang, gadis itu mengambil dahan pohon yang ada di dekat kakinya. "Maaf, ya, Pak. Saya pecah kacanya."
Gerakan gadis itu dibuat cepat, tapi tetap saja lamban, karena tubuh tinggi korban cukup berat untuk dipapah menjauh dari mobil. Sepuluh menit kemudian mobil meledak. Beruntung, keduanya selamat dari kejadian naas itu.
Mendengar ledakan yang cukup dahsyat, beberapa warga sekitar berdatangan dan membantu gadis itu membawa korban ke rumah sakit terdekat.
Selama di perjalanan, korban sadar dari pingsan, dia melihat gadis berhijab itu duduk di kursi penunggu karena permintaan warga.
"Te ... terima kasih," ucapnya dibalik oksigen yang menutup mulut dan hidungnya.
"Iya, Pak. Jangan banyak bicara dulu, insyaallah sebentar lagi sampai rumah sakit." Korban mengangguk patuh. Tiba-tiba senyum mengembang di bibirnya.
****
Di ruang UGD seorang lelaki tampan, tinggi memakai snelli bertindak cepat setelah melihat korban. "Bertahan, Pa," ucapnya dengan gerak tangan aktif memberi pertolongan dibantu beberapa perawat.
Beberapa saat kemudian, lelaki itu keluar. Dia menghadiahkan senyum lesung di pipi kanan, berjalan mendekat ke gadis yang duduk di ruang tunggu.
"Terima kasih." Mengulurkan tangan. "Alfarisi, kamu?"
Gadis itu menangkupkan kedua tangan depan dada. "Ulul."
Dengan wajah agak malu, Al menarik tangannya. "Terima kasih sudah menolong Papa. Beliau memang dalam kondisi kurang fit, tapi maksa untuk ke kota bawa mobil sendiri. Alhamdulillah, ada kamu yang menolong, beliau sudah cerita semuanya."
Ulul mengangguk paham. "Tapi maaf, Mas, itu ... tadi mobilnya meledak," ucapnya polos dengan suara medok khas Jawa.
Al menahan senyum dengan tangan kanan yang sengaja di arahkan ke hidung. "Itu bukan salahmu. Memang harus takdirnya mobil malang itu meledak."
"Al," panggil lelaki tadi. Dia duduk di kursi roda yang didorong salah satu perawat.
"Kenapa keluar, Pa? Istirahat aja dulu." Al mengambil alih kursi roda.
"Iya, Pak. Istirahat saja dulu." Ulul ikut berkomentar.
"Kamu tinggal di mana, Nak? Bisa ajak saya dan putra saya ke rumahmu?" pintanya tiba-tiba membuat Ulul terbelalak kaget.
"Rumah saya kecil, Pak. Cuma ada saya sama Bapak. Ngomong-ngomong ada perlu apa, ya, Pak mau ke rumah saya?"
"Saya mau melamarmu untuk putra saya, Alfarisi. Bagaimana?" Ulul speechless, dalam hati bertanya-tanya, apakah ini jawaban atas doanya setiap tahajud? Apakah mendadak seperti ini?
Ulul memandang Al, lelaki itu justru tersenyum padanya, seperti tidak ada penolakan sama sekali.
"Tapi ... tapi Bapak belum mengenal saya dan keluarga, bagaimana Bapak bisa seyakin itu?"
"Karena Allah yang meyakinkan kami. Insyaallah, setelah Al pulang kerja nanti sore, kami langsung ke rumahmu. Bagaimana?"
"Insyaallah, Pak. Silakan ke rumah dan berbicara dengan Bapak."
"Terima kasih, Ulul. Semoga Allah memudahkan saya."
"Aamiin," ucap mereka bersamaan.